Share

7. Drama Pagi Pasutri

Arkasa hampir memuntahkan kembali air yang baru saja dia teguk ketika rungunya menangkap suara tak biasa di pagi temaramnya. Setelah mengusap bibirnya, perlahan juga netranya makin terbuka. Arkasa menyingkirkan residu disekitar matanya untuk memperjelas penglihatan, melirik jam dinding yang menunjuk pukul enam pagi. Rambut laki- laki itu masih acak-acakan, mengenakan kaos hitam polos seadanya dan celana trening yang biasa nyaman ia pakai tidur.

Kaki panjangnya melangkah mengikuti asal keributan. Tadinya Arkasa berada di dapur untuk minum air setelah bangun tidur. Namun suara kecipak air yang lumayan kencang cukup membuat rasa penasarannya membuncah. Dapur dan taman belakang hanya dibatasi satu pintu sliding besar. Arkasa membuka sedikit lalu menyembulkan kepalanya keluar guna mengamati. Benar saja, ada sosok yang tengah berenang jam enam pagi dengan brutal di kolam. Arkasa mengernyit heran namun beberapa saat kemudian sadar bahwa ia tak tinggal sendirian di rumah ini. Siapa lagi makhluk yang berenang disana kalau bukan istrinya?

Dia tak memikirkan apapun, namun beberapa kali matanya mengikuti jalur berenang Alana. Arkasa akhirnya mendorong lebih dan memberikan ruang baginya untuk menyender di salah satu sisi pintu sembari masih mengamati Alana yang meliuk di kolam. Entah gadis itu tak menyadari keberadaanya atau—yah Alana memang sedang berada dibawah air, bagaimana dia bisa menyadari kehadiran Arkasa?

Sampai akhirnya gadis itu muncul ke permukaan, menyeka air di wajahnya, mengusap kebelakang rambutnya dan akhirnya keluar kolam. Lelaki yang tadinya masih setengah mengantuk itu mendadak mendapatkan kesadarannya setelah melihat jelas pemandangan yang terpampang dihadapannya. Bisa- bisanya Alana muncul dibalut pakaian renang jenis one piece berwarna nude yang melekat pas dan membuat lekukan tubuh Alana kelihatan jelas. Ditambah lagi masih ada buliran air di kulit dan rambut basahnya yang terus mengalir mengikuti potongan kain. Bukannya Arkasa tak biasa melihat wanita berpakaian begini, tapi kali ini Alana yang mengenakannya. Selama ini dia tak pernah sadar istrinya punya tubuh yang bisa dikategorikan ehem luar biasa menggoda. Apalagi basah- basahan begitu.

Ya mau bagaimana? Arkasa jelas laki- laki normal yang tentu suka melihat apa yang tersaji dihadapannya sekarang. Entah mengapa dia jadi seolah bisa membuat deskripsi jelas tentang tubuh Alana. Gadis itu tidak kurus namun juga tidak terlalu berisi, punya kaki jenjang, pinggang ramping, pinggul lebar yang juga lumayan berisi, dan pastinya gundukan yang ehem lumayan lah. Entah kenapa dia tiba- tiba jadi tak rela kalau ada orang lain yang melihatnya juga.

Arkasa tak sadar masih memperhatikan setiap pergerakan Alana, bahkan mungkin tanpa berkedip. Dia sedikit tergagap bak ketahuan mencuri ketika Alana mendadak balas memandangnya tajam. Entah sejak kapan gadis itu sudah mengenakan bathrobe putihnya dan berjalan mendekat kearahnya.

Laki- laki itu lantas tersenyum miring ketika Alana berada dihadapannya sembari berkacak pinggang dengan raut galak yang sialnya justru nampak menggemaskan di matanya. "Apa liat-liat?"

Bersidekap di depan dada, "saya punya mata, Alana! Saya juga punya hak untuk melihat apapun di lingkungan kepemilikan saya," ujarnya dengan nada tenang namun entah mengapa bagi Alana terlihat menyebalkan. Belum lagi matanya ikut naik turun yang membuat Alana bergidik ngeri.

"Apa sih? mas jadi kelihatan seperti om-om mesum," tutur Alana jujur. Gadis itu dengan kekuatan supernya berhasil menggeser Arkasa yang menghalangi pintu. Masih memandang sengit Arkasa sembari membentuk gestur dengan jari telunjuk dan jari tengah di depan mata seolah menyuarakan 'im watching you'

Bahkan ketika gadis itu menghilang dibalik tembok kamar mandi, Arkasa mendapati dirinya masih tersihir. Seketika itu menepuk pipinya pelan guna menyadarkan diri. Apa itu tadi? Kenapa dia jadi merasa semudah ini? Ditambah lagi Arkasa merasakan sesuatu mulai membuatnya resah, dia mendecih, "sialan! jadi naik lagi!"

***

Karena tadi malam pasangan pengantin baru itu sama-sama lelah akan masing-masing pekerjaannya, jadilah keduanya tepar di kamar masing- masing dan batal membahas rencana liburan yang digencarkan orang tua. Sekarang pukul tujuh lebih tiga puluh menit dan mereka berdua sudah siap di meja makan. Sama- sama sedang tak ingin menyantap nasi, keduanya sepakat untuk sarapan roti dan teh untuk Alana serta kopi untuk Arkasa.

Mungkin Arkasa masih terbayang pagi tadi sehingga dia entah kenapa jadi terlihat sedikit canggung dengan menghindari mata Alana yang menelisik curiga menatapnya. "Kenapa sih, mas? Sembelit?" tebaknya.

Arkasa menggeleng lalu lanjut menggigit rotinya kasar. Berusaha mengenyahkan pikiran kotor yang terus mampir dengan mengunyah rotinya terus sampai Alana mau tak mau mengambilkan dua potong roti tambahan. Siapa tahu suaminya itu memang sedang benar- benar kelaparan, pikirnya.

Tak mau ambil pusing perihal keanehan suaminya, Alana melanjutkan aktivitas sarapannya yang tertunda. Menggigit pelan roti isi coklat miliknya sembari membalas beberapa email masuk via tablet dihadapannya. Ketika Arkasa sudah menghabiskan sekitar empat roti gandum, Alana bahkan belum menyelesaikan satu lembar rotinya yang dia gigit kecil- kecil sejak awal. Benar- benar sebuah signifikan diantara keduanya.

Tiba- tiba saja raut serius Alana tergantikan oleh cengiran lebar di wajahnya. Buru- buru dia menghabiskan roti miliknya lalu membalas salah satu email yang membuatnya bahagia luar biasa itu. Dengan mulut penuh juga dia mulai bicara sembari membalas email—wah sangat multitasking!

"Kalau gini caranya kita bisa punya alasan untuk gak perlu berangkat ke Maldives minggu depan," ujarnya riang dan akhirnya mendapat atensi penuh dari Arkasa. Lelaki itu membetulkan letak kaca matanya lalu tanpa berkata apapun memilih langsung mendekat dan mengintip pekerjaan Alana. Jemari cekatan itu mengetikkan beberapa kalimat persetujuan yang membuat Arkasa paham maksud Alana.

Setelah mengirim surelnya, Alana balik menatap Arkasa yang hanya diam namun manggut-manggut. "Nanti aku bilang sama mama dan bunda, kamu gak perlu khawatir, mas! Pokoknya beres!" ujarnya yakin.

Arkasa balas tersenyum kecil. Yah dia juga sih senang- senang saja kalau keberangkatannya dibatalkan. Ada beberapa hal yang harusnya bisa dia kerjakan di kampus. Dia pikir, tender besar Alana tadi harusnya cukup menjadi Alasan bagi Alana membatalkan keberangkatan ke Maldives. Ada proyek cukup besar yang harus Alana hadiri ke kota sebelah minggu depan, dan rasa- rasanya keluarga tak akan berani menginterupsi untuk client yang satu ini.

Gadis itu segera merapikan tabletnya dan memasukkan perlengkapannya yang tadi tercecer kedalam tas bermerk keluaran terbaru miliknya. Masih dengan senyuman yang terpatri di wajahnya, bersiap dan berpamitan untuk berangkat lebih dulu. "Aku berangkat, ya!" ujarnya dan hendak berdiri. Namun dengan cepat Arkasa menarik tangan Alana sehingga terduduk kembali.

"Jangan lupa apa, Al?" tanya Arkasa sembari masih menggenggam tangan kanan Alana. Sementara gadis itu merotasikan bola matanya, dia harus menjalankan kebiasaan barunya sekarang. Sebagai istri yang baik, wajib salim tangan si suami sebelum kemanapun. Meskipun setengah tak tulus, namun akhirnya Alana mengarahkan punggung tangan kanan Arkasa ke dahinya.

"Sudah kan?" tanyanya.

Arkasa sedikit mengernyit menatapnya, "itu," tunjuknya pada pipi kanan miliknya. Maksudnya memberi kode bahwa ada noda selai coklat di pipi bawahnya.

"Hah? Apa sih ? Aku udah hampir telat nih, mas!" ujarnya tak sabaran.

Masih dengan sabar Arkasa membalas, lagi menunjuk pipi kanannya dengan sedikit penekanan.

Tapi apa yang dilakukan Alana selanjutnya justru membuat pikirannya kembali kosong. Gadis itu mendekatkan wajahnya dan dengan secepat kilat mengecup pipi kanan Arkasa. Terlalu cepat hingga Arkasa tak punya kesempatan untuk menerka apa yang sedang terjadi.

Netra keduanya bertemu. Arkasa yang masih mematung sementara Alana yang memamerkan senyumnya, "udah kan? aku berangkatt!" ujarnya riang dan meninggalkan Arkasa sendirian di ruang makan. Otak super cepat milik Alana sepertinya menerima sinyal dari Arkasa seperti itu. Menurut Alana ya mungkin itu salah satu hal yang Arkasa minta dirinya untuk biasakan mulai sekarang.

Tapi beda cerita dengan lelaki tiga puluh tahun yang masih terbengong sembari masih memegang rotinya yang sisa setengah.

Apa itu tadi? pikirnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Darsini
menarik sekali
goodnovel comment avatar
Baeblue xx00
berarti alana sampe kantor masi cemong dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status