“Papah tidak punya maksud apapun, selain mencoba menutupi keburukan yang baru saja kamu lakukan!”
“Keburukan apa? Papah sama Mamah juga sama aja, suka gonta-ganti pasangan. Marchel tau semuanya, Pah!”
“Jaga ucapan kamu, Marchel! Jangan kurang ajar sama Papah! Pasti Mamahmu yang sudah meracuni pikiranmu!” Rangga mulai naik darah. Dia tidak menyangka putranya menuduh dirinya sekeji itu.
“Memang benar apa yang Mamah omongin. Buktinya, papah sudah merebut Rania dari Marchel. Seharusnya Marchel yang menikah dengan Rania!” Suara Marchel kian meninggi. Sorot mata kemarahan seolah siap menancap ke ulu hati papahnya.
“Papah lakukan itu untuk menyelamatkan kamu! mau jadi apa kamu tanpa pendidikan yang matang. Kamu pikir mudah menghidupi anak istri? Kamu harus bekerja, ngerti! Atau kamu mau masuk penjara?!”
“Papah jangan kolot. Hari ini Marchel lulus dengan nilai terbaik. Itu semua Marchel perjuangin demi nama baik Papah yang ingin punya anak pintar supaya bisa dibangga’in sama teman-teman Papah. Marchel jenuh dengan semua itu. Hari ini Marchel ingin bebas dari tekanan itu semua. Marchel ingin merayakannya dengan bersenang-senang dengan pacar Marchel. Apa itu salah, Pah?!”
“Jelas salah! Bersenang-senang bukan harus melakukan hal yang tak terpuji!”
“Lalu apa, Pah? Semua teman-teman Marchel juga banyak yang melakukannya!”
“Pokoknya Marchel tidak mau tau, kembalikan Rania untuk Marchel, Pah! Atau ....”
“Atau apa? Kamu mau mengancam papah?! Pikirkan dulu pendidikanmu! Baru papah penuhi keinginanmu! Kamu masih kecil, tahu apa kamu tentang pernikahan! Maunya hanya berbuat, tapi tidak memikirkan tanggungjawab! Bikin malu saja kamu!”
“Apanya yang membuat malu? Marchel belum meniduri Rania!”
“Tapi kau memaksanya!”
“Gak usah munafik. Papah juga sering’kan?”
“Oh ya, kamu memang sama persis seperti Papahmu!”
“Nah itu Papah ngaku!:
“Maksudnya bukan papah .... “ Rangga menghentikan ucapannya. Dia membekap mulutnya. Selalu saja ingin terlontar saat mendapati putranya susah diatur.
“Maksud papah apa?”
“Sudahlah, lupakan. Fokuskan saja dengan perbuatanmu yang membuat Papah malu! Bagaimana kalau sampai keluarga besar kita dan klien papah tahu? Bisa habis nama baik keluarga kita! Bisnis papah bisa hancur, ngerti kamu!”
“Nama baik, bisnis, klien, bosan Marchel dengerinnya! Haah .... “ Marchel meninggalkan papahnya dan berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dia tidak mempedulikan teriakan pria yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu. Kekesalan masih bergelayut dalam dadanya.
Rangga mengambil ponsel lalu menelpon seseorang. Ketegangan masih terlihat di wajah tampannya. Tak berapa lama, terdengar jawaban dari seberang.
“Diana! Kamu pulang sekarang! Anakmu membuat masalah lagi! Aku tak peduli kamu berada dimana! Dalam waktu lima belas menit kau tak memberikan jawaban, aku blokir seluruh kartu yang kau miliki!” tanpa menunggu jawaban, Rangga langsung menutup sambungan telpon. Dia tahu persis apa yang akan dijawab oleh wanita yang kerjanya hanya bersenang-senang.
Istri yang tidak pandai menempatkan diri. Hanya pesta, traveling, hura-hura dan segala yang berhubungan dengan kemewahan saja yang ada dalam pikirannya.
“Terbuat dari apa hati Diana! Dia sama sekali tidak peduli dengan suami dan anaknya!” Rangga sangat geram dengan kelakuan istrinya. Sudah cukup lama Rangga membi arkannya. Menunggu istri cantiknya mau berubah. Tapi hingga delapan belas tahun usia pernikahan, tidak ada perubahan yang berarti. Kerjanya hanya menghambur-hamburkan uang saja
“Ingin sekali rasanya berganti istri yang lebih baik dari Diana. Tidak ada sesuatu yang membuatku senang. Kecantikannya memang luar biasa. Dalam urusan ranjang, Diana juga tak tertandingi. Tapi untuk urusan rumah tangga tidak ada yang membuatku bangga padanya!”
Rangga mengeluarkan uang sebesar lima juta rupiah dan meletakkan di atas meja. “Ini untukmu. Nanti Bibi yang akan mengantarmu untuk membeli segala keperluan,” Ucap Rangga dengan penuh keangkuhan tanpa menatap kearah Rania.
“T-tidak usah, Tuan. Nanti saya kerumah ibu saja untuk mengambil pakaian!”
“Jangan membantah! Ambil saja!”
Rangga menatap arloji super mewah yang melingkar di lengannya. Dalam waktu tiga puluh menit harus segera kembali ke kantor. Ada pertemuan dengan investor dari luar negeri. Untung saja masih ada waktu. Kalau sampai terlambat, bisa merugi hingga milyaran rupiah.
“Bibi, kemari!” Rangga memanggil asisten rumah tangganya.
Wanita paruh baya itu mendekat kearah tuan besarnya. “Tuan memanggil saya?” tanya Bibi dengan sopan.
“Tolong, antar gadis itu membeli segala keperluannya. Tunjukan kamar saya, malam ini dia akan bermalam di sana!”
Tubuh Rania gemetar, Degup jantungnya saling memburu. Lembaran rupiah yang berada dalam genggamannya terlepas dan jatuh berceceran di lantai. Dia sangat terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Tak menyangka kalau dia harus tidur di kamar papah kekasihnya.
Walau kini pria menarik itu sudah menjadi suaminya, tapi tak pernah terlintas dalam pikirannya untuk tidur satu kamar dengannya. Dan mungkin saja dia akan meminta sesuatu yang membuatnya takut.
“Jangan pernah berfikiran macam-macam. Aku hanya tidak ingin Marchel dan kamu mencari kesempatan dan semua pengorbananku menjadi sia-sia. Aku bukan lelaki hidung belang yang dengan mudah tidur dengan wanita liar sepertimu. Ngerti kamu!” Rangga lalu pergi meninggalkan Rania.
Gadis itu hanya bisa menangis. Sakit sekali mendengar tuduhan pria itu. Seolah ribuan jarum tengah menusuk ke dalam hatinya. Sakit walau tak berdarah Perih tapi tak terluka. Rania menggigit bibirnya kuat dan larut dalam tangis.
Bibi tak tega melihat gadis manis itu. Dia lalu mendekap Rania dengan penuh kasih sayang dan membiarkan gadis itu menangis dalam rengkuhannya.
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap