Share

4. KECEMBURUAN MARCHEL

“Papah tidak punya maksud apapun, selain mencoba menutupi keburukan yang baru saja kamu lakukan!”

“Keburukan apa? Papah sama Mamah juga sama aja, suka gonta-ganti pasangan. Marchel tau semuanya, Pah!”

“Jaga ucapan kamu, Marchel! Jangan kurang ajar sama Papah! Pasti Mamahmu yang sudah meracuni pikiranmu!” Rangga mulai naik darah. Dia tidak menyangka putranya menuduh dirinya sekeji itu.

“Memang benar apa yang Mamah omongin. Buktinya, papah sudah merebut Rania dari Marchel. Seharusnya Marchel yang menikah dengan Rania!” Suara Marchel kian meninggi. Sorot mata kemarahan seolah siap menancap ke ulu hati papahnya.

“Papah lakukan itu untuk menyelamatkan kamu! mau jadi apa kamu tanpa pendidikan yang matang. Kamu pikir mudah menghidupi anak istri? Kamu harus bekerja, ngerti! Atau kamu mau  masuk penjara?!”

“Papah jangan kolot. Hari ini Marchel lulus dengan nilai terbaik. Itu semua Marchel perjuangin demi nama baik Papah yang ingin punya anak pintar supaya bisa dibangga’in sama teman-teman Papah. Marchel jenuh dengan semua itu. Hari ini Marchel ingin bebas dari tekanan itu semua. Marchel ingin merayakannya dengan bersenang-senang dengan pacar Marchel. Apa itu salah, Pah?!”

“Jelas salah! Bersenang-senang bukan harus melakukan hal yang tak terpuji!”

“Lalu apa, Pah? Semua teman-teman Marchel juga banyak yang melakukannya!”

“Pokoknya Marchel tidak mau tau, kembalikan Rania untuk Marchel, Pah! Atau ....”

“Atau apa? Kamu mau mengancam papah?! Pikirkan dulu pendidikanmu! Baru papah penuhi keinginanmu! Kamu masih kecil, tahu apa kamu tentang pernikahan! Maunya hanya berbuat, tapi tidak memikirkan tanggungjawab! Bikin malu saja kamu!”

“Apanya yang membuat malu? Marchel belum meniduri Rania!”

“Tapi kau memaksanya!”

“Gak usah munafik. Papah juga sering’kan?”

“Oh ya, kamu memang sama persis seperti Papahmu!”

“Nah itu Papah ngaku!:

“Maksudnya bukan papah .... “ Rangga menghentikan ucapannya. Dia membekap mulutnya. Selalu saja ingin terlontar saat mendapati putranya susah diatur.

“Maksud papah apa?”

“Sudahlah, lupakan. Fokuskan saja dengan perbuatanmu yang membuat Papah malu! Bagaimana kalau sampai keluarga besar kita dan klien papah tahu? Bisa habis nama baik keluarga kita! Bisnis papah bisa hancur, ngerti kamu!”

“Nama baik, bisnis, klien, bosan Marchel dengerinnya! Haah .... “ Marchel meninggalkan papahnya dan berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dia tidak mempedulikan teriakan pria yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu. Kekesalan masih bergelayut dalam dadanya.

Rangga mengambil ponsel lalu menelpon seseorang. Ketegangan masih terlihat di wajah tampannya. Tak berapa lama, terdengar jawaban dari seberang.

“Diana! Kamu pulang sekarang! Anakmu membuat masalah lagi! Aku tak peduli kamu berada dimana! Dalam waktu lima belas menit kau tak memberikan jawaban, aku blokir seluruh kartu yang kau miliki!” tanpa menunggu jawaban, Rangga langsung menutup sambungan telpon. Dia tahu persis apa yang akan dijawab oleh wanita yang kerjanya hanya bersenang-senang.

Istri yang tidak pandai menempatkan diri. Hanya pesta, traveling, hura-hura dan segala yang berhubungan dengan kemewahan saja yang ada dalam pikirannya.

“Terbuat dari apa hati Diana! Dia sama sekali tidak peduli dengan suami dan anaknya!” Rangga sangat geram dengan kelakuan istrinya. Sudah cukup lama Rangga membi arkannya. Menunggu istri cantiknya mau berubah. Tapi hingga delapan belas tahun usia pernikahan, tidak ada perubahan yang berarti. Kerjanya hanya menghambur-hamburkan uang saja

“Ingin sekali rasanya berganti istri yang lebih baik dari Diana. Tidak ada sesuatu yang membuatku senang. Kecantikannya memang luar biasa. Dalam urusan ranjang, Diana juga tak tertandingi. Tapi untuk urusan rumah tangga tidak ada yang membuatku bangga padanya!”

Rangga mengeluarkan uang sebesar lima juta rupiah dan meletakkan di atas meja. “Ini  untukmu. Nanti Bibi yang akan mengantarmu untuk membeli segala keperluan,” Ucap Rangga dengan penuh keangkuhan tanpa menatap kearah Rania.

“T-tidak usah, Tuan. Nanti saya kerumah ibu saja untuk mengambil pakaian!”

“Jangan membantah! Ambil saja!”

Rangga menatap arloji super mewah yang melingkar di lengannya. Dalam waktu tiga puluh menit harus segera kembali ke kantor. Ada pertemuan dengan investor dari luar negeri. Untung saja masih ada waktu. Kalau sampai terlambat, bisa merugi hingga milyaran rupiah.

“Bibi, kemari!” Rangga memanggil asisten rumah tangganya.

Wanita paruh baya itu mendekat kearah tuan besarnya. “Tuan memanggil saya?” tanya Bibi dengan sopan.

“Tolong, antar gadis itu membeli segala keperluannya. Tunjukan kamar saya, malam ini dia akan bermalam di sana!”

Tubuh Rania gemetar, Degup jantungnya saling memburu. Lembaran rupiah yang berada dalam genggamannya terlepas dan jatuh berceceran di lantai. Dia sangat terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Tak menyangka kalau dia harus tidur di kamar papah kekasihnya.

Walau kini pria menarik itu sudah menjadi suaminya, tapi tak pernah terlintas dalam pikirannya untuk tidur satu kamar dengannya. Dan mungkin saja dia akan meminta sesuatu yang membuatnya takut.

“Jangan pernah berfikiran macam-macam. Aku hanya tidak ingin Marchel dan kamu mencari kesempatan dan semua pengorbananku menjadi sia-sia. Aku bukan lelaki hidung belang yang dengan mudah tidur dengan wanita liar sepertimu. Ngerti kamu!” Rangga lalu pergi meninggalkan Rania.

Gadis itu hanya bisa menangis. Sakit sekali mendengar tuduhan pria itu. Seolah  ribuan jarum tengah menusuk ke dalam hatinya. Sakit walau tak berdarah Perih tapi tak terluka. Rania menggigit bibirnya kuat dan larut dalam tangis.

Bibi tak tega melihat gadis manis itu. Dia lalu mendekap Rania dengan penuh kasih sayang dan membiarkan gadis itu menangis dalam rengkuhannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status