Share

5. BERGELUT DENGAN PERASAAN

5 BERGELUT DENGAN PERASAAN.

Malam kian merangkak. Perjalanan singkat terasa begitu panjang. Rangga merebahkan tubuhnya di atas jok mobil. Kelelahan menyelimuti wajah tampannya. Masalah demi masalah yang terjadi membuat sel dalam otak seperti memudar. Hampir saja proyek besar lepas dari genggaman. Untung saja raga dan pemikiran kembali berjalan selaras.

“Sungguh, aku lelah sekali dengan keadaan ini.”

Dalam keadaan seperti ini ingin sekali ada seorang istri yang berperan sebagaimana mestinya. Tak menginginkan yang berlebihan. Disambut dengan untaian senyum manis dan segelas teh manis hangat sudah mampu membuat pria blesteran itu bahagia. Jangankan minuman yang terhidang, menampakkan wajah saja dia enggan kala sang suami pulang. Terkecuali jika transferan belum masuk ke dalam rekening, barulah sang istri menyambutnya dengan tagihan. Sungguh dramatis nasib rumah tangganya.

Tanpa terasa perjalanannya telah terhenti di halaman tempat tinggalnya. Ingin rasanya memperpanjang perjalanan dan tak menemui masalah yang akan dihadapi. Rangga cape dengan kemarahan, cape dengan segala yang membuat otaknya mendidih oleh ulah putra dan juga istrinya. Hidup tak pernah terasa damai. Hanya kehampaan yang kian merundung hatinya.

Saat turun dari mobil, sang raja kembali murka melihat sang pangeran tengah bercanda mesra dengan istri mudanya. Bukan karena cemburu, rasa tidak dihargai yang membuatnya terbawa emosi.

“Apa-apa-an ini. Apa yang mereka lakukan?”Rangga menekan rahangnya kuat menandakan kemarahannya.

Rangga menajamkan tatapan matanya kearah sang putra.

“Marchel, Rania! Sedang apa kalian?! Saya sudah katakan, jangan pernah kalian bersama dulu. Tahan diri kalian, setidaknya sampai waktu Papah melepas kekasihmu, Marchel!”

Marchel segera melepas genggaman tangan Rania dan segera berlalu. Dia tidak ingin ribut dengan papahnya. Selama ini Ia selalu meladeni kemarahan papahnya. Cowok bandel ini baru saja mendapatkan nasihat dari kekasih yang sudah resmi menjadi ibu tirinya untuk tidak melawan papahnya. Entah apa yang membuatnya bisa menuruti kata-kata Rania. Mungkinkah gadis yang berusia dua tahun lebih tua darinya itu mampu menyihir dengan kata-kata manisnya. Ataukah mulai tumbuh benih-benih cinta dalam hatinya.

Rangga juga heran melihat perubahan putranya. Tak biasanya dia menuruti hanya dalam satu kalimat perintah. Terasa ada sesuatu yang berbeda. Entahlah, Rangga juga tidak tau. Mudah-mudahan saja akan terus seperti ini. Menjadi anak penurut itu saja sudah membuat Rangga bahagia.

“Berhenti, Rania!” Rangga menghentikan langkah istri keduanya yang mengekor Marchel. Tubuh gadis itu seketika mematung. Ketakutan terbersit nyata dalam tundukkan kepala yang begitu dalam.

Perlahan Rangga mendekat kearah wanita muda yang mengundang goda. Berhenti di jarak yang begitu dekat. Dada keduanya nyaris saling menempel membuat irama jantung bertalu-talu. Rania menggigit bibirnya kuat dan menahan tangis seraya menutup dadanya dengan tangannya. Daster hello kity dengan kerut di kedua sisi bahu dan krah yang pendek, membuat belahan dadanya menonjol. Rania benar-benar ketakutan jika sang pemilik raga meminta sesuatu yang tak mampu dilakukannya tanpa landasan cinta.

Rangga memperhatikan apa yang dilakukan oleh istri keduanya. Rambutnya yang hitam terurai menambah kecantikannya. Kulitnya yang putih mulus membangkitkan gejolak dalam darahnya. Entah apa yang terjadi. Rangga berusaha menahan gairah yang meletup hingga membuat seluruh persendian terasa lemas.

“Apa yang terjadi denganku. Kenapa aku bisa seperti ini?” ucap Rangga dalam hati.

Dalam hitungan jam setiap hari, Ia bertemu dengan banyak wanita cantik yang baik ataupun penjaja diri. Namun tak pernah terasa seperti ini. Mungkin saja karena terlalu lama mengunci birahi semenjak penghianatan sang istri yang membuatnya jijik untuk menyentuhnya kembali. Sekalipun wanita cantik itu merayu dan menanggalkan seluruh penutup tubuhnya Rangga bergeming dan tak berniat menuntaskan hasratnya. Walau sebagai pria normal terkadang menginginkannya. Namun Ia berusaha meredam dengan menyibukkan diri dalam pekerjaan hingga lelah mendera dan hasratpun lenyap.

“Kamu jangan berfikir kalau aku menginginkanmu. Kamu salah besar. Dan jangan pernah ganggu putraku. Atau kau akan mengerti dengan siapa kau berhadapan,” Bisik Rangga lirih di telinga Rania dan membuat tubuh Rania menggigil. Dia sangat ketakutan dengan ancaman dari pemilik tubuh kekar itu.

Tanpa berbicara, Rania segera berlalu.

“Masuklah ke kamarku sekarang, dan jangan keluar lagi sampai aku mengijinkanmu!” Rangga melangkah cepat mendahului Rania. Tubuh atletisnya menyenggol bahu Rania hingga gadis itu nyaris terjatuh.

Rania tak punya pilihan. Dirinya hanya bisa larut dalam tangis. Tak menyangka dirinya akan terpenjara dalam jeruji emas. Indah tapi tersiksa bagai dalam neraka.

Tanpa menunggu perintah kedua kali Rania mengikuit langkah tuan besar.

****

Rania mematung di dekat pintu. Dia tidak berani melangkah lebih jauh tanpa perintah sang Tuan.

Sementara Rangga melepas seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya tanpa rasa canggung.  Pria itu seperti tidak merasakan kehadiran seorang gadis berada dalam satu kamar. Rangga melirik sekilas kearah Rania dan tersenyum sinis.

“Kenapa, Kau risih? Apa kau masih perawan? Belum pernah melihat pria tak berbusana?” tanyanya dengan cuek tanpa memikirkan perasaan malu si perawan ting-ting. Pria itu meraih handuk di atas ranjang dan berlalu menuju kamar mandi.

Rania kesal mendengar pertanyaan pria angkuh itu. Ingin sekali melempar bom kearahnya. Dia tidak bisa membayangkan mempunyai mertua seperti dia. Hidupnya pasti berada seperti dalam neraka.

“Siapa juga yang melihatnya tadi. Dia saja yang terlalu kegeeran.” Rania bermonolog dalam bathin.

“Dasar nyebelin. Gak tau sopan santun. Udah tau ada anak perawan di sini, malah buka baju. Apa matanya buta hingga tadi menuduhku melihat dadanya yang berotot dan bidang itu. Belum lagi bulu halus yang tumbuh di dadanya, Iih bikin merinding membayangkannya.” Rania bergumul dengan bathinnya. Dia begitu kesal dengan pria tak punya sopan santun itu.

Upps, Rania menutup mulutnya. Darimana dia tau kalau dada pria itu berotot dan ada bulu halus kalau tak melihatnya. Rania lalu menepuk keningnya pelan sambil bergumam, “Aduuh mata perawan gue udah ternoda dong. Iih ngapain sih ini mata tadi ngintip.” Rania menepuk  matanya dan menutup dengan kedua tangannya. Dia sangat malu kepada dirinya sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status