Share

3. PERNIKAHAN

Sesuai kesepakatan Rangga akan menikahi teman wanita putranya. Setelah menandatangani surat perjanjian yang berisi, jika dalam waktu dua bulan gadis itu tak kunjung hamil, maka ikatan perkawinan diantara mereka purna. Dan sekaligus pemulihan nama baik putranya.

“Aku rasa, ini adalah jalan yang terbaik demi masa depan putraku,” desis Rangga di antara deru napasnya.

Surat perjanjian ditulis tangan oleh Rangga sendiri. Tanpa pengacara, tanpa notaris dan tanpa bantuan asisten pribadinya.  Dia tidak ingin ada orang lain yang tau tentang hal memalukan ini.

“Mau tidak mau, aku harus menikahi gadis itu. Karena ini adalah jalan yang terbaik yang harus kutempuh, demi nama baik keluargaku.”

Tanpa persiapan apapun mereka segera melakukan prosesi pernikahan. Dengan mengundang tokoh agama setempat, ijab kabul segera terlaksana.

Uang tunai sebesar sepuluh juta rupiah menjadi mahar. Bukan permintaan dari mempelai wanita. Namun Rangga lah yang ingin memberikannya. Pria berkacamata itu memang terlihat angkuh. Namun hatinya begitu lembut dan penyayang. Tidak tega melihat seseorang yang menderita. Apalagi karena perbuatan anaknya.

‘Bu, Aku gak mau uang itu. Buat ibu saja.” Rania memberikan mahar kepada ibunya. Dia tidak mau menerima mahar tersebut. Gadis pendiam itu lebih memilih  memberikan kepada ibunda.

“Tidak, Nak. Mahar itu milikmu.” Lestari menolak. Wanita mana yang tidak sedih melihat nasib putrinya. Bayangan seorang ibu begitu indah. Ingin melihat sang putri berdandan bak cinderella saat bersanding di pelaminan bersama pujaan hati. Namun apa daya takdir berkata lain.

“Tapi aku ingin memberikannya kepada Ibu. Tolong, terimalah.” Rania menerima memaksa sang bunda untuk menerimanya.

Dengan terpaksa, Lestari menerimanya.

Prosesi pernikahan telah usai. Para tamu tak di undang telah kembali ke rumah masing-masing, tak terkecuali kedua orang tua Rania. Awalnya Rania tidak mau ditinggal. Dia begitu ketakutan. Namun Rangga berhasil meyakinkan gadis abg yang kini sudah sah menjadi istri sirinya, bahwa Ia akan menjaganya dengan baik. Bahkan Rangga sendiri yang akan memenuhi kebutuhan istrinya dan juga keluarganya. Rania menurut dan melepas kepergian orangtuanya dengan derai airmata.

 ******

Rangga menarik lengan Marchel dan menghempaskan tubuh putra sematawayangnya di atas sofa dengan kasar. Sorot mata penuh amarah menghunjam kearah sang putra yang terus menunduk. Rangga berkacak pinggang di hadapan putranya.

“Jelaskan kepada Papah! Apa yang sudah kamu lakukan, Marchel?!”

Marchel bergeming. Tubuhnya gemetar. Belum pernah Ia melihat papahnya semarah ini.

“Jawab Marchel! Jangan diam saja!” intonasi suara yang semakin meninggi, membuat lelaki berusia delapan belas tahun itu semakin ketakutan.

“M-Marchel ... tidak melakukan ... apapun, Pah!” jawab Marchel dengan terbata.

“Jangan bohong kamu! sejak kapan kamu belajar berbohong sama Papah! Dan siapa yang mengajarimu untuk bertindak di luar batas?”

“T-tapi ... memang Marchel tidak ... melakukannya.”

“Jangan bohongi Papah! Kalau kamu tak melakukan apapun, kenapa gadis itu bisa berteriak hingga orang satu komplek datang ke rumah? Dan kenapa gadis itu bisa berada di dalam kamarmu?!” kemarahan pria tampan itu makin tak terkendali. Namun dia masih bisa menjaga tangannya agar tak melayang kepada sang putra tercinta.

“Papah tanya saja sama Rania!”

“Rania! Kesini kamu!” suara teriakan Rangga sangat memekakan telinga. Bahkan  terdengar lebih mengerikan dari suara gelegar halilintar. Rania segera berlari menuju ke arah suaminya. Dia menundukkan kepala ketakutan.

“Duduk!” perintah Rangga. Rania lalu duduk di atas karpet permadani mewah yang menjadi alas dari lantai marmer.

“Duduk di samping Marchel!” Rangga menunjuk sofa di mana Marchel berada.

Rania melangkah perlahan. Dadanya dipenuhi rasa takut. Ia lalu duduk di samping lelaki yang sangat berbeda wajah, postur tubuh  dan juga warna kulit dengan papahnya. Lelaki playboy yang terbiasa ceria, kini hanya bisa menundukkan kepala.

Rangga menghela napas panjang dan mencoba mengontrol emosinya. Dia duduk di hadapan Rania dan menatap istrinya. Ya, Pria berkulit putih dan berhidung mancung itu menyadari jika gadis itu telah resmi menjadi istrinya. Entah apa yang harus dijelaskan kepada istrinya nanti. Yang penting sekarang, harus mengetahui kronologi dari kejadian memalukan ini.

“Rania, Saya tanya sama kamu, apa yang sudah Marchel  lakukan kepadamu?” Rangga bertanya dengan lembut. Pria itu mencoba menetralisir keadaan.

Kelopak mata Rania terasa panas. Buliran bening mulai berguguran tak dapat dicegah. Kejadian tadi benar-benar membuat Rania ketakutan. Entah apa yang ada di dalam pikiran teman yang baru saja resmi menjadi kekasihnya seminggu yang lalu.

“Jawab, Rania!” bentak Rangga. Pria itu terlihat semakin kesal melihat kebungkaman Rania.

Awalnya Rania tidak percaya bahwa cowok yang menjadi idola di kelasnya menyatakan cinta kepadanya. Benar-benar mengejutkan. Keraguan menyelimuti hatinya. Namun cowok berkulit coklat eksotis itu berusaha meyakinkan dan membuat Rania terbuai dengan rayuannya.

“Sekali lagi saya tanya kepadamu. Apa yang sudah Marchel lakukan kepadamu? Jawablah. Jangan diam saja!” Rangga menggebrak meja dengan keras.  Hingga membuyarkan lamunan Rania.

“Saya ... saya ....”

 “Rania, tolong jelaskan kepada saya, apa yang terjadi?” pertanyaan Rangga mengusik lamunan gadis berkulit putih bersih dan sangat cantik. Walau tanpa polesan make up yang membingkai wajahnya, gadis itu tetap mempesona.

Rangga memperhatikan gadis yang berusaha menutupi robekan baju. Tak sengaja Rangga melihat bahu istri keduanya yang putih mulus dan membuat desiran halus dalam darahnya. Membangkitkan gairah yang telah lama tak terpenuhi.

“Sorry.”Rangga memalingkan wajah, mencoba menetralisir gejolak dalam dadanya. Dia melepas jas yang dipakainya, lalu  beranjak dari tempat duduknya dan memakaikan jas untuk menutupi tubuh bagian depan Rania.

“Sedang apa mereka?” Marchel memperhatikan apa yang dilakukan papahnya. Dia memperlihatkan wajah tidak suka dan bergantian menatap kearah Rania dan papahnya. Reflek Marchel menepis lengan papahnya dengan kasar.

“Papah ngapain? Rania itu pacar Marchel, jangan coba-coba Papah mengambilnya!” Wajah Maechel memerah. Tak ada lagi kesan takut di sana. Hanya terlihat amarah yang tengah memasuki relung hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status