Sesuai kesepakatan Rangga akan menikahi teman wanita putranya. Setelah menandatangani surat perjanjian yang berisi, jika dalam waktu dua bulan gadis itu tak kunjung hamil, maka ikatan perkawinan diantara mereka purna. Dan sekaligus pemulihan nama baik putranya.
“Aku rasa, ini adalah jalan yang terbaik demi masa depan putraku,” desis Rangga di antara deru napasnya.
Surat perjanjian ditulis tangan oleh Rangga sendiri. Tanpa pengacara, tanpa notaris dan tanpa bantuan asisten pribadinya. Dia tidak ingin ada orang lain yang tau tentang hal memalukan ini.
“Mau tidak mau, aku harus menikahi gadis itu. Karena ini adalah jalan yang terbaik yang harus kutempuh, demi nama baik keluargaku.”
Tanpa persiapan apapun mereka segera melakukan prosesi pernikahan. Dengan mengundang tokoh agama setempat, ijab kabul segera terlaksana.
Uang tunai sebesar sepuluh juta rupiah menjadi mahar. Bukan permintaan dari mempelai wanita. Namun Rangga lah yang ingin memberikannya. Pria berkacamata itu memang terlihat angkuh. Namun hatinya begitu lembut dan penyayang. Tidak tega melihat seseorang yang menderita. Apalagi karena perbuatan anaknya.
‘Bu, Aku gak mau uang itu. Buat ibu saja.” Rania memberikan mahar kepada ibunya. Dia tidak mau menerima mahar tersebut. Gadis pendiam itu lebih memilih memberikan kepada ibunda.
“Tidak, Nak. Mahar itu milikmu.” Lestari menolak. Wanita mana yang tidak sedih melihat nasib putrinya. Bayangan seorang ibu begitu indah. Ingin melihat sang putri berdandan bak cinderella saat bersanding di pelaminan bersama pujaan hati. Namun apa daya takdir berkata lain.
“Tapi aku ingin memberikannya kepada Ibu. Tolong, terimalah.” Rania menerima memaksa sang bunda untuk menerimanya.
Dengan terpaksa, Lestari menerimanya.
Prosesi pernikahan telah usai. Para tamu tak di undang telah kembali ke rumah masing-masing, tak terkecuali kedua orang tua Rania. Awalnya Rania tidak mau ditinggal. Dia begitu ketakutan. Namun Rangga berhasil meyakinkan gadis abg yang kini sudah sah menjadi istri sirinya, bahwa Ia akan menjaganya dengan baik. Bahkan Rangga sendiri yang akan memenuhi kebutuhan istrinya dan juga keluarganya. Rania menurut dan melepas kepergian orangtuanya dengan derai airmata.
******
Rangga menarik lengan Marchel dan menghempaskan tubuh putra sematawayangnya di atas sofa dengan kasar. Sorot mata penuh amarah menghunjam kearah sang putra yang terus menunduk. Rangga berkacak pinggang di hadapan putranya.
“Jelaskan kepada Papah! Apa yang sudah kamu lakukan, Marchel?!”
Marchel bergeming. Tubuhnya gemetar. Belum pernah Ia melihat papahnya semarah ini.
“Jawab Marchel! Jangan diam saja!” intonasi suara yang semakin meninggi, membuat lelaki berusia delapan belas tahun itu semakin ketakutan.
“M-Marchel ... tidak melakukan ... apapun, Pah!” jawab Marchel dengan terbata.
“Jangan bohong kamu! sejak kapan kamu belajar berbohong sama Papah! Dan siapa yang mengajarimu untuk bertindak di luar batas?”
“T-tapi ... memang Marchel tidak ... melakukannya.”
“Jangan bohongi Papah! Kalau kamu tak melakukan apapun, kenapa gadis itu bisa berteriak hingga orang satu komplek datang ke rumah? Dan kenapa gadis itu bisa berada di dalam kamarmu?!” kemarahan pria tampan itu makin tak terkendali. Namun dia masih bisa menjaga tangannya agar tak melayang kepada sang putra tercinta.
“Papah tanya saja sama Rania!”
“Rania! Kesini kamu!” suara teriakan Rangga sangat memekakan telinga. Bahkan terdengar lebih mengerikan dari suara gelegar halilintar. Rania segera berlari menuju ke arah suaminya. Dia menundukkan kepala ketakutan.
“Duduk!” perintah Rangga. Rania lalu duduk di atas karpet permadani mewah yang menjadi alas dari lantai marmer.
“Duduk di samping Marchel!” Rangga menunjuk sofa di mana Marchel berada.
Rania melangkah perlahan. Dadanya dipenuhi rasa takut. Ia lalu duduk di samping lelaki yang sangat berbeda wajah, postur tubuh dan juga warna kulit dengan papahnya. Lelaki playboy yang terbiasa ceria, kini hanya bisa menundukkan kepala.
Rangga menghela napas panjang dan mencoba mengontrol emosinya. Dia duduk di hadapan Rania dan menatap istrinya. Ya, Pria berkulit putih dan berhidung mancung itu menyadari jika gadis itu telah resmi menjadi istrinya. Entah apa yang harus dijelaskan kepada istrinya nanti. Yang penting sekarang, harus mengetahui kronologi dari kejadian memalukan ini.
“Rania, Saya tanya sama kamu, apa yang sudah Marchel lakukan kepadamu?” Rangga bertanya dengan lembut. Pria itu mencoba menetralisir keadaan.
Kelopak mata Rania terasa panas. Buliran bening mulai berguguran tak dapat dicegah. Kejadian tadi benar-benar membuat Rania ketakutan. Entah apa yang ada di dalam pikiran teman yang baru saja resmi menjadi kekasihnya seminggu yang lalu.
“Jawab, Rania!” bentak Rangga. Pria itu terlihat semakin kesal melihat kebungkaman Rania.
Awalnya Rania tidak percaya bahwa cowok yang menjadi idola di kelasnya menyatakan cinta kepadanya. Benar-benar mengejutkan. Keraguan menyelimuti hatinya. Namun cowok berkulit coklat eksotis itu berusaha meyakinkan dan membuat Rania terbuai dengan rayuannya.
“Sekali lagi saya tanya kepadamu. Apa yang sudah Marchel lakukan kepadamu? Jawablah. Jangan diam saja!” Rangga menggebrak meja dengan keras. Hingga membuyarkan lamunan Rania.
“Saya ... saya ....”
“Rania, tolong jelaskan kepada saya, apa yang terjadi?” pertanyaan Rangga mengusik lamunan gadis berkulit putih bersih dan sangat cantik. Walau tanpa polesan make up yang membingkai wajahnya, gadis itu tetap mempesona.
Rangga memperhatikan gadis yang berusaha menutupi robekan baju. Tak sengaja Rangga melihat bahu istri keduanya yang putih mulus dan membuat desiran halus dalam darahnya. Membangkitkan gairah yang telah lama tak terpenuhi.
“Sorry.”Rangga memalingkan wajah, mencoba menetralisir gejolak dalam dadanya. Dia melepas jas yang dipakainya, lalu beranjak dari tempat duduknya dan memakaikan jas untuk menutupi tubuh bagian depan Rania.
“Sedang apa mereka?” Marchel memperhatikan apa yang dilakukan papahnya. Dia memperlihatkan wajah tidak suka dan bergantian menatap kearah Rania dan papahnya. Reflek Marchel menepis lengan papahnya dengan kasar.
“Papah ngapain? Rania itu pacar Marchel, jangan coba-coba Papah mengambilnya!” Wajah Maechel memerah. Tak ada lagi kesan takut di sana. Hanya terlihat amarah yang tengah memasuki relung hatinya.
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap