"Nona Lily, silahkan letakkan barang anda di walk in kloset." Ucap Raize memberi instruksi." Saya akan menunggu anda di sini."
"Baiklah." Lily berjalan ke arah yang Raize tunjuk. Di dalam walk in closed pun Lily masih di buat takjub. Pakaian serba mahal beserta aksesoris lainnya yang tersusun sangat rapi. Meski begitu, Lily tak boleh terpana terlalu lama dia harus kembali ke tempat Raize menunggu. "Anda sudah selesai?" Tanya Raize begitu Lily kembali ke dekatnya. Yang di jawab dengan anggukan oleh gadis cantik itu. "Baiklah nona, pertama saya perkenalkan dulu..." Raize berjalan mendekati ranjang di mana seorang pria yang nyaris sempurna terlelap tanpa bergerak. Wajah tampan, alis tebal, kulit bersih, hidung mancung, bibir yang tipis dengan sedikit bulu halus di wajahnya. Membuat pria itu tampak sangat sempurna, hanya ia sedang lelap kini. "Beliau adalah tuan muda Axelo, suami sah anda. Seperti yang anda ketahui, saat ini beliau mengalami kondisi vegetatif. Kondisi dimana tubuh dan otaknya tidak dapat bergerak, namun masih bisa mendengar dan merasakan." "Benarkah? Jadi dia Mendengar apa yang kita bicarakan sekarang?" Ragu Lily memandang Axelo menyeluruh. "Begitulah kemungkinan yang di sampaikan oleh dokter Yu." "Aahh, kasihan sekali dia." Raize tersenyum tipis. "Tugas anda di sini adalah untuk merawat suami anda dengan sepenuh hati. Dan memgikuti aturan yang berlaku di sini."jelas Raize, sesaat menjeda melihat reaksi Lily yang datar. "Seperti memenuhi semua kebutuhannya, membantu nya mandi, membersihkan diri dan menemaninya agar dia bisa cepat sadar." "Tunggu, merawat dan sebagainya ku tidak keberatan, tapi, mandi dan membersihkan diri? Maksudnya aku memandikan dia? Begitu?" Lily mengulang merasa aneh. "Benar nona." Angguk Raize dengan senyum maklum yang sulit enyah dari wajahnya. "Bagaimana kalau bagian itu, kamu saja yang kerjakan?" Tawar Lily enggan."Kalian kan.... yaah... sejenis." "Tidak bisa nona, saya punya pekerjaan sendiri. Lagi pula anda istrinya, sudah sepatutnya anda yang melakukannya." "Tapi... Dalam perjanjian... Tidak ada..." "Perjanjian...?" Lily yang merasa keceplosan mengulas senyum kaku. Lalu dengan terpaksa menyetujui semua yang Raize jelaskan. Dan di sinilah Lily, duduk di kursi samping ranjang suaminya terbaring tak bergerak. Beberapa kali Lily terus menghela nafasnya. Lily menatapi wajah tampan itu, hidungnya yang Bangir dan alis tebalnya membuat pria itu sangat sempurna. Dan sesungguhnya, Lily tak bisa menolak pesonanya. "Sempurna. Jika hidup pasti akan memikat setiap wanita. Sayang ya kamu ini entah hidup atau mati. Aku tidak tau." "Aahh, sudahlah lakukan tugasku saja." Gumam Lily merasa sangat berat. Berat, karena tugas pertamanya adalah memandikan Axelo. "Ya ampun, kau tampan sekali, bagaimana jika aku tergoda dan memperkosa mu? Astaga!"Lily kembali bernafas berat nan susah. Lalu terdiam sesaat, otaknya seperti sedang berpikir. "Hei! Kau benar-benar tidak sadarkan diri kan? Aku tidak mungkin menggrayangi tubuh mu dan memandikanmu kan?" Lily menghela nafas berat nya lagi. Lalu melirik kecil pada Axelo. Menatap lama pada pria yang tak bergerak itu. " Jadi, sebenarnya tidak akan ada yang tau aku memandikan mu atau tidak." Senyum licik tersungging di wajah cantiknya. Beberapa saat kemudian. Lily menepuk tangannya. Memandang Axelo yang sudah rapi dan berganti baju. "Lihat, kau sudah rapi, tampan dan wangi. Tidak akan ada yang tau jika aku hanya menyemprotkan parfum padamu. Ha-ha-ha..." Riang Lily merasa bangga dengan idenya, hingga ia tak perlu menodai matanya dengan membersihkan tubuh Axelo. "Apa? Kau keberatan. AHa-ha-ha, kau bahkan tidak sadar. Mana bisa kamu mengadu. Haaahh,, ternyata enak juga menikahi pria vegetatif." Timpal Lily lagi dengan senyum mengejek pada suaminya, yang sudah pasti tak akan bisa menjawab. Di ruang makan, tampak seluruh anggota keluarga berkumpul menikmati makanan. Tentu saja kecuali Axelo yang terbaring di kamarnya. Tuan Douglas melirik Lily yang menyantap dengan tidak bersemangat. Lalu ia berdehem, semua mata mengalihkan padangan pada nya. "Lily, kenapa wajahmu suram? Apa rasa masakan ini tak sesuai dengan seleramu?" Lily hendak membuka mulutnya untuk bersuara, namun.... "Mungkin ini pertama kalinya dia makan makanan enak ini, ayah." Sela Camelia melihat Lily melalui ekor mata dengan pandangan yang merendahkan."Kurasa itu bukan wajah suram, tapi girang karena makanan." Lily tersenyum dengan sedikit dipaksakan mendengar cemoohan dari Camelia, seraya berkata; "Benar Tan, kek, ini memang hanya tentang rasa. Semua akan tetap tercampur aduk di dalam sana dan akan keluar dari lobang yang sama." Sudut bibir tuan Douglas terangkat, namun tipis hingga tak ada yang menyadarinya. Trang! Kesal, Camelia meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring. "Apa orang tuamu tidak mengajari tata Krama ketika di meja makan?" "Tentu saja mereka mengajariku dengan sangat baik, Tan. Tapi di sini, seperti nya aku juga harus belajar tata Krama baru. Dan aku akan memulainya dari Tante." Camelia menggenggam erat ganggang garpu dan pisau untuk mengalihkan semua kekesalan nya di sana. "Sudah cukup." Tuan Douglas bersuara berat dan dingin."Lain kali jangan menyela ataupun menjawab pertanyaan yang tidak di tujukan padamu, Camelia." "Dan Lily, bersikap lah sopan pada bibi mu." "Baik, kakek Douglas." Tunduk Lily patuh. Setidak nya Lily tau siapa yang berkuasa di rumah ini. Dan padanya-lah Lily harus menjilat agar selamat. Sementara itu, Russell anak Camellia, mencuri pandang dengan senyum tipis di wajahnya. Melirik Lily yang sedikit banyak sudah membuatnya tertarik. Wanita yang bahkan berani melawan ibunya, sangat berbeda dengan Angelica, kekasih Axelo yang sudah jatuh ke pelukannya. Sibuk menjilat Camelia. Seusai sarapan, Lily bermaksud kembali ke kamar Axelo, namun Camelia yang sudah kesal pada Lily menyusul dengan langkah lebar. Tanganya terulur hampir menyentuh rambut Lily yang panjang. Gadis gesit itu menggeser tubuhnya ke samping hingga Camelia jatuh tersungkur ke depan. Lalu Lily berbalik menatap Camellia, senyum tipis tersungging di wajahnya. Hal itu tentu bukan tak di sengaja, namun Lily memang pandai bersandiwara. "Haaa... Ya ampun Tante, apa yang Tante lakukan sampai tersungkur begitu? Apa kau terantuk sesuatu? Perlukan aku membantu?" Dengan sangat jelas, Lily pura-pura terkejut dan mengulurkan tangannya, itu membuat Camelia meradang. Gadis itu sengaja melawan padanya. Camelia mengangkat tangannya hendak menyambut tangan itu sebagai pegangan. Nyaris menyentuh, tapi tangan Lily lebih dulu terangkat ke atas dan ia gunakan untuk menyingkirkan anak rambut di belakang telinganya seraya tersenyum mengejek. "Maaf Tante, sepertinya Axelo memanggil. Aku pergi dulu." ucap Lily melenggang melangkahkan kaki jenjangnya. Tangan Camelia yang mengambang di udara semakin membuat dirinya diliputi amarah. "Gadis busuk! Beraninya ia melawan dan mempermainkan ku!" Geram Camelia memukul udara. "Sudahlah, untuk apa kamu menghabiskan waktu bermain dengan gadis itu?" Elvan mendekat dan mengulurkan tangannya pada sang istri. Ia menyaksikan semua drama yang baru aja terjadi. Camelia melirik sinis suaminya. "Kita masih punya kartu as-nya. Jangan habiskan tenagamu untuk hal kecil seperti ini." Camelia yang berdiri di bantu oleh sang suami menatap tajam pada Elvan. "Elvan, aku harus menegaskan dominasi ku!" Geram Camelia melirik ke arah kamar Axelo."Gadis busuk itu, harus tau siapa yang sudah ia singgung.""Keluarga Nyonya Lilyana whites." Axelo segera berlari mendekat, dengan tatapan penuh harap untuk istrinya baik-baik saja. "Saya suaminya." "Pasien tidak mengalami luka dalam, Tuan. Beberapa luka luar pasien juga sudah ditangani. Kami juga melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada pasien dan semua organ normal tanpa gangguan," terang dokter. "Syukurlah! Itu artinya, Istriku baik-baik saja, kan, dok?" Dokter mengangguk sembari mengulas senyum. "Benar, Tuan. Dan dari hasil pemeriksaan ... kami menemukan sesuatu," ungkap sang dokter. "M-menemukan apa?" "Ada janin di rahim pasien, Tuan. Pasien tengah mengandung," ujar dokter membuat Axelo terdiam seketika. "A-apa?" "Pasien hamil, Tuan!" axelo diam seribu bahasa. Ia benar-benar tak menyangka akan mendapatkan kabar mengejutkan ini setelah dibuat geger ole
"Apa mau mu, Russell?" Russell menyeringai, "Mau ku? Tembak kepalamu sendiri, Axelo!" Hening, Axelo masih menggeretakkan giginya saling beradu. Ia sangat tau Russell memang membencinya, sejak dulu Russell memang selalu berusaha mengambil apapun yang menjadi haknya. Bahkan, Angelica pun tak luput dari Russell. Sayangnya, Angelica memang wanita jallang yang mudah tergoda. Axelo tidak mempermasalahkan karena memang ia tak segila itu mempertahankan wanita yang dengan suka rela menyerahkan tubuhnya pada pria lain. Tapi, Lily berbeda, wanita yang satu ini berperan besar dalam mengumpulkan bukti kejahatan Camelia dan Elvan. Dia juga menjaga diri dari bujuk rayu Russell sampai mendapatkan pelecehan dari sepupunya. "Ayo! Kenapa ragu? Atau kau lebih suka melihat kepala wanitamu menyentuh aspal dengan keras?" Russell sedikit mengangkat kakinya yang berpijak pada tali yang menggantung tubuh Lily. Karena berat badan Lily, otomatis tubuh Lily yang meng
Lily membuka matanya, ruang remang dan berbau pengap. Kepalanya terasa sangat pusing, Lily terus mencoba mengumpulkan kesadarannya. Melihat lebih jelas meski sulit untuk melihat dalam ruangan yang minim pencahayaan itu. Lily menyadari gerak tubuhnya terbatas, merasakan ikatan yang kuat di tangan dan tubuhnya. Rasa cemas dan gelisah menghinggapi nya seketika, saat ingatan akan pertemuan dengan Russel. Masih lekat dalam ingatannya, tentang pelecehan yang Russell lakukan padanya. Tubuh Lily menggigil seketika, matanya berkeliaran mencari pria yang sudah menculiknya kali ini. Lily takut, tapi, meski berteriak meminta tolong, tak akan ada yang datang karena ia yakin, Russel bukan pria bodoh yang menyekap tawanannya di tengah kota. Saat ini Lily hanya berharap, Axelo akan datang menolongnya. Segaris cahaya terlihat menyinari ruangan yang perlahan melebar sebesar pintu. Pertanda, seseorang memasuki ruang remang itu. Lily menajamkan penglihatan, sosok yang tamp
"Apa kamu bilang? Russell kabur?" Suara kakek Douglas menggema di seluruh ruangan. Ada gelisah yang tersisip amarah. Amarah untuk para penjaga yang teledor hingga Russell sampai lolos dari pulau pengasingan, dan rasa gelisah jika sampai Axelo tau, sudah pasti dia tak akan melepaskan Russell. Mengingat Axelo seorang pendendam. "Russell, jangan sampai kau mendkati Lily lagi. Kakek tak bisa melindungi mu jika kau sampai nekat." Gumam tuan Douglas. Mau semarah apapun tuan Douglas, dan seburuk apapun Russell, tetaplah cucu. Darah daging tuan Douglas juga. Ia tak akan Setega itu jika sampai Russel membuat ulah dan Axelo sampai melewati batasnya. Tuan Douglas memijit pelipisnya, sangat mudah menangani orang lain. Tinggal buang dan hancurkan, tapi Russell keluarga nya. Tak mungkin juga ia akan berlaku sama. "Temukan Russel sebelum Axelo mendengar kabar tentang bocah yang kabur itu." Perintah kakek Douglas tegas dengan sorot mata
Russel mengendap-endap keluar dari kamarnya. Melangkah di tengah malam yang pekat, pria itu memakai pakaian serba hitam, tak lupa memasang topi. Mata Russel menari kesana kemari, memastikan pergerakannya tak di sadari oleh penjaga dan pelayan di rumah itu. Russel terus berjalan dengan langkah berhati-hati tapi cepat. Russel menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan keadaan aman untuknya kabur. Rencana malam ini ia akan kabur dengan bersembunyi di dalam peti yang mengangkut sayur dan bahan makanan. Langkah Russel telah sampai di gudang tempat penyimpanan barang. Russell menyusuri tempat itu dan menunggu kapal yang biasa di gunakan untuk mengangkut bahan makanan. Selama beberapa hari Russell terus memperhatikan kapan kapal itu keluar masuk, siapa saja dan bagaimana. Sampai ia cukup yakin untuk menyelip bersama dan kabur. Russell mengendap mendekati kapal saat ia merasa keadaan cukup aman meski ada beberapa penjaga dan orang yang keluar masuk. Pria itu awal
Tubuh Bella menegang seketika. Amarah yang tadinya menggebu-gebu mendadak menguap begitu mendengar suara Axelo. Apalagi mendapat tatapan tajam mata elang Axelo yang langsung menghujam nyalinya. "Apa anda punya masalah sampai membuat keributan di kediaman ku, Nyonya Bella?" Bella mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Akan sangat memalukan jika dia sudah berniat melabrak Lily dan tiba-tiba menciut di depan Axelo. Setidaknya dia harus mencari pembenaran untuk tindakannya. "A-aku kemari karena putriku, tuan muda Axelo." "Oohh ya? Ada apa dengan putrimu?" "Clarissa dan Lily sedikit berseteru. Dan aku ingin mengkonfirmasi nya dengan Lily." "Benarkah? Aku lihat kau hanya meninggikan suara Sejak tadi. Aku pikir itu bukan konfirmasi, tapi makian." Wajah Bella makin menegang, keringat sebiji jagung turun dari wajahnya. Kalimat Axelo sekali lagi menusuk nyalinya. "I-i