"Aku tidak Sudi menikahi pria koma, kenapa tidak Lily saja?" Karena hutang keluarga, Lily dimanipulasi oleh ayahnya, dan terpaksa menikah dengan Axelo, tuan muda dari keluarga Douglas yang koma karena kecelakaan yang menimpanya.
View More"Apa?"
Clarissa membelalakan matanya mendengar penuturan Sang papa. "Aku nggak mau pah." Vokal Clarisa keras."Yang benar saja papa mau menikahkan aku dengan pria koma itu." "Lalu kau berharap siapa? Hanya kau anak gadis ku Clarissa!" tukas Lukas tak kalah vokal. "Aku tidak mau! Tidak Sudi! Kenapa bukan Marisa saja yang kau nikahkan dengan pria itu, pa?" saran Clarisa tanpa mengurangi nada suaranya yang tinggi. "Marisa masih bersekolah, Clarissa! Di mana letak otak mu sampai mau mengorbankan Marisa?" "Lalu papa mau mengorbankan aku?" Clarisa balik bertanya dengan wajah yang semakin mengeras. "Atau kau lebih menyukai papa mu ini mati dengan meninggalkan hutang untukmu, Clarisa?" Lukas mendelik tajam pada anaknya. "Aaarrrggg!" Clarisa berteriak frustasi mengacak rambutnya. "Ingatlah Clarisa! Kau hidup bergelimang harta juga dari papa. Karena memanjakan mu, papa sampai seperti ini. Sudah sewajarnya jika kamu berkorban sedikit. Hanya menikah, bukan hal yang sulit," cecar Lukas menginterupsi anaknya. Clarisa menangis menutup wajahnya, gadis yang hidup glamor dan bebas itu, tidak rela jika harus terkekang dengan menikahi pria vegetatif meski dari keluarga konglomerazi Douglas Alfaro, dengan aturan-aturan nya yang sudah menjadi rahasia umum. Clarisa tak mau menderita. "Aku tidak mau menikah dengan pria koma itu, ma! Aku tidak mau mengurus nya, aku masih ingin menikmati hidup dan menikah dengan pria yang aku cintai, ma!" rengek Clarisa mengadu pada mamanya, Bella. Bella mengusap punggung Clarisa yang menangis dalam pelukannya. "Tenang nak, tidak akan mama biarkan papamu seenaknya saja menikahkan kamu dengan pria koma itu," ucap Bella menatap sinis Lukas. "Tidak seorangpun dari anak mama yang akan menikah dengan nya." "Apa maksudmu Bella?" Kini giliran Bella yang mendapat tatapan tajam dari Lukas."Meski pun aku mati untuk membayar hutang ku, kalian tetap tidak akan lepas dari keluarga Tuan besar Douglas. Tinggal pilih, menikah atau mati?" "Jangan khawatir papa, bukankah kamu masih punya seorang anak lagi? Yang sekarang sedang bekerja di LA?" Bella tersenyum licik. Mata Lukas menyipit. "Apa maksudmu, Lily?" "Benar, Lily. Anak dari wanita itu." "Kita sudah membuangnya, Bella. Apa menurutmu dia cukup bodoh untuk mau kembali dan menjadi penebus hutang ku?" Lukas bertanya dengan dingin dan sangsi. "Apa menurutmu, tidak mungkin? Kau masih ayah nya, Lukas. Ingat, jika kau dalam bahaya aku yakin dia pasti akan rela berkorban. Seperti ibunya yang bodoh," ucap Bella tersenyum licik. *** Di belahan bumi yang lain. "Lily! Siang ini kita ada meting dengan Tuan Adam dari Dubai." "Baik, akan saya persiapkan," ucap Lily dari meja kerja nya sembari meletakkan ganggang telpon. Lalu ia merenggangkan otot-otot nya. "Lily, ayo lunch," ajak salah satu rekan kerja nya dari bilik sebelah. "Tidak, aku masih banyak kerjaan," tolak Lily halus tanpa beranjak dari kursinya. Selepas menyiapkan berkas untuk meting dengan tuan Adam. Lily bersiap untuk makan siang. Bertepatan dengan itu, ponselnya berdering. Sejenak Lily tertegun, melihat nama kontak yang tak pernah menghubunginya lima tahun terakhir. Secara ajaib muncul di layar ponsel dan melakukan sambungan telpon padanya. Lily ragu, pria yang sudah ia anggap mati karena telah membuangnya. Tiba-tiba menelpon, batin Lily bergejolak, bertarung antara ego dan rasa rindu pada sang papa. Lily membasahi tenggorokannya yang kering, dan tercekat. Egonya kalah. Rasa rindu akan papanya membuat Lily akhirnya membuka suara. Meski pria itu tak pernah menganggap nya ada. "Ada apa, Papa?" Mendengar suara sang papa yang lemah dan tak berdaya. Wajah Lily berubah pias, matanya telah basah hingga membuat genangan di pelupuk mata. "Aku akan pulang, Pa," putus Lily dengan air mata yang menetes begitu saja di pipinya. **** Bruak! Tubuh Lukas tersungkur di atas lantai ruang kerjanya. Darah tampak mengalir dari sudut bibir dan lebam di pelipisnya. "Am-ampuni saya, tuan." Lukas merangkak dari tempat nya tersungkur hingga menyentuh kaki Ervan. Pria yang kini duduk di atas sofa dengan kaki menyilang dan menghisap cerutu yang kini berpindah di antara selipan dua jarinya. Pria itu sedikit membungkukkan badannya, dua orang berbadan kekar yang menjadi bodyguard Ervan, menarik baju Lukas dan menjambak rambutnya hingga mendongak menatap sang tuan. Ervan menyemburkan asap cerutu ke wajah Lukas. Hingga Lukas terbatuk-batuk oleh asap nya. Namun tanpa ampun para pria bertubuh kekar itu memaksa Lukas tetap menatap tuannya. Di iringi tawa terbahak-bahak. "Dengar Lukas, kami sudah memberimu tenggat untuk melunasi semua hutang mu." "Sa-saya pasti akan mengembalikan nya." "Dengan apa?" Pria itu menatap remeh Lukas dengan pandangan bengisnya."Bahkan jika kau jual seluruh asetmu itu tak akan cukup." "A-anakku. Anak ku yang akan menebusnya. Bukankah kalian sedang mencari seorang wanita untuk di nikahkan dengan tuan muda Axelo?" "Ha-ha-ha..." Suara tawa Ervan menggelegar ."Benar sekali. Rupanya kabar sudah sampai di telinga mu." Sambil menatap dengan mendominasi. "Ten-tentu saja tuan." "Jadi kau setuju menjual putrimu sebagai penebus hutang?" Ervan mengambil bingkai foto yang berada di atas meja shabi samping sofa tamu ruang kerja Lukas. Dan memandang dengan seringai. Sa-saya punya seorang putri..." Merasa dipermainkan, Ervan berdiri dari duduknya setelah menendang tubuh Lukas hingga tersungkur ke belakang. "Seorang? Bukankah kau memiliki dua orang putri?" Ervan melirik tajam sembari menunjukkan foto keluarga yang ada di tangannya. "Ti-tiga. Saya memiliki tiga orang putri. Dia memang tidak ada di sana, karena dia sedang bekerja di LA."Dengan cepat Lukas membenahi posisinya dan berlutut."Dia yang akan menikah dengan tuan muda Axelo." "Tunjukkan padaku!" Lukas mengeluarkan gawai nya dengan tangan bergetar hebat. Lalu menunjukkan foto Lily beberapa tahun silam yang terlihat sangat polos. Ervan diam berpikir, mengusap dagunya. "Baiklah, kapan dia kembali?" "Si-siang ini." "Dengar, Lukas! Jika kali ini dia tidak kembali, dua putri yang tersisa yang akan menggantikan dia dan menjadi babu dikediaman kami!" Ancam Ervan tidak main-main. "Dan bersiap-siap lah kehilangan lima jarimu." "Ba-baik." Jawab Lukas dengan wajah tegang dan ketakutannya. **** Hari ini untuk pertama kali nya Lily menginjakan kaki setelah lima tahun silam, ia meninggalkan rumah besar keluarga Lukas. Lily menatap bangunan yang menjadi kenangan indah bersama mamanya dulu sampai wanita yang paling di cintainya itu meninggal saat usianya masih delapan tahun. Usia yang seharusnya menjadi masa paling indah dan paling di sayang. Namun, semua berubah sejak papa Lukas membawa masuk Mama Bella beserta dua orang putrinya. Dunia Lily berubah 180 derajat. Ia mendapat perlakuan tak adil dari papa Lukas, dan perlakuan yang lebih kejam mama Bella dan saudara tirinya Carisa. Meski lebih muda, Clarisa sudah licik sedari kecil. Apapun yang Lily punya selalu di rebut dan menyalahkan Lily sebagai kakaknya. Tentu saja, mama Bella akan membela anaknya ketimbang menelusuri lebih jauh siapa yang bersalah. Darah, memang lebih kental dari pada air. Istilah itu memang cocok untuk ibu dan anak yang memiliki sifat yang sama liciknya dan perebut. Lily menarik nafas dalam, melangkahkan kaki jenjangnya memasuki rumah. Tak ada sambutan, netra Lily mengedar di setiap sudut ruang yang luas itu. Menghirup udara yang ia rindui selama hampir lima tahun lebih. Kenangan tentang mama Amber menari di pelupuk matanya. Menimbulkan genangan di sana. "Wah, siapa ini yang datang?" Suara ketukan sepatu pantofel dengan lantai beradu diiringi sosok Clarisa yang mendekat."Keluarga Nyonya Lilyana whites." Axelo segera berlari mendekat, dengan tatapan penuh harap untuk istrinya baik-baik saja. "Saya suaminya." "Pasien tidak mengalami luka dalam, Tuan. Beberapa luka luar pasien juga sudah ditangani. Kami juga melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada pasien dan semua organ normal tanpa gangguan," terang dokter. "Syukurlah! Itu artinya, Istriku baik-baik saja, kan, dok?" Dokter mengangguk sembari mengulas senyum. "Benar, Tuan. Dan dari hasil pemeriksaan ... kami menemukan sesuatu," ungkap sang dokter. "M-menemukan apa?" "Ada janin di rahim pasien, Tuan. Pasien tengah mengandung," ujar dokter membuat Axelo terdiam seketika. "A-apa?" "Pasien hamil, Tuan!" axelo diam seribu bahasa. Ia benar-benar tak menyangka akan mendapatkan kabar mengejutkan ini setelah dibuat geger ole
"Apa mau mu, Russell?" Russell menyeringai, "Mau ku? Tembak kepalamu sendiri, Axelo!" Hening, Axelo masih menggeretakkan giginya saling beradu. Ia sangat tau Russell memang membencinya, sejak dulu Russell memang selalu berusaha mengambil apapun yang menjadi haknya. Bahkan, Angelica pun tak luput dari Russell. Sayangnya, Angelica memang wanita jallang yang mudah tergoda. Axelo tidak mempermasalahkan karena memang ia tak segila itu mempertahankan wanita yang dengan suka rela menyerahkan tubuhnya pada pria lain. Tapi, Lily berbeda, wanita yang satu ini berperan besar dalam mengumpulkan bukti kejahatan Camelia dan Elvan. Dia juga menjaga diri dari bujuk rayu Russell sampai mendapatkan pelecehan dari sepupunya. "Ayo! Kenapa ragu? Atau kau lebih suka melihat kepala wanitamu menyentuh aspal dengan keras?" Russell sedikit mengangkat kakinya yang berpijak pada tali yang menggantung tubuh Lily. Karena berat badan Lily, otomatis tubuh Lily yang meng
Lily membuka matanya, ruang remang dan berbau pengap. Kepalanya terasa sangat pusing, Lily terus mencoba mengumpulkan kesadarannya. Melihat lebih jelas meski sulit untuk melihat dalam ruangan yang minim pencahayaan itu. Lily menyadari gerak tubuhnya terbatas, merasakan ikatan yang kuat di tangan dan tubuhnya. Rasa cemas dan gelisah menghinggapi nya seketika, saat ingatan akan pertemuan dengan Russel. Masih lekat dalam ingatannya, tentang pelecehan yang Russell lakukan padanya. Tubuh Lily menggigil seketika, matanya berkeliaran mencari pria yang sudah menculiknya kali ini. Lily takut, tapi, meski berteriak meminta tolong, tak akan ada yang datang karena ia yakin, Russel bukan pria bodoh yang menyekap tawanannya di tengah kota. Saat ini Lily hanya berharap, Axelo akan datang menolongnya. Segaris cahaya terlihat menyinari ruangan yang perlahan melebar sebesar pintu. Pertanda, seseorang memasuki ruang remang itu. Lily menajamkan penglihatan, sosok yang tamp
"Apa kamu bilang? Russell kabur?" Suara kakek Douglas menggema di seluruh ruangan. Ada gelisah yang tersisip amarah. Amarah untuk para penjaga yang teledor hingga Russell sampai lolos dari pulau pengasingan, dan rasa gelisah jika sampai Axelo tau, sudah pasti dia tak akan melepaskan Russell. Mengingat Axelo seorang pendendam. "Russell, jangan sampai kau mendkati Lily lagi. Kakek tak bisa melindungi mu jika kau sampai nekat." Gumam tuan Douglas. Mau semarah apapun tuan Douglas, dan seburuk apapun Russell, tetaplah cucu. Darah daging tuan Douglas juga. Ia tak akan Setega itu jika sampai Russel membuat ulah dan Axelo sampai melewati batasnya. Tuan Douglas memijit pelipisnya, sangat mudah menangani orang lain. Tinggal buang dan hancurkan, tapi Russell keluarga nya. Tak mungkin juga ia akan berlaku sama. "Temukan Russel sebelum Axelo mendengar kabar tentang bocah yang kabur itu." Perintah kakek Douglas tegas dengan sorot mata
Russel mengendap-endap keluar dari kamarnya. Melangkah di tengah malam yang pekat, pria itu memakai pakaian serba hitam, tak lupa memasang topi. Mata Russel menari kesana kemari, memastikan pergerakannya tak di sadari oleh penjaga dan pelayan di rumah itu. Russel terus berjalan dengan langkah berhati-hati tapi cepat. Russel menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan keadaan aman untuknya kabur. Rencana malam ini ia akan kabur dengan bersembunyi di dalam peti yang mengangkut sayur dan bahan makanan. Langkah Russel telah sampai di gudang tempat penyimpanan barang. Russell menyusuri tempat itu dan menunggu kapal yang biasa di gunakan untuk mengangkut bahan makanan. Selama beberapa hari Russell terus memperhatikan kapan kapal itu keluar masuk, siapa saja dan bagaimana. Sampai ia cukup yakin untuk menyelip bersama dan kabur. Russell mengendap mendekati kapal saat ia merasa keadaan cukup aman meski ada beberapa penjaga dan orang yang keluar masuk. Pria itu awal
Tubuh Bella menegang seketika. Amarah yang tadinya menggebu-gebu mendadak menguap begitu mendengar suara Axelo. Apalagi mendapat tatapan tajam mata elang Axelo yang langsung menghujam nyalinya. "Apa anda punya masalah sampai membuat keributan di kediaman ku, Nyonya Bella?" Bella mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Akan sangat memalukan jika dia sudah berniat melabrak Lily dan tiba-tiba menciut di depan Axelo. Setidaknya dia harus mencari pembenaran untuk tindakannya. "A-aku kemari karena putriku, tuan muda Axelo." "Oohh ya? Ada apa dengan putrimu?" "Clarissa dan Lily sedikit berseteru. Dan aku ingin mengkonfirmasi nya dengan Lily." "Benarkah? Aku lihat kau hanya meninggikan suara Sejak tadi. Aku pikir itu bukan konfirmasi, tapi makian." Wajah Bella makin menegang, keringat sebiji jagung turun dari wajahnya. Kalimat Axelo sekali lagi menusuk nyalinya. "I-i
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments