Share

Part 3. Pertemuan Berikutnya

Author: Ida Raihan
last update Last Updated: 2023-08-28 20:11:14

Part 3. Pertemuan Berikutnya

Tidak memerlukan waktu lama buat Ayara mencerna apa yang baru saja disampaikan oleh Dihyan. Balas budi. Dua kalimat yang tidak bisa Ayara bantah, karena keduanya tidak bisa lunas hanya dengan hukuman cambuk rotan.

Berkali-kali Ayara menarik napas berat. Sebagai gadis jelang sembilan belas tahun, yang jiwa mudanya masih menggebu, dan menginginkan impiannya sendiri terwujud, Ayara sangat keberatan atas permintaan Dihyan dan Gayatri.

Seharusnya dia meraung saat ini. Menolak dengan keras permintaan mereka. Orang yang telah membesarkannya itu. Namun Ayara tidak melakukannya. Pantang baginya menangis di depan orang, seperti wanita pada umumnya.

"Katakan sesuatu, Ayara," pinta Dihyan.

“Ayara, kamu bersedia kan, Nak?” Gayatri menimpali dengan nada cemas. Mereka sangat tahu karakter Ayara. Sejak kecil, jika dia tidak mau melakukan sesuatu, dia akan berontak dan lebih memilih dicambuk lima sampai sepuluh kali di bawah pohon jambu air, di belakang rumah, hingga kedua kakinya lebam oleh bekas cambukan. Tanpa menangis.

Berbeda sekali dengan kakaknya, Kyra Arundati, yang selalu patuh kepada kedua orang tuanya. Kyra bahkan bisa menangis ketika melihat Ayara sedang dihukum.

“Apa aku ada pilihan?” Ayara balas bertanya. Kepalanya terangkat, kedua matanya tajam menatap dua orang di depannya. Dihyan mendesah.

“Ayara, kami tidak bermaksud memaksamu, tetapi kamu tahu kan, Kyra masih ingin mengejar mimpinya.” Gayatri hendak menyentuh tangan Ayara saat mengatakan itu. Namun Ayara langsung menarik, menjauhkan tangannya dari jangkauan Gayatri. Kemudian ia berdiri.

Ayara tidak mau mendengar kalimat Gayatri selanjutnya, karena dia yakin, itu pasti kalimat-kalimat pujian untuk Kyra. Anak yang cerdas, rajin, masa depannya cerah., dan sebagainya.

“Bawa aku bertemu Tuan Nawang besok,” kata Ayara kemudian. Usai berkata begitu, ia langsung mendorong kursinya menjauh ke belakang tubuhnya., dan bermaksud pergi meninggalkan Dihyan dan Gayatri.

“Apa yang akan kamu lakukan?” Ayara kembali berhenti.

“Menerima tawarannya.” Usai berkata begitu, Ayara langsung melangkah dengan cepat. Dihyan dan Gayatri saling pandang.

***

Pagi sekali, sebelum Dihyan dan Gayatri bangun, Ayara menyelinap keluar rumah. Menyusuri jalan setapak, yang akan menuju jalan besar ke tempat pelatihan bela diri. Hari ini kelompoknya akan diperkenalkan dengan pelatih baru. Ayara tidak boleh tertinggal. Dengan langkah cepat, ia berjalan melintasi gedung kosong yang semalam hampir membuatnya celaka.

Ayara mempercepat langkahnya, pandangannya tidak lepas dari sisi-sisi bangunan, khawatir pengejarnya semalam mengintainya di tempat tersebut. Hingga dia tidak menyadari, di depannya ada sosok lain yang sedang berdiri dengan santai.

"Hati-hati, Nona!"

"Ouch.." Ayara menabrak. Tepat berbarengan kakinya yang menginjak sepatu pria tersebut. Pria itu tersenyum.

"Sepagi ini, kamu hendak ke mana?" tanyanya.

"Jalan raya."

"Jalanan masih sangat sepi, Nona. Mungkin kita bisa bareng, mobilku sebentar lagi datang,"

"Siapa yang akan mempercayaimu? Kamu bisa saja akan menculikku," balas Ayara datar. Pria itu tersenyum. Mengimbangi langkah kaki Ayara.

"Jangan mengikutiku," tegas Ayara. Sekilas dia melihat wajah pria di depannya mirip pria yang semalam ia jatuhkan.

"Aku mengkhawatirkanmu," balas pria itu. Ayara menatap ujung kaki hingga ujung kepala pria itu.

"Aku lebih khawatir dengan keberadaanmu!" ketus Ayara. Pria itu tergelak. Ayara berlari meninggalkannya.

"Hmm, gadis yang lucu,"

Tiiiin!

Suara klakson mobil memecah keheningan pagi. Pria itu terkejut. Sebuah mobil Porsche warna putih berhenti tepat di depannya.

"Gila kamu, pagi-pagi di tempat gelap, pakai baju gelap, di tengah jalan, ngelamun pulak!" kata pengendara mobil. Pria itu tergelak, lalu melompat masuk ke dalam mobil.

"Ada yang lebih gila di depan, ayo jalan," katanya. Mobil kembali bergerak.

"Arlo, apa pendapatmu jika kanan kiri jalan ini diubah menjadi taman yang indah?" ucap pria itu setelah duduk di samping pengemudi mobil.

"Sejak kapan kamu peduli?"

"Yah, setidaknya, biar tidak terlalu menyeramkan, jika ada orang lewat sendirian, di pagi buta begini. Kebun karet juga membuat penciuman tidak nyaman jika musim berbunga."

"Kebun karet menghasilkan uang, taman tidak," balas pria yang dipanggil Arlo. Matanya tetap fokus menyetir, dan sedang tahap menambah kecepatan.

"Arlo berhenti!" Tiba-tiba pria itu berteriak. Arlo langsung mengerem.

"Sialan kamu, Cashel!" umpatnya, pada pria di sebelahnya.

"Lihat di depan!" Pria yang dipanggil Cashel menunjuk. Di depan mereka, jarak beberapa meter, seorang perempuan muda sedang berusaha menghindari pukulan tiga pria yang menyerangnya.

Hmm, gadis itu, Arlo membatin.

"Kita harus menolongnya," kata Chasel.

"Kalau kamu mau, kamu boleh menolongnya, aku ada urusan yang lebih penting," sahut Arlo seraya kembali menggerakkan mobilnya. 

"Dasar bajingan tidak manusiawi, kamu tega melihat seorang gadis tewas dikeroyok tiga pria?" Arlo tidak menjawab, sebagai gantinya dia melajukan mobilnya semakin cepat, membelah kabut pagi yang mulai memudar ditelan cahaya, yang perlahan mulai muncul.

***

Bug!

Sebuah pukulan telak mendarat di punggung Ayara. Gadis itu tersungkur di tanah. Dia lengah karena memperhatikan mobil yang sempat berhenti tadi.

"Menyerahlah, Nona," kata pria yang tadi memukulnya.

"Tidak akan!" balas Ayara, seketika bangkit, dan langsung membuat gerakan yang tidak disangka-sangka oleh ketiga pengeroyoknya. Dalam waktu yang singkat, Ayara berhasil melumpuhkan ketiga lawannya.

"Siapa yang menyuruh kalian?" tanya Ayara.

"Tidak ada," balas salah satu pria berbadan gembul. Ayara memuntir tangan pria itu ke belakang, seraya menekan punggungnya semakin keras, dengan pipi menempel di jalan beraspal. Pria itu meringis kesakitan.

"Silakan mengaku, atau aku akan membiarkan kalian menjadi bulanan warga, dan tewas di tangan mereka."

"Ja, ja, jangan Nona. Kami, kami.. disuruh Nona Birdella." Kenapa Birdella ingin mencelakaiku? Ayara melepaskan pria tadi. Lalu mengeluarkan ponselnya, dan menelepon sebuah nomor.

Tidak lama kemudian mobil polisi datang.

***

Gedung empat lantai itu sudah tampak terang-benderang. Harusnya Ayara sudah sampai di sana sejak satu jam yang lalu, namun dia terlambat karena terpaksa harus berurusan dengan polisi.

Ayara melangkah memasuki halaman gedung. Security langsung menyambutnya. "Tumben kamu telat, Ayara!”

Ayara tersenyum. Lalu pamit masuk ruangan.

Menaiki tangga menuju lantai satu. Punggung dan kakinya terasa ngilu akibat pukulan tadi. Sekilas bayangan mobil porsche berwarna putih dengan dua pria di dalamnya kembali melintas di benaknya. Langkah kakinya berhenti.

"Ini semua ulah kalian," gumamnya, "aku akan mencari dan menghancurkan kalian." Usai berkata begitu, kaki Ayara kembali menaiki tangga dengan hati-hati.

"Siapa yang akan kamu hancurkan?"

"Hmmph" wajah Ayara membentur dada seseorang yang sedang turun tangga. Ia mendongak.

"Kamu?" Pria itu tersenyum lebar. Ayara langsung mengenalinya. Pria yang tadi ia tabrak di jalan. Pria yang mengendarai mobil porsche putih. Ya, meskipun jalanan masih agak gelap, Ayara masih mampu mengenali wajah dan warna.

"Syukurlah kamu baik-baik saja, Nona. Siapa namamu?"

"Jika kita bertemu lagi dalam keadaan baik-baik saja, ke depannya, saat itu aku akan beritahu namaku." Ketus Ayara menyahut. Lalu menggeser tubuhnya dan kembali menaiki tangga.

"Hei." Pria itu ikut membalik badannya, berniat mengikuti Ayara.

Ayara hampir sampai di puncak tangga, saat satu pria lagi muncul. Langkah Ayara kembali terhenti. Sejenak mata keduanya saling pandang. Sekali lagi Ayara mengenali wajah itu. Pria yang ia jatuhkan di samping gedung tadi malam, sekaligus pria yang menyetir porsche tadi pagi.

Pria itu hanya melihat Ayara sekilas, kemudian, bersikap seolah-olah tidak melihat apa-apa. Ia justru berbicara kepada pria satunya.

"Chasel, aku memintamu mengambil file di mobil, sedang apa kamu di sini?" katanya. Ia mengabaikan Ayara.

"Siap laksanakan!" balas Chasel ceria. Lalu melangkah pergi. Pria itu kembali memutar tubuh, dan berjalan menuju ruangan. Ayara melakukan hal yang sama dengan gerakan lamban. Hatinya bertanya-tanya, mengapa keduanya ada di sini? Siapa mereka?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    TAMAT

    Dua tahun kemudian“Aneh, perempuan gila itu, mengapa terus menerus memanggil Sada?”Arlo menoleh mendengar pembicaraan dua pria berseragam yang lewat di belakangnya itu.Arlo sedang kelelahan setelah menyusun rencana untuk melakukan tindakan terhadap pasien yang memiliki penyakit unik, yang sudah empat hari menginap di rumah sehatnya.Ia bermaksud mencari udara sambil menggerakkan beberapa bagian tubuhnya yang dirasa kaku, akibat banyak duduk. Arlo menoleh kepada Among yang berdiri tidak jauh darinya.“Apa yang terjadi?” Keduanya saling tatap.“Saya akan ke sana, untuk melihat,” Balas Among.“Panggil saja mereka kemari.” perintah Arlo.“Aku mengerti.” Balas Among lagi seraya berjalan mengejar dua orang yang baru saja melintas. Tak lama kemudian, ia kembali kepada Arlo dengan membawa mereka.“Apa yang kalian bicarakan tadi?” tanya Arlo, begitu dua pria berseragam yang bersama Among itu mengangguk hormat kepadanya.“Tim pengobatan yang pergi ke hutan untuk mencari ramuan tiga hari lalu

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 55. Pergilah Bersamaku

    Part 55. Pergilah Bersamaku"A.. apa?" Bukan hanya Rhys, tetapi hampir semua yang berada di ruangan itu terkejut mendengar kalimat Tanasiri."Tidak mungkin," Rhys menggeleng, kemudian menatap wanita yang baru saja dia lucuti penyamarannya itu.“Rhys,” gumam wanita itu lagi. "Ibu melakukan ini demi kamu, Nak. Ibu tidak terima atas ketidakadilan yang menimpamu! Sejak kecil, ayahmu hanya peduli pada Arlo Raynar. Kamu selalu dinomor duakan! Ibu tidak terima itu! Karena itu ibu melakukan ini untuk merebut kembali hakmu!""Ini tidak mungkin," Rhys terus menggeleng."Ibu menikah dengan Kusuma, karena kami memiliki rencana yang sama. Untuk menghancurkan Nawang Nehan dan Arlo." Lanjut Amira. Lagi-lagi Rhys menggeleng. Hatinya terasa hancur berkeping. Dia memang ingin sekali bertemu dengan ibunya, tetapi bukan dengan cara seperti ini. Tidak tahan dengan rasa malu dan kecewa, Rhys berteriak sekencang-kencangnya, kemudian berlari keluar ruangan.Suasana hening mencekam. Hanya terdengar desahan na

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 54. Kenyataan

    Part 54. KenyataanAmong berjalan dengan mantap memasuki halaman kediaman Nawang Nehan. Rhys meneleponnya agar datang untuk dimintai bantuan menghadapi ayahnya.Saat hampir sampai di gerbang kedua, ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk. Nomor tanpa nama tetapi sangat ia kenali, "Tuan Among saya melihat pelayan pembawa sarapan dicegat oleh pelayan lain di balik rerimbunan. Saya lihat ia memasukkan sesuatu pada mangkuk herbal.""Apa warna mangkuknya?" Among berhenti untuk membalas pesan."Putih dengan motif sakura merah muda."Di hari berikutnya, tepatnya malam, Among berniat menjenguk rumah Arlo, ketika dilihatnya, Ayara mengobrol dengan Nawang Nehan di depan kediaman pria tua itu. Among merekam, saat-saat Ayara masuk bersama Nawang Nehan ke kediamannya. Kemudian memberitahu Tanasiri keesokannya. Saat Ayara keluar dari kediaman Nawang Nehan, Tanasiri muncul di sana.Among membiarkan Tanasiri menyeret Ayara. Otaknya yang brilian segera memberi signal, lebih cepat Ayara bisa masuk ke g

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 53. Target Penyelidikan

    Part 53. Target PenyelidikanCashel berjalan dengan gagahnya. Rambut panjang sebahunya terlihat rapi ke belakang. Pandangannya berkilat seolah ingin melahap semua yang ada di hadapannya, dan hanya menyisakan satu saja. Kemudian Ia berhenti di belakang tubuh Ayara. Melihat miris tubuh yang tergolek tak berdaya itu."Dia bukan pelakunya. Tetapi kalian mendesaknya sedemikian rupa, seolah dia penjahat negara!" Suara Cashel meledak."Mengapa banyak sekali masalah dan luka di rumah orang kaya seperti kalian? Mengapa kalian tidak pernah mau memberi kesempatan untuk menyaksikan kebenaran dari rakyat yang kalian anggap jelata? Dia hanya meminta waktu untuk membuktikan, tetapi kalian menyiksanya. Hingga membuatnya mengakui kesalahan yang tidak ia lakukan! Sungguh kalian bukan manusia!"Semua orang yang hadir merasakan bulu kuduknya merinding, mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Cashel itu.Cashel merunduk, diraihnya tubuh Ayara. Dipeluknya dengan erat tubuh mungil itu, "bertah

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 52. Siapa Dia Sebenarnya?

    Part 51. Siapa Dia Sebenarnya?"Nicole, jadi dia masih hidup? Arlo tidak membunuhnya? Apakah ini artinya, ketiga teman yang lain juga masih hidup? Etta, Ratri, dan Wulan?" Ayara kembali memasang telinganya. Ia mendengar ketukan. Ah, itu bukan ketukan, tetapi langkah kaki. Siapa yang datang? Di mana?"Selamat pagi, Tuan Rhys.""Berita apa yang kamu bawa, Among?" Kedua mata Ayara membeliak mendengar nama Among disebut."Kenapa Among bersama, Rhys Victor?"Apa yang kamu bawa?" Tanya Rhys ketika melihat sesuatu di tangan Among."Gucci putih.""Buat apa?""Jika benda ini diketuk, maka nyaringnya akan terdengar jelas. Dan memperdengarkan banyak hal.""Bicaralah dengan bahasa manusia yang baik dan benar.""Seperti yang Anda perintahkan, Tuan. Berita kematian Arlo sudah tersebar luas. Semua orang sudah mengetahuinya. Banyak wanita yang patah hati, dan beberapa perwakilan perusahaan menyarankan agar Tuan Nawang Nehan segera memperbarui kartu keluarga dengan menghapus nama Arlo.""Benarkah?""Y

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 51. Kondisi Nawang Nehan

    Part 50. Kondisi Nawang NehanDihyan merasa bingung, setiap hari dia sudah memberi ramuan kesehatan untuk menyegarkan dan menguatkan tubuh Nawang Nehan, tetapi sejak dua bulan terakhir kondisinya justru semakin melemah. Puncaknya adalah dua malam lalu, ketika kabarnya Ayara bermalam bersamanya. Isu yang berhembus, Ayara memanfaatkan kesempatan pertemuan dengan Nawang Nehan, untuk merayu. Sehingga pria itu jatuh ke dalam pelukannya, dan mengajaknya tidur bersama. Padahal kondisi Nawang Nehan sedang tidak sehat, seharusnya ia istirahat.Sebagian pelayan merasa iri, kenapa justru gadis urakan seperti Ayara yang bisa menaklukkan Nawang Nehan. Yang meskipun telah berumur, ketampanannya masih sangat memukau. Banyak wanita yang siap menjadi istri ke sekiannya jika dipinta. Termasuk para pelayan yang tak tahu diri di rumah itu. Banyak di antara mereka yang bermimpi bisa dipersunting oleh majikannya itu.Sebagiannya lagi mencibir, gadis yang urakan seperti Ayara, memang perempuan murahan. Yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status