Share

Part 4. Pria Arogan di Kelas Mereka

Part 4, Pria Arogan Di Kelasnya

Begitu memasuki ruangan, Ayara langsung mencari tempat untuk duduk. Dia langsung tersenyum ketika mendapati Gistara, sahabatnya, memberi isyarat dengan jarinya agar ia datang kepadanya. Ayara langsung menuju tempat yang ditunjuk Gistara.

“Apa yang terjadi?” bisik Ayara ketika ia telah duduk di belakang Gistara. Tumben, biasanya Gistara akan memberinya tempat di depan dia atau di sampingnya agar memudahkan mereka mengobrol di sela-sela materi.

“Belum terjadi apa-apa, tetapi dia tadi sempat bertanya, apakah ada yang terlambat datang,” jawab Gistara.

“Lalu?”

“Gimana lagi, semua serentak menyebut namamu.”

“Oke.”

“Ayara awas!” tiba-tiba Gistara berseru. Dengan tangkas Ayara menggerakkan tubuhnya ke belakang. Sementara tangan kanannya menyambar benda yang barusan melayang menujunya. Lalu, dengan satu gerakan yang sangat cepat, Ayara kembali melempar benda tersebut kepada orang yang melemparnya.

"Wow …" gumam sebagian orang yang ada di ruangan.

Ayara menatap tajam pria di ujung sana. Berdiri di samping meja seraya tersenyum sinis kepadanya. Tangan kanannya terangkat di depan wajahnya, dengan siku bertopang pada tangan satunya, yang bersedekap di bawah dada. Di antara jemari tengah dan telunjuknya terdapat sejengkal kayu. Benda itu yang tadi melayang hampir menyambar tubuh Ayara.

"Keluar!" usir pria tersebut. Suaranya pelan, tetapi penuh tekanan. Ayara mendesah berat. Lihat saja, keluar dari sini, mati kamu!

Ayara berdiri. Lalu melangkah ke depan.

"Kuperingatkan kepadamu, saat jadwal latihan denganku, tidak ada satu pun peserta yang boleh terlambat. Jika ada satu saja yang terlambat, maka semua yang ada di kelompok ini, akan menerima hukuman. Paham?" Pria itu menatap Ayara dengan sinis.

"Ya, Sir!" sahut Ayara tegas, dengan tetap mengangkat dagu.

"Hari ini aku memaklumi, tetapi bukan berarti kamu bebas dari hukuman. Keluar dan berdiri di depan pintu!"

"Yes, Sir!" Ayara langsung melangkah menuju pintu keluar.

***

Dihyan dan Gayatri sangat gelisah. Mereka berkali-kali melongok ke luar, demi ingin melihat Ayara berjalan menuju rumah mereka. Namun, sudah lima jam sejak mereka bangun, Ayara belum juga terlihat. Nomor ponselnya juga tidak diangkat. Sedangkan Dihyan sudah berjanji kepada pihak Nawang Nehan, akan membawa gadis pesanannya tepat pukul tiga sore. Satu jam lagi.

"Ayara tidak minggat kan, Pak?" tanya Gayatri cemas.

"Semoga tidak, Bu," balas Dihyan, "dia anak yang selalu bertanggung jawab pada ucapannya."

Semalam Ayara sudah sepakat, untuk pergi ke rumah Nawang Nehan pagi-pagi. Namun, sebelum tidur, dia peroleh informasi mendadak, bahwa di pusat pelatihan bela diri tempatnya menimba ilmu, akan kedatangan pelatih baru, dan semua murid wajib hadir. Satu saja yang tidak hadir, maka semua peserta akan meroleh imbasnya. Ayara tidak mau teman-temannya menjadi korban. Sebab itu dia menulis surat kepada Dihyan, untuk mengundur jam pertemuan dengan keluarga Nawang Nehan.

***

Tiga puluh menit berdiri di depan pintu, Ayara merasakan semakin nyeri pada kedua kakinya. Begitu juga dengan punggung yang bekas pukulan tadi pagi. Ditambah, dia belum sempat konsumsi apa pun dari pagi. Kepala Ayara mulai berputar. Kedua matanya berkunang-kunang.

"Nona, kamu baik-baik saja?" Cashel yang baru datang dari luar, melihat keadaan Ayara. Gadis itu sudah tidak menjawab, tubuhnya limbung. Cashel langsung menangkapnya, serta mengangkat tubuh itu, kemudian membawanya pergi dari sana.

Pria itu membawa Ayara ke ruang pengobatan, dan membaringkan tubuh gadis itu di ranjang yang tersedia.

"Siapa kamu? Kenapa berkeliaran pagi-pagi, dan begitu berani.” gumam Cashel lirih. “Hmmm karena kamu tidak mau menyebutkan namamu, mari memanggilmu dengan sebutan, Kelinci Liar,"

Ayara bergeming. Hanya dadanya yang terlihat bergerak naik turun secara teratur. Cashel menyelimuti tubuh gadis di depannya.

"Nama Kelinci Liar cocok denganmu. Kulitmu putih, kamu cantik, dan lincah seperti kelinci."

"Gistara, ha us. Aa .. iir" Tiba-tiba terdengar suara. Cashel dengan cekatan mengambil segelas air dari galon.

"Bangun, Kelinci Liar," Cashel menepuk-nepuk pipi Ayara. Perlahan Ayara membuka mata. Mengerjap, dan terkejut mendapati pria yang ditabraknya dua kali ada di depannya. Ayara berusaha duduk.

"Kenapa kita ada di sini?"

"Kamu pingsan di depan pintu." Cashel menyodorkan segelas air kepada Ayara. Namun gadis itu tidak memedulikannya, ia berjalan ke arah dispenser, mengambil gelas baru, lalu menuang air sendiri. Setelah itu dia kembali keluar kamar.

"Tunggu!" panggil Cashel, Ayara menghentikan langkahnya, "setidaknya, kamu mengucapkan terima kasih kepadaku."

Ayara kembali memutar tubuhnya, menatap pria di depannya, "kenapa? Aku tidak pernah meminta bantuanmu."

Usai berkata begitu Ayara langsung membalik tubuhnya kembali dan berjalan menuju ruangannya. Cashel tersenyum, lalu menggeleng pelan. Dasar kelinci liar tidak punya adab, gerutunya.

***

Dihyan dan Gayatri semakin gelisah. Keduanya merasa putus asa karena hingga jam tiga sore, Ayara belum juga datang. Gayatri mulai menitikkan air mata satu persatu, membayangkan Kyra putri tunggalnya akan dikirim ke rumah Nawang Nehan. Mereka tidak bisa menolak, karena terikat janji sejak Sembilan belas tahun yang lalu.

Saat itu, Nawang tahu, Dihyan dan istrinya adalah orang-orang yang jujur dan bertanggung jawab. Maka ketika Dihyan datang kepadanya, bermaksud meminjam uang untuk biaya kelahiran, Nawang mengikatnya dengan janji, seumur hidup mereka, akan menjadi pembantu di rumahnya. Juga menuruti semua perintah Nawang Nehan.

Selama itu, Nawang memperlakukan mereka dengan baik, royal, dan menjamin kesejahteraan ekonomi keluarga Dihyan. Memberi tempat tinggal tidak jauh dari rumah mereka, Nawang juga tidak pernah menuntut macam-macam. Dia hanya meminta, Dihyan merawat rumahnya, dengan baik, dibantu beberapa tenaga lainnya. Sedangkan Gayatri, mengetuai urusan makanan keluarga mereka.

Hari ini, setelah sembilan belas tahun berlalu, Nawang, meminta Dihyan menyerahkan putri tunggalnya untuk menemani putra sulung mereka. Hati Gayatri terasa hancur.

"Tidak ada pilihan, kita terpaksa mengirim, Kyra." bisik Dihyan.

"Sia-sia kita membesarkan Ayara di rumah ini, anak laknat itu tidak tahu diuntung!" umpat Gayatri. Awas kamu Ayara. Kamu akan membayar pengkhianatanmu ini. Aku akan membuatmu menderita seumur hidupmu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status