Share

Bab 6 Menyeretnya Keatas Ranjang

Tubuhnya sedikit melemah, Arsana tidak bisa membiarkan dirinya tumbang saat ini.

Arsana tidak ingin preman itu berhasil memakai tubuh nya. 

Akan sangat mengerikan jika itu terjadi.

Arsana menahan rasa sakitnya. Tersenyum miring menatap tajam preman yang memukulnya dengan kayu. 

Para Preman tatkala ketakutan melihat Arsana yang belum tumbang juga. Kayu berukuran sedang itu tak mampu membuat Arsana pisan. Mereka sangat menginginkan Arsana pingsan, agar bisa memakai tubuh Arsana yang begitu menggoda. 

Arsana mengambil lalu menodongkan pistol yang sempat terlepas dari tangannya. 

Dor!

Dor!

Arsana membunuh semua preman tanpa menyisakan satu orang pun.

Arsana menghampiri Edward yang masih saja pingsan. Arsana tidak ingin meninggalkan Edward begitu saja, lelaki itu telah baik padanya.

“Edward!” 

Arsana membangunkannya, tetapi Edward tak kunjung bangun membuat Arsana kebingungan harus berbuat apa.

"Edward, Edward!" panggil Arsana lagi seraya menepuk-nepuk pipi lelaki itu.

"Sial! Apa aku tinggalkan saja di sini, ya?" gumam Arsana, akan tetapi dia tak tega.

Arsana mencoba mencari air untuk menyiram wajah Edward, sampai  tetapi Edward tak kunjung membuka matanya.

“Ayolah Edward bangun! Kamu akan mati di sini jika belum bangun juga.”  Arsana kembali menepuk pipi Edward. 

Arsana sangat yakin nanti akan ada banyak preman yang datang. Suara tembakan itu akan memanggil mereka datang ke gudang. Arsana tidak akan sanggup lagi melawan mereka. 

 Arsana terpaksa menggendong Edward sampai ke mobilnya, membawa mobil Edward kerumah sakit. 

Arsana melihat jam di tangannya, “Sial! Zayver pasti sudah pulang.” Arsana bermonolog sendiri lalu beranjak pergi dari rumah sakit tanpa menunggu Edward sadar. 

Arsana berdiri di depan gerbang yang menjulang tinggi. Vila milik Zayver begitu besar. Arsana begitu gelisah berdiri di depan gerbang, Arsana terlihat kebingungan mencari alasan yang tepat bila Zayver bertanya tentangnya. 

Hari mulai gelap, Arsana dengan langkah kaki terasa berat masuk kedalam. 

“Dari mana saja kamu Arsana?!” teriak Zayver yang berada di meja bar, tak jauh dari Arsana.

Zayver meneguk segelas wine dari gelas kecil sekaligus. Zayver melempar gelas itu kesembarangan arah.

Tatapan tajamnya begitu menusuk ke arah Arsana. Berjalan mendekati Arsana menarik Arsana dan menyeretnya ke dalam kamar. 

Arsana belum sempat mencari alasan Zayver sudah membungkam bibirnya. Ciuman itu sangat kasar dan Arsana tidak menyukainya, belum lagi bau alkohol yang menyeruak di hidungnya.

Zayver mendorong Arsana ke atas ranjang, hingga terjerembab 

“Zayver, mengapa kamu sangat kasar sekali. Sakit!” 

Arsana memasang mimik cemberut, merapikan rambutnya yang berantakan menutupi sebagian wajahnya. 

Belum juga selesai Zayver menindih tubuh Arsana dengan kedua tangannya yang ditahan di samping kanan dan kiri.

"Apa peduliku, hah?! Beraninya kamu keluyuran sampai larut malam." bentak Zayver sampai rahangnya mengeras.

“Zayver, aku bosan berada di dalam rumah terusmenerus. Aku seorang fotografer dan aku perlu kebebasan, itu pekerjaanku sebelum menikah denganmu. Lagi pula pernikahan ini bukan keinginan kita.” 

Belum sempat Zayver membalas perkataan Arsana. Arsana telah kembali berkata, “Oh! Aku tahu mengapa sikapmu seperti suami yang takut kehilangan istrinya. Apa kau memang menganggapku sebagai istri sahmu Zayver?” 

Arsana tertawa mengejek, di saat Zayver terdiam. 

Zayver sendiri tidak tahu dengan sikapnya. 

Bukankah dia menyukai Arsina? Lantas apa pedulinya pada Arsana?

Plak! 

Zayver menampar Arsana yang sedang menertawakannya. 

“Berani sekali kamu tertawa!”

Zayver mencengkram kedua pipi Arsana

“Dengarkan aku baik-baik. Aku hanya menginginkan tubuhmu saja! Tidak ada yang lain dan kau memang istri sahku. Jadilah istri yang penurut atau kau akan menjanda.” 

Zayver melepaskan cengkramannya dengan kasar. Melepas semua pakaian yang melekat pada Arsana. 

Brett! 

Zayver merobek kancing kemejanya dengan sekali tarikan.

Bless! 

Zayver menerobos pertahanan Arsana dengan sekaligus. 

“Sakit! Bisakah kamu pelan-pelan saja?!” 

Zayver mana peduli dengan keluhan Arsana. Zayver hanya menikmati apa yang dirasakannya saat ini. 

Air mata Arsana terus saja keluar membasahi kedua pipinya yang bercampur dengan keringat, merasakan setiap hentakan yang keras diiringi dengan irama yang teratur.

Arsana bukanlah wanita yang mudah menangis, kecuali berhadapan dengan lelaki yang ada di hadapannya saat ini. Arsana benar-benar lemah tak berdaya. 

Arsana bisa saja berontak melawan Zayver, tetapi percuma saja Zayver telah berhasil merenggut kesuciannya kemarin malam. Arsana hanya pasrah menikmati setiap sentuhan Zayver yang kejam. 

Zayver menarik kasar rambut Arsana, membalik tubuhnya berulang kali Arsana seperti babi guling yang dipanggang di atas bara api. Kulit Arsana yang putih dibuat memerah akibat tamparan Zayver berulang kali.

“Zayver, hentikan!” Arsana meminta Zayver untuk berhenti.

Arsana merasa muak dengan perlakuan Zayver padanya. Arsana makin benci Zayver. Berjam-jam Zayver melakukannya. 

“Sebut namaku.” 

Arsana tidak menuruti perintah Zayver. Sejak tadi mata Arsana sudah terpejam. Arsana tidak ingin melihat wajah Zayver yang terus menatap padanya.

Arsana terpekik Zayver mencengkram lehernya cukup kuat hanya dengan satu tangan. Zayver mencekik leher Arsana tanpa berhenti menggerakkan pinggangnya.

“Le-lepaskan tanganmu.”  suara Arsana terbata-bata. 

“Sebut namaku Arsana! Apa kamu tuli?!” bentak Zayver.

Arsana memegang tangan Zayver, menarik cengkramannya yang tidak bisa lepas.

“Lepaskan tanganmu terlebih dahulu.” 

Zayver melepaskannya. Tenggorokan Arsana terasa tidak nyaman. Arsana berusaha menuruti apa kata Zayver, tidak ingin Zayver mencekiknya lagi.

“Zayver.”

“Sekali lagi!”

“Zayver–Ah!”

Arsana merasakan hentakan yang begitu dalam. Zayver mengerang di saat cairan kental itu telah menyembur di dalam rahim Arsana. Tubuh besarnya ambruk seketika. 

Arsana menggulingkan Zayver ke samping, setelah beberapa saat membiarkan Zayver tertidur di atasnya. 

Dengan hati-hati Arsana hendak turun dari atas ranjang. 

“Ah …” Arsana terkejut dengan ulah Zayver.

Zayver menari tangan Arsana sampai kembali tertidur di sampingnya, memeluk Arsana dengan erat.

“Zayver apa yang kamu lakukan? lepas!” 

“Biarkan aku memelukmu.” lirih Zayver. 

Arsana terdiam, baru kali ini Arsana mendengar suara Zayver berkata lembut padanya.

“Zayver, kamu mengizinkan aku keluar rumah-kan? Aku hanya ingin melihat keindahan tempat-tempat yang ada di sini.” 

Zayver membuka matanya, melihat Arsana dengan tatapan seakan ingin menerkamnya kembali.

“Arsana, apa kau tidak tahu di mana kita sekarang?” 

“Ya, aku tahu kita berada di pelosok.” 

“Bagaimana jika nanti bertemu dengan babi hutan?” Zayver mencoba menakuti Arsana.

“Oh, aku akan say hello …” 

Zayver mendengus dengan jawaban Arsana yang tidak memuaskan. 

“Ada apa? Apa kamu sedang khawatir kepadaku?” 

“Arsana, kau pikir aku peduli?! Sudah aku katakan sebelumnya aku hanya menginginkan tubuhmu.” 

“Baiklah! jika begitu, kamu telah memberiku izin. Sekarang berikan aku uangmu, aku akan membuka studio foto di sini untuk pekerjaan sampinganku.” ucap Arsana dengan percaya diri. 

“Itu tidak akan laku.” Zayver meremehkan niat Arsana. 

“Tidak masalah, lagi pula pekerjaan ini aku anggap sebagai hobiku. Aku akan membuka studio disaat aku sedang mengedit foto klienku.” Arsana terus mencoba menyakinkan Zayver agar bisa terbebas pada siang hari. Arsana memiliki tujuan yang harus segera diatur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status