Share

Bab 5 Mengambil Senjatanya

Dengan berani, Arsana melangkah menuju gedung itu karena yakin bahwa tempat itu adalah tempat yang menjadi targetnya sekarang. Maka dari itu, Arsana tak mengindahkan perkataan Edward dan berjalan ke sana demi mengetahui, benarkah di dalam gedung tersebut ada perkumpulan mafia? Jika benar, mafia apa? Jiwa detektif Arsana meronta-ronta.

Arsana sangat penasaran ada apa di dalam sana dan mengapa warga di sekitarnya tak ada yang berani masuk atau sekadar memeriksa kejanggalan yang sudah jelas-jelas terlihat.

"Bu Arsana, ayo, kembali saja, jangan macam-macam!" pinta Edward, akan tetapi wanita itu sama sekali tidak menggubrisnya. Dia tidak tahu, kalau bahaya sedang mengintainya.

Dan benar saja, belum sempat masuk dari balik tembok gedung itu, tiba-tiba datang sekumpulan orang berjumlah tujuh orang dengan berpakaian serba hitam, menghadang Arsana dan Edward. Mereka memberi peringatan pada dua orang itu, namun Arsana malah menantangnya, membuat tujuh orang itu terpancing emosinya.

“Pergi dari sini!”

Salah satu di antara mereka langsung mengusir Arsana dan juga Edward untuk pergi dari gedung tersebut.

"Siapa kalian? tanya Arsana dengan wajah yang dibuat serius.

"Bukan urusanmu, pergi dari sini atau kalian akan mati!" perintah salah satu dari mereka.

“Memangnya orang yang menentukan mati atau tidak itu kalian?” Arsana menjawab dengan asal.

"Dasar keras kepala, kamu akan menyesal kalau memaksa berurusan dengan kami, jadi pergilah, selagi kami mau berbaik hati melepaskan kalian," kata salah satu preman tersebut.

"Tidak! Aku mau melihat ada apa di dalam sana. Apa kalian sedang bermain petak umpet?” ejek Arsana

“Arsana lebih baik kita pergi dari sini!” Ajak Edward dengan memegang tangan Arsana.

Arsana tetap saja keras kepala, tak mau mendengar apa kata Edward.

“Kita sudah telanjur datang.” Arsana melepaskan tangan Edward.

Arsana kembali melangkah untuk masuk ke dalam, mengabaikan peringatan dari orang-orang berbaju hitam.

Salah satu Preman tersebut dibuat geram, membuat orang itu maju dan menyerang Arsana.

"Arsana, awas!" teriak Edward.

Melihat Arsana dalam bahaya, Edward menghalau salah satu preman itu dan melawannya. Sekarang ke tujuh preman itu mengelilingi Edward dan mulai memukul, tetapi pukulan-pukulan itu meleset karena Edward terus menghindar.

Edward balas memukul siapa saja yang ada di hadapannya. Setiap kali mendapat pukulan, Edward tak memperdulikannya dan tetap melawan sekuat dan semampu yang dia bisa, karena Edward berpikir jika dia harus melindungi perempuan yang ada dalam bahaya, meskipun bahaya ini memang sengaja dipancing oleh Arsana.

Setelah itu, Edward yang sudah berhasil keluar dari preman yang mengelilinginya itu, langsung menyerang dari belakang dengan menendang punggung salah satu dari mereka, hingga preman itu tersungkur, lalu menangkap dua preman lainnya dan menabrakkan dua kepala preman yang dia pegang hingga keduanya merasa pusing dan terjatuh ke samping.

"Rasakan itu!" sungut Edward dan kembali bersiap melawan empat orang lainnya yang sudah menatapnya sengit.

"Bu Arsana, cepat pergilah!" titah Edward, tetapi wanita itu tak mau dan malah menonton lelaki bule itu melawan para preman, hingga akhirnya, Edward kewalahan dan tumbang.

Empat lawan satu memang mustahil jika yang satu menang, karena keempat preman itu menyerang Edward secara bersamaan. Yang satu memegangi tubuh Edward dan yang tiga memukul setiap bagian tubuh Edward hingga babak belur.

"Hahahaha ... habis kau!" teriak preman itu seraya terus memukul dan menendang Edward hingga akhirnya, Edward pingsan.

Arsana berdecak kesal, bagi Arsana, teman bulenya itu ternyata benar-benar cemen. Dengan penuh keberanian, Arsana maju dan melawan ke tujuh preman itu sendirian dan menunjukkan keahlian bela dirinya yang sudah terasah sejak menjadi agen.

"Gadis manis, kau mau ikut-ikut pingsan juga?" ledek salah satu preman yang langsung terjungkal karena Arsana melompat dan menendangnya.

Setelah itu, Arsana bertarung melawan para preman itu satu per satu. Wanita itu memukul, akan tetapi meleset dan tangannya langsung diputar, membuat Arsana berteriak sakit dan preman lainnya tertawa melihat penderitaan Arsana. Namun, bukan Arsana kalau tidak bisa lolos, kakinya dia tendangkan ke belakang sehingga mengenai kemaluan si preman.

"Arrrghhhh!" pekik preman itu seraya melepaskan Arsana dan memegang bagian paling sensitif dalam tubuh laki-laki itu dengan mata yang terpejam.

Arsana merasa puas, dia tahu bahwa sekarang yang harus dia target dari para preman itu adalah kemaluan mereka.

"Si*lan perempuan itu, ayo, maju!" titah salah seorang preman dan tiga preman maju sekaligus.

Arsana memberi kode kepada ketiganya untuk maju, akan tetapi, saat tiga preman itu berlari hendak menyerang Arsana, wanita itu lari menghindar dan membuat tiga preman kehilangan keseimbangan, jatuh tersungkur sehingga bertumpuk di jalanan.

Kesempatan itu digunakan Arsana untuk menginjak dan berjingkrak di atas tubuh tiga preman itu seperti anak kecil yang bermain trampolin, hingga tiga preman itu berteriak-teriak kesakitan karena Arsana tidak hentinya melompat-lompat di sana.

"Rasakan ini!" sungut Arsana membuat ketiga preman yang masih tersisa segera menghampiri Arsana.

"Awas kau, jalang kecil!"

Brughh!

Arsana didorong hingga terjatuh lalu diangkat oleh dua preman yang langsung memegangi kedua tangan Arsana. Wanita itu menendang preman di hadapannya, akan tetapi tidak kena karena si preman berhasil menghindar.

"Tadi kamu yang mempermainkan kami, sekarang biar kami yang main-main denganmu, ya?" ucap preman itu seraya memandangi Arsana dengan tatapan menjijikkan.

“Apa yang akan kita lakukan dengan Gadis ini?” Tanya salah satu preman pada teman-temannya.

Plak!

Sebuah tamparan keras mengenai pipi Arsana. Orang yang telah berani menampar Arsana mencengkram lehernya.

Arsana dengan rambutnya yang berantakan di paksa melihat ke arahnya.

“Kita akan menikmati tubuh yang indah ini. Apa kamu siap sayang? Melayani kita semua.”

Tatapan lelaki dihadapannya, membuat Arsana jijik. Arsana tahu, jika preman itu menginginkan tubuhnya. Mereka bisa saja membunuh Arsana saat ini juga dengan senjata yang dibawa mereka.

Namun, para preman itu lebih menggunakan ilmu bela diri mereka.

Seketika itu juga, Arsana mengingat bagaimana menyakitkannya Zayver melakukan malam tadi, dan dia berpikir kalau satu lelaki saja rasanya sesakit itu, bagaimana jika yang melakukannya lebih dari satu orang? Arsana langsung bergidik ngeri membayangkannya.

"Jangan banyak bermimpi disiang hari.” perkataan Arsana seperti menantang mereka.

“Jalang sialan! Kamu pikir kamu bisa pergi dari sini, tanpa melayani kami terlebih dahulu.”

Arsana menjadi naik berkali-kali lipat, dia tidak mau kejadian seperti malam tadi terulang apalagi yang melakukannya adalah lelaki lain dengan jumlah yang banyak.

"Hiaaaa!"

Arsana melepaskan pegangan dua preman itu, hingga keduanya terpental ke samping lalu melompat menendang pada satu preman di depannya secara tiba-tiba hingga preman itu tak bisa menghindar.

Arsana menangkap kepalanya lalu memutarnya hingga terdengar suara patahan tulang.

Preman yang melihat Arsana berhasil membun*h temannya bersiap menggunakan senjata mereka dan hendak menodongkan senjata ke arah Arsana.

Arsana dengan cepat melakukan gerakan menghindari dari preman yang menembaknya.

Setelahnya, Arsana memukul perutnya lalu mengambil senjatanya.

Arsana segera menembak ke arah preman yang tersisa, selain menembak Arsana menggunakan ilmu bela diri, memiting tangannya sampai terkilir, dan menginjak kemaluannya dengan membabi buta. Preman itu pun berguling-guling seraya mengerang kesakitan membuat

Bug!

Seseorang memukul Arsana dari arah belakang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunga Flower
lanjut Thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status