Dengan berani, Arsana melangkah menuju gedung itu karena yakin bahwa tempat itu adalah tempat yang menjadi targetnya sekarang. Maka dari itu, Arsana tak mengindahkan perkataan Edward dan berjalan ke sana demi mengetahui, benarkah di dalam gedung tersebut ada perkumpulan mafia? Jika benar, mafia apa? Jiwa detektif Arsana meronta-ronta.
Arsana sangat penasaran ada apa di dalam sana dan mengapa warga di sekitarnya tak ada yang berani masuk atau sekadar memeriksa kejanggalan yang sudah jelas-jelas terlihat."Bu Arsana, ayo, kembali saja, jangan macam-macam!" pinta Edward, akan tetapi wanita itu sama sekali tidak menggubrisnya. Dia tidak tahu, kalau bahaya sedang mengintainya.Dan benar saja, belum sempat masuk dari balik tembok gedung itu, tiba-tiba datang sekumpulan orang berjumlah tujuh orang dengan berpakaian serba hitam, menghadang Arsana dan Edward. Mereka memberi peringatan pada dua orang itu, namun Arsana malah menantangnya, membuat tujuh orang itu terpancing emosinya.“Pergi dari sini!”Salah satu di antara mereka langsung mengusir Arsana dan juga Edward untuk pergi dari gedung tersebut."Siapa kalian? tanya Arsana dengan wajah yang dibuat serius."Bukan urusanmu, pergi dari sini atau kalian akan mati!" perintah salah satu dari mereka.“Memangnya orang yang menentukan mati atau tidak itu kalian?” Arsana menjawab dengan asal."Dasar keras kepala, kamu akan menyesal kalau memaksa berurusan dengan kami, jadi pergilah, selagi kami mau berbaik hati melepaskan kalian," kata salah satu preman tersebut."Tidak! Aku mau melihat ada apa di dalam sana. Apa kalian sedang bermain petak umpet?” ejek Arsana“Arsana lebih baik kita pergi dari sini!” Ajak Edward dengan memegang tangan Arsana.Arsana tetap saja keras kepala, tak mau mendengar apa kata Edward.“Kita sudah telanjur datang.” Arsana melepaskan tangan Edward.Arsana kembali melangkah untuk masuk ke dalam, mengabaikan peringatan dari orang-orang berbaju hitam.Salah satu Preman tersebut dibuat geram, membuat orang itu maju dan menyerang Arsana."Arsana, awas!" teriak Edward.Melihat Arsana dalam bahaya, Edward menghalau salah satu preman itu dan melawannya. Sekarang ke tujuh preman itu mengelilingi Edward dan mulai memukul, tetapi pukulan-pukulan itu meleset karena Edward terus menghindar.Edward balas memukul siapa saja yang ada di hadapannya. Setiap kali mendapat pukulan, Edward tak memperdulikannya dan tetap melawan sekuat dan semampu yang dia bisa, karena Edward berpikir jika dia harus melindungi perempuan yang ada dalam bahaya, meskipun bahaya ini memang sengaja dipancing oleh Arsana.Setelah itu, Edward yang sudah berhasil keluar dari preman yang mengelilinginya itu, langsung menyerang dari belakang dengan menendang punggung salah satu dari mereka, hingga preman itu tersungkur, lalu menangkap dua preman lainnya dan menabrakkan dua kepala preman yang dia pegang hingga keduanya merasa pusing dan terjatuh ke samping."Rasakan itu!" sungut Edward dan kembali bersiap melawan empat orang lainnya yang sudah menatapnya sengit."Bu Arsana, cepat pergilah!" titah Edward, tetapi wanita itu tak mau dan malah menonton lelaki bule itu melawan para preman, hingga akhirnya, Edward kewalahan dan tumbang.Empat lawan satu memang mustahil jika yang satu menang, karena keempat preman itu menyerang Edward secara bersamaan. Yang satu memegangi tubuh Edward dan yang tiga memukul setiap bagian tubuh Edward hingga babak belur."Hahahaha ... habis kau!" teriak preman itu seraya terus memukul dan menendang Edward hingga akhirnya, Edward pingsan.Arsana berdecak kesal, bagi Arsana, teman bulenya itu ternyata benar-benar cemen. Dengan penuh keberanian, Arsana maju dan melawan ke tujuh preman itu sendirian dan menunjukkan keahlian bela dirinya yang sudah terasah sejak menjadi agen."Gadis manis, kau mau ikut-ikut pingsan juga?" ledek salah satu preman yang langsung terjungkal karena Arsana melompat dan menendangnya.Setelah itu, Arsana bertarung melawan para preman itu satu per satu. Wanita itu memukul, akan tetapi meleset dan tangannya langsung diputar, membuat Arsana berteriak sakit dan preman lainnya tertawa melihat penderitaan Arsana. Namun, bukan Arsana kalau tidak bisa lolos, kakinya dia tendangkan ke belakang sehingga mengenai kemaluan si preman."Arrrghhhh!" pekik preman itu seraya melepaskan Arsana dan memegang bagian paling sensitif dalam tubuh laki-laki itu dengan mata yang terpejam.Arsana merasa puas, dia tahu bahwa sekarang yang harus dia target dari para preman itu adalah kemaluan mereka."Si*lan perempuan itu, ayo, maju!" titah salah seorang preman dan tiga preman maju sekaligus.Arsana memberi kode kepada ketiganya untuk maju, akan tetapi, saat tiga preman itu berlari hendak menyerang Arsana, wanita itu lari menghindar dan membuat tiga preman kehilangan keseimbangan, jatuh tersungkur sehingga bertumpuk di jalanan.Kesempatan itu digunakan Arsana untuk menginjak dan berjingkrak di atas tubuh tiga preman itu seperti anak kecil yang bermain trampolin, hingga tiga preman itu berteriak-teriak kesakitan karena Arsana tidak hentinya melompat-lompat di sana."Rasakan ini!" sungut Arsana membuat ketiga preman yang masih tersisa segera menghampiri Arsana."Awas kau, jalang kecil!"Brughh!Arsana didorong hingga terjatuh lalu diangkat oleh dua preman yang langsung memegangi kedua tangan Arsana. Wanita itu menendang preman di hadapannya, akan tetapi tidak kena karena si preman berhasil menghindar."Tadi kamu yang mempermainkan kami, sekarang biar kami yang main-main denganmu, ya?" ucap preman itu seraya memandangi Arsana dengan tatapan menjijikkan.“Apa yang akan kita lakukan dengan Gadis ini?” Tanya salah satu preman pada teman-temannya.Plak!Sebuah tamparan keras mengenai pipi Arsana. Orang yang telah berani menampar Arsana mencengkram lehernya.Arsana dengan rambutnya yang berantakan di paksa melihat ke arahnya.“Kita akan menikmati tubuh yang indah ini. Apa kamu siap sayang? Melayani kita semua.”Tatapan lelaki dihadapannya, membuat Arsana jijik. Arsana tahu, jika preman itu menginginkan tubuhnya. Mereka bisa saja membunuh Arsana saat ini juga dengan senjata yang dibawa mereka.Namun, para preman itu lebih menggunakan ilmu bela diri mereka.Seketika itu juga, Arsana mengingat bagaimana menyakitkannya Zayver melakukan malam tadi, dan dia berpikir kalau satu lelaki saja rasanya sesakit itu, bagaimana jika yang melakukannya lebih dari satu orang? Arsana langsung bergidik ngeri membayangkannya."Jangan banyak bermimpi disiang hari.” perkataan Arsana seperti menantang mereka.“Jalang sialan! Kamu pikir kamu bisa pergi dari sini, tanpa melayani kami terlebih dahulu.”Arsana menjadi naik berkali-kali lipat, dia tidak mau kejadian seperti malam tadi terulang apalagi yang melakukannya adalah lelaki lain dengan jumlah yang banyak."Hiaaaa!"Arsana melepaskan pegangan dua preman itu, hingga keduanya terpental ke samping lalu melompat menendang pada satu preman di depannya secara tiba-tiba hingga preman itu tak bisa menghindar.Arsana menangkap kepalanya lalu memutarnya hingga terdengar suara patahan tulang.Preman yang melihat Arsana berhasil membun*h temannya bersiap menggunakan senjata mereka dan hendak menodongkan senjata ke arah Arsana.Arsana dengan cepat melakukan gerakan menghindari dari preman yang menembaknya.Setelahnya, Arsana memukul perutnya lalu mengambil senjatanya.Arsana segera menembak ke arah preman yang tersisa, selain menembak Arsana menggunakan ilmu bela diri, memiting tangannya sampai terkilir, dan menginjak kemaluannya dengan membabi buta. Preman itu pun berguling-guling seraya mengerang kesakitan membuatBug!Seseorang memukul Arsana dari arah belakang.Tubuhnya sedikit melemah, Arsana tidak bisa membiarkan dirinya tumbang saat ini.Arsana tidak ingin preman itu berhasil memakai tubuh nya. Akan sangat mengerikan jika itu terjadi.Arsana menahan rasa sakitnya. Tersenyum miring menatap tajam preman yang memukulnya dengan kayu. Para Preman tatkala ketakutan melihat Arsana yang belum tumbang juga. Kayu berukuran sedang itu tak mampu membuat Arsana pisan. Mereka sangat menginginkan Arsana pingsan, agar bisa memakai tubuh Arsana yang begitu menggoda. Arsana mengambil lalu menodongkan pistol yang sempat terlepas dari tangannya. Dor!Dor!Arsana membunuh semua preman tanpa menyisakan satu orang pun.Arsana menghampiri Edward yang masih saja pingsan. Arsana tidak ingin meninggalkan Edward begitu saja, lelaki itu telah baik padanya.“Edward!” Arsana membangunkannya, tetapi Edward tak kunjung bangun membuat Arsana kebingungan harus berbuat apa."Edward, Edward!" panggil Arsana lagi seraya menepuk-nepuk pipi lelaki itu."Sial! Apa aku tingg
Zayver bangkit dari atas ranjang tanpa berbicara sepatah katapun. Meraih pakaiannya lalu melempar sejumlah uang pada Arsana.Arsana mengepalkan tangannya marah pada perlakuan Zayver yang melempar uang layaknya pelacur. Arsana mengambil uang yang cukup banyak itu. Arsana beranjak dari ranjang, segera membersihkan diri. Rasa ngantuk yang sebelumnya menyerang–tak lagi dirasakannya. Arsana memilih membuka ponselnya, mengabari atasannya untuk segera mengatur tempat yang diingin Arsana. Arsana meminta pada bosnya untuk dibuatkan markas. Banyak rencana yang harus disusun secepat mungkin. Apalagi tugas Arsana sebagai agen bukan hanya satu. **** Setelah berhari-hari renovasi studio yang diinginkan Arsana, sekarang sudah siap. Arsana duduk di depan komputer yang terhubung dengan printer di sampingnya. Arsana terlihat seperti penjaga toko, begitu serius menatap komputer di depannya. Apalagi Arsana bukan hanya sekadar menjaga toko atau guru relawan, Arsana juga harus bekerja sebagai agen
Zayver menurunkan Arsana di atas ranjang. “Zayver, biarkan aku membersihkan diri terlebih dahulu.” Arsana mengira Zayver akan menerkamnya di atas ranjang seperti biasanya, tetapi dugaannya salah. Zayver kembali mengangkat Arsana membawanya ke dalam kamar mandi.Arsana menatap punggung Zayver dengan tatapan tak percaya. Zayver menyuruh Arsana membersihkan diri lalu tidur setelah makan malam. Lelaki itu tidak melakukan apa pun padanya, hanya mengobati luka lecet di kaki Arsana dan pergi begitu saja. ****Pada keesokan harinya, Arsana telah kembali bekerja.Berangkat pada pagi hari, seperti biasanya menjadi guru relawan, lalu pergi ke studio foto setelah pulang mengajar pada siang hari. Setelah tiba di studio Arsana masuk ke dalamnya, tetapi untuk saat ini Arsana masih menutup rolling door di tokonya. Ada sesuatu yang harus Arsana kerjakan. Arsana mulai masuk ke sebuah ruangan yang seharusnya dijadikan kamar tidur, tetapi karena tidak tinggal di sana–sehingga Arsana merubahnya me
“Zayver,” Arsana meminta Zayver untuk berhenti. Arsana terlalu penasaran dengan darah yang ada di tangannya. Jika itu darah miliknya tidak mungkin Arsana tidak merasakan sakit. “Diamlah! Dan ikuti permainanku.” bentak Zayver“tapi-” Lagi-lagi Zayver membungkam Arsana dan melepaskan semua yang menempel di tubuh Arsana. Arsana menautkan keningnya, melihat Zayver tak seperti biasanya. Zayver tidak melepaskan pakaian hitam yang kini sedang dipakainya. Apa yang terjadi dengannya?Arsana terus bertanya-tanya, menatap ke arah dada Zayver tetapi sialnya baju hitam itu tidak bisa memperlihatkan apa yang ingin Arsana lihat. Arsana menjulurkan tangannya hendak menyentuh dada Zayver. Bless! “Ah!” Zayver telah lebih dahulu menghentakkan beda yang telah mengeras itu ke dalam milik Arsana. Zayver mencengkram erat tangan Arsana yang ingin menyentuhnya. Dalam keadaan terluka, Zayver berusaha keras untuk menyembunyikan luka gores yang disebabkan oleh pisau. Zayver tidak ingin Arsana mengeta
"Aku sudah memberitahumu, kau melupakannya ciuman dariku. Sekarang pergilah!" titah Zayver, memberikan sebuah kunci mobil ke tangan Arsana, setelah selesai mencium bibir Arsana. Arsana melihat kunci mobil, matanya membesar melihat kunci mobil yang Arsana tahu jika mobil yang diberikan Zayver adalah mobil anti peluru."Zayver ini—" perkataan Arsana terpotong dengan ucapan Zayver."Pakai mobil ini dan jangan pulang melewati jam yang aku tentukan. Untuk beberapa hari ini, aku harus kembali pulang. Ada urusan kantor yang harus aku selesaikan di sana, dan aku akan kembali ke sini lagi setelah selesai. Jadi aku tidak akan mengajakmu pulang. Kita akan tinggal cukup lama di sini."Arsana seperti mendapatkan lotre, inilah kesempatan yang Arsana tunggu. Arsana memasang wajah tanpa ekspresi apa pun, walaupun di dalam hatinya ingin sekali berjingkrak-jingkrak karena Zayver akan pulang ke kotanya terlebih dahulu."Jadi, aku sendirian di sini?" Arsana berpura-pura seolah-olah tidak mau ditinggal s
Arsana masih sibuk berada di ruangan rahasia, bahkan studio foto tidak dibuka olehnya. Arsana masih berusaha mencari bukti yang harus di dapatkannya. Mata Arsana tiba-tiba tak sengaja melihat burger yang ada di samping laptop dengan gambar burger yang ada di laptopnya. Gambar burger yang di laptopnya adalah burger pertama saat di restoran dan burger yang di sampingnya saat ini adalah burger kedua. Arsana melihat burger yang ada di dalam laptop tersebut sangat berbeda dengan yang dibawa pulang olehnya. “Ternyata mereka punya dua bahan utama? mengapa aku baru kepikiran sekarang.” monolog Arsana, sambil terus menatap burger yang ada di dalam laptopnya. Burger itu terlihat pucat keabu-abuan, sedangkan daging sapi yang ada di dalam burger kedua terbuat dari daging sapi asli.Arsana tersenyum senang, tidak sia-sia seharian berada di ruang rahasia nya. ****Arsana telah tiba di vila milik Zayver, mata Arsana membulat melihat apa yang ada di hadapannya saat ini.“Arsana!” Matteo terkejut
Arsana mengikat rambut hitamnya dengan wajah yang kini dipoles dengan make-up tebal, membuat wajah Arsana selalu terlihat berbeda ketika menggunakan make-up.Arsana tidak pernah menggunakan make-up kecuali jika sedang menjalankan misi atau bertugas."Apa yang sebenarnya harus kita bantu?" tanya Zahra, yang baru saja bangun dari tempat tidur Arsana."Aku ingin kalian membantu saya mengalihkan perhatian penjaga yang berada di depan," kata Arsana."Arsana, sejak kapan kamu kesulitan menghadapi penjaga di depan?" canda Zahra sambil tersenyum."Sejak aku menikah dengan Zayver! Apakah kamu tidak melihat berapa banyak penjaga di depan gerbang pada malam hari?" tanya Arsana.Zahra dan Leana mencoba mengintip dari balkon kamar Arsana dan terkejut melihat beberapa penjaga yang berada di depan gerbang."Astaga, ternyata Zayver sangat ketat menjaga istrinya," kata Leana dalam monolognya."Tadi siang tidak sebanyak ini," Zahra terlihat heran dengan banyaknya penjaga yang Zayver tugaskan di rumah
Orang itu kembali menyerang menyerang Arsana dengan naik ke atas meja menyebabkan, kepala orang yang sudah terpotong dibunuhnya menggelinding terjatuh ke lantai. Arsana segera menghindar menjauhi pisau yang terus saja mengarah padanya. Dor! Arsana menembak ke arah tangan orang itu di saat pisau hampir saja melayang ke arahnya, beruntung arah sana bisa menghindarinya.Arsana kembali menembak kedua kaki orang itu untuk melumpuhkan nya. “Arghhhhh…” orang yang terlihat seperti psikopat itu mengerang kesakitan. Arsana segera memborgol kedua tangannya. Walaupun Arsana tahu orang itu tidak akan bisa melarikan diri lagi. Arsana dengan cepat menghubungi atasannya, mengirim semua bukti-bukti yang telah di fotonya sebagai barang bukti dan juga tanda jika tugasnya telah selesai memecahkan kasus tersebut. Arsana segera pergi saat polisi yang dikirim oleh atasannya dalam perjalanan. Arsana tidak perlu ikut campur lagi, setelah misinya selesai–itu sudah bukan urusannya lagi. ****Pagi hari b