Share

7. ONE NIGHT ON THE BEACH

Satu Minggu sebelum hari pernikahannya  berlangsung, hari ini Mitha dan Handaru akan melakukan fitting final baju pengantin mereka.

Bertempat di sebuah butik pribadi milik salah satu designer kondang tanah air, Mitha terlihat begitu anggun dengan setelan gaun pengantin berwarna putih susu.

Sebuah inovasi terbaru dari model gaun pengantin yang pernah dikenakan oleh Kate Middleton dengan memilih jenis strap wedding dress dengan bagian dada yang terbuka. Memberi kesan eksotis dan mewah secara bersamaan, terlebih jika Mitha yang mengenakannya.

Paduan bahan Lace di atas dengan sutera di bagian bawah menyempurnakan segalanya.

"Wah, kalau sudah seperti ini mana mungkin aku bisa hidup berjauhan denganmu? Yang ada aku bisa gila Mitha," ujar Handaru dengan sinar kekaguman yang nyata dibalik tatapannya. Lelaki itu menatap Mitha terkesima seolah ada sebuah magnet yang begitu kuat dalam diri seorang Mitha hingga membuat Handaru tak mampu berpaling sedikit pun.

"Cih, kau ini memang tidak pernah berubah ya Ndaru! Masih saja jadi raja gombal!" Ledek Mas Tom, sang designer.

Handaru terkekeh seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia memang benar-benar terpesona pada kecantikan Mitha. Rasanya dia sudah tidak sabar menunggu hari di mana dirinya bisa mengucap kalimat Kabul dengan lantang dan penuh khidmat agar dia bisa memiliki Mitha seutuhnya.

Satu Minggu ini pasti akan menjadi satu Minggu terpanjang yang Handaru rasakan seumur hidupnya.

"Kitakan sudah sepakat Mas, selepas menikah nanti aku akan ikut denganmu ke Amerika," jawab Mitha dengan suaranya yang lembut.

Sebagai satu-satunya pewaris keluarga, Handaru diberi mandat oleh sang Papah untuk mengurus perusahaan mereka di Amerika yang baru-baru ini mulai berkembang pesat. Itulah sebabnya Handaru merasa was-was karena awalnya dia sangat takut Mitha tak mau ikut bersamanya tinggal di sana. Namun setelah dibicarakan baik-baik, Handaru sangat bahagia setelah mengetahui bahwa Mitha bersedia ikut dengannya ke Amerika.

Handaru berjanji bahwa dirinya akan menjaga dan membahagiakan Mitha dengan segenap hati dan jiwa raganya. Karena bagi Handaru, Mitha terlalu berarti untuk di sia-siakan.

"Hati-hati Mitha, Handaru ini tidak sebaik yang terlihat, aslinya dia itu playboy kelas kakap!" Timpal Mas Tom menanggapi ocehan kedua pasangan calon pengantin tersebut.

Handaru tertawa lantang. Dia menepuk bahu Mas Tom yang sudah dia anggap pamannya itu. "Tidak baik membongkar aib orang lain, Tom. Kalau gegara ucapanmu itu calon istriku sampai kabur, aku tidak akan segan-segan menuntutmu atas tuduhan pencemaran nama baik,"

Mendengar candaan kedua lelaki itu Mitha hanya tersenyum-senyum simpul.

Selain baik, Handaru itu memang sangat suka bercanda. Terlebih, dia jahil. Sering kali menggoda Mitha hingga kedua pipi Mitha memerah.

"Oke, finnaly. This is it, Ratu abad pertengahan, Paramitha Azkia," ucap Mas Tom yang baru saja selesai memakaikan keseluruhan aksesori penunjang gaun pengantin yang akan dikenakan Mitha di hari pernikahan.

Sekali lagi, Mitha mengamati pantulan dirinya di cermin.

Perfect!

Sungguh, ini seperti mimpi bagi Mitha.

Karena sebentar lagi, dirinya akan melepas masa lajangnya dan merubah status kesendiriannya seumur hidup.

Momen-momen penting yang terlalu berharga untuk dilewatkan.

"Hm, sepertinya ada yang kurang," ucap Handaru tiba-tiba. Tatapannya lekat ke arah Mitha. "Oh ya, aku punya sesuatu untukmu, sebentar aku akan mengambilnya di mobil," ucap Handaru saat Mitha masih berdiri di depan cermin besar untuk memperhatikan detail penampilannya.

Selang beberapa menit Handaru kembali dengan membawa sebuah kotak perhiasan berwarna merah.

Handaru memberikan kotak perhiasan itu pada Mas Tom agar Mas Tom memakaikan isi di dalam kotak perhiasan itu demi mempercantik penampilan Mitha.

"Wah, White Diamond? Ini kalung berlian viral yang baru-baru ini menjadi incaran para selebriti itukan?" Seru Mas Tom yang menatap takjub isi dibalik kotak perhiasan di tangannya.

"Sudah payah aku mendapatkan itu demi sang Ratu," Handaru melirik ke arah Mitha yang langsung tersipu.

"Tapi harga berlian inikan sangat mahal, Ndaru?" Sahut Mas Tom lagi yang masih belum percaya jika dirinya berkesempatan memegang langsung berlian viral itu.

Handaru mengesah. Dia mengambil alih kalung berlian di tangan Mas Tom dan tanpa permisi memakaikannya di leher Mitha.

Mas Tom menatap iri.

"Kalian memang benar-benar pasangan ter-so sweet tahun ini," ucap Mas Tom lagi sebelum akhirnya lelaki setengah wanita itu berlalu dari hadapan Handaru dan Mitha untuk mengambil pakaian milik Handaru.

Handaru sudah selesai mengenakan kalung yang dia beli untuk Mitha sebagai hadiah pernikahan. "Bagaimana Mitha? Apa kau suka?" Tanya lelaki itu disertai senyuman andalannya.

Mitha meraba kalung itu tanpa mengalihkan sedikit pun tatapannya dari arah cermin.

Kalung yang sangat indah...

Ujar Mitha dalam hati.

"Berapa harga kalung ini? Apa ini tidak berlebihan Mas?" Tanya Mitha kemudian. Tangannya terangkat meraba setiap detail menawan berlian mewah yang terkalung di lehernya.

"Harga bukan masalah bagiku, terpenting kau senang. Itu poin utamanya," bisik Handaru yang saat itu masih berdiri begitu dekat dengan Mitha.

Mitha terharu, sungguh-sungguh terharu.

Hati wanita mana yang tidak akan meleleh mendapat perlakuan yang begitu istimewa oleh calon suaminya sendiri.

Selain sangat perhatian, Handaru ini adalah tipikal lelaki loyal yang akan rela memberikan apa pun yang dimilikinya pada wanita yang benar-benar dia cintai.

Hampir tiga jam berlalu, proses fitting selesai dan semua gaun untuk calon pengantin wanita serta jas untuk calon pengantin pria sudah dicoba dan hasilnya bagus.

Mitha dan Handaru sangat puas dengan hasil karya Mas Tom untuk mereka.

Itulah sebabnya, Handaru mentransfer dana dua kali lipat dari jumlah harga yang telah disepakati sebelumnya. Hitung-hitung memberi tips atas kerja keras Mas Tom yang mengambil andil besar dalam terlaksananya pernikahan yang Handaru tunggu-tunggu.

"Sekarang kita mau kemana?" Tanya Handaru pada Mitha saat mereka baru saja keluar dari butik. Mereka berjalan bergandengan tangan menuju mobil Handaru terparkir.

"Terserah Mas saja, aku ikut," jawab Mitha yang memang tak memiliki kegiatan apa pun hari ini.

Sejak dirinya resmi dilamar oleh Handaru, Mitha langsung mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai seorang pegawai kantoran karena dia harus mempersiapkan surat-surat penting untuk kepindahannya ke Amerika kelak. Alasan utama Mitha resign bukan semata-mata karena hal itu melainkan karena memang Handaru yang menyuruhnya.

"Jujur Mitha, aku tidak suka melihatmu bekerja di perusahaan itu. Aku mengenal dengan baik bagaimana perangai pemimpin di perusahaan tempatmu bekerja, dia itu mata keranjang, buaya darat! Aku tidak mau kau sampai termakan rayuan mautnya!" Kata Handaru saat lelaki itu menyampaikan keberatan hatinya melihat Mitha yang masih bekerja di perusahaan Adhiguna.

"Aku ingin selepas lamaran nanti, kau berhenti bekerja. Fokus saja pada persiapan pernikahan kita. Sebagai gantinya, aku yang akan memberimu gaji secara cuma-cuma, bagaimana?"

"Oke, baiklah. Aku akan resign. Tapi kau tidak perlu menggajiku. Cukup berikan kasih sayangmu padaku, aku sudah sangat senang," jawab Mitha yang balik menggoda Handaru.

"Oh, kau mau kupeluk? Bilang saja, atau mau cium?"

Mitha langsung melotot dan memukuli dada bidang Handaru. Mereka bercengkrama dengan geli saat tangan jahil Handaru menggelitiki pinggang Mitha.

Itulah sepenggal percakapan Mitha dan Handaru sekitar satu bulan yang lalu sebelum hari lamaran berlangsung.

Sejak saat itulah Mitha mengetahui satu hal baru dari sikap calon suaminya itu.

Meski diluar terlihat santai, namun Handaru itu tipe lelaki pencemburu akut. Dia tidak suka Mitha berdekatan dengan lelaki manapun. Jangankan berdekatan, bahkan hanya sekedar bicara face to face saja, Handaru kerap memotong pembicaraan itu dan mengalihkan si pria untuk berbicara dengannya ketimbang dengan Mitha.

Hari itu Handaru dan Mitha berniat melanjutkan kegiatan mereka dengan makan siang di sebuah restoran mahal ala Korea.

Saat kendaraan mewah Handaru mulai melaju perlahan dari pelataran parkir butik dan keluar menuju jalan raya, sebuah lamborghini hitam yang sejak tadi menguntit kepergian mereka dari kediaman Mitha mulai melaju mengikuti kemana mobil Handaru pergi.

*****

Mitha dan Handaru puas mengisi waktu luang mereka seharian penuh dengan berjalan-jalan di tepi pantai Ancol usai mereka mengisi perut siang tadi.

Bahkan hingga malam tiba, Handaru tetap menahan Mitha di sisinya.

"Sudah malam Mas, ayo kita pulang," ajak Mitha pada lelaki yang duduk di sisinya.

Angin semilir bertiup kencang mengayun-ayun rambut panjang Mitha yang tergerai bebas.

Karena ini adalah hari kerja, bukan hari libur, suasana pantai Ancol terlihat sepi apalagi di malam hari. Handaru dan Mitha tampak duduk saling merangkul di atas pasir di tepi pantai. Menikmati sensasi dingin cipratan air pantai yang menghampiri mereka usai ombak datang.

"Nanti dulu, aku masih ingin bersamamu, Mitha," jawab Handaru tanpa mengalihkan pandangannya dari samudra luas dihadapannya.

"Sejak dulu, aku paling suka dengan pantai. Dulu sewaktu kecil, kedua orang tuaku sering mengajakku berlibur ke pantai di Amerika," cerita Handaru saat itu, sedikit bernostalgia.

Sejak kecil Handaru memang terlahir di Amerika dan dibesarkan hingga dia mencapai usia sepuluh tahun, Handaru diboyong pindah ke Indonesia oleh sang Ayah setelah kedua orang tuanya bercerai.

Sejak saat itu, Handaru tidak pernah lagi bertemu atau mendengar kabar tentang Ibunya.

Yang dia tahu, Ayahnya sangat membenci Ibunya.

Mereka seringkali bertengkar hingga berujung pada aksi kekerasan yang dilakukan sang Ayah terhadap Ibunya sampai akhirnya suatu hari Ibunya meninggalkan mereka dan pergi bersama lelaki lain.

"Maafkan Mamah Handaru, Mamah sudah tidak bisa bersama kalian lagi. Jaga dirimu baik-baik ya Nak. Mamah pergi dulu,"

Itulah sekelebat ingatan yang melekat dalam otak Handaru saat sang Ibu pergi meninggalkannya yang terus menangis sendirian.

Sejak saat itu, Handaru jadi ikut membenci sang Ibu.

Terlebih setelah dirinya beranjak dewasa dan mempertanyakan perihal kepergian sang Ibu pada Papahnya, lagi-lagi sebuah kenyataan pahit harus Handaru terima mengenai Ibunya.

"Ibumu itu pelacur! Dia sudah mencoreng nama baik keluarga! Mempermalukan Papah! Bagus jika dia pergi, karena dengan begitu, dia tidak akan membuat kita malu lagi. Jadi mulai sekarang, anggap saja kau tidak pernah memiliki Ibu, Handaru! Ibumu saat ini adalah Tante Liodra. Istri baru Papah. Mengerti Handaru?"

Handaru menarik napas dalam saat rasa sesak di dadanya kian menyerbu masuk dan tak tertahankan.

Lelaki itu menangis.

Mitha yang mengetahui hal itu jelas terkejut.

Selain terkejut atas cerita kehidupan masa lalu Handaru, Mitha juga terkejut melihat betapa rapuhnya seorang Handaru Pratama yang selama ini dikenalnya sangat periang.

"Mas, sudah hentikan. Kalau memang masa lalu itu terlalu pahit untuk diingat, lebih baik lupakan saja," ucap Mitha yang menyeka lembut tetesan air mata Handaru.

Handaru menatap Mitha sambil menggenggam erat kedua jemari Mitha yang halus.

"Aku mencintaimu, Mitha. Aku sangat berharap kau tidak mengecewakan aku," bisik Handaru saat kedua wajahnya perlahan mendekat ke arah Mitha.

Handaru hendak mencium bibir Mitha namun kehadiran seorang bocah kecil yang tiba-tiba berlari ke arah mereka menggagalkan momen romantis itu.

Mitha yang kikuk akhirnya memilih untuk berdiri dan meraih tangan Handaru agar calon suaminya itu ikutan berdiri.

"Ayo Mas kita pulang," ucap Mitha yang masih berusaha untuk menetralkan debaran keras di dadanya saat itu.

Mitha berjalan lebih dulu menuju parkiran dan meninggalkan Handaru yang kelihatan sedikit kecewa, entahlah. Mitha merasa apa yang tadi mereka hendak lakukan belum saatnya.

Namun, kesedihan Handaru membuat Mitha tak enak menolak.

Beruntung anak kecil itu datang.

Mitha sudah sampai di parkiran mobil.

Dia menunggu Handaru di samping mobil mewah lelaki itu.

Hingga pada saatnya, tatapan Mitha bertubrukan dengan seorang lelaki berkulit putih yang sedang duduk manis di dalam Lamborghini hitam yang terparkir tepat di sebelah mobil Handaru.

Lelaki itu menoleh dan membalas tatapan Mitha.

Sepasang high heels yang Mitha tenteng di tangannya langsung terjatuh tatkala netranya menangkap lebih jelas wajah si pemilik Lamborghini hitam itu karena memang kaca mobilnya dibiarkan terbuka.

"Hai, Paramitha?" Sapa si lelaki dengan menyunggingkan senyuman menawannya.

Bibir Mitha sontak memucat.

Dia ketakutan.

Sebab, lelaki itu adalah lelaki yang berada bersamanya di hotel pasca acara Bridal Shower malam itu.

"Bisa kita bicara sebentar?" Ucap si lelaki itu lagi.

Lelaki itu hendak keluar.

Tubuh Mitha semakin menggigil dan gemetar saking takut hingga akhirnya Handaru datang.

Setelah Handaru membuka kunci mobil otomatisnya, Mitha buru-buru masuk ke dalam mobil Handaru bahkan sampai dia lupa bahwa high heelsnya tertinggal di luar.

"Ayo Mas, cepat kita pergi dari sini," ujar Mitha kemudian.

Lelaki itu masih terus menatap kepergian Mitha saat Mitha kembali mengeceknya melalui kaca spion.

Mau apalagi dia?

Gumam Mitha dalam hati.

Ketakutannya semakin menjadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status