-30-
Suasana di bengkel tampak ramai. Karyawan yang jumlahnya lima orang itu tampak bergerak cepat untuk menyelesaikan pekerjaan mereka masing-masing. Sementara para pemilik toko melakukan berbagai hal untuk membunuh kebosanan.
Waktu yang terus merangkak naik menuju siang hari membuat perut mereka keroncongan. Theo yang juga sudah merasa lapar akhirnya berdiri dan hendak beranjak pulang. Namun langkahnya terhenti ketika melihat sesosok pria yang sama sekali tidak diharapkan kedatangannya.
"Wuah, bos bengkel. Gimana, sudah menghasilkan berapa juta dolar?" tanya Bagaskara dengan nada suara mengejek.
Theo memilih untuk mengabaikan ucapan pria tersebut dan langsung menuju mobil yang diparkir di samping bangunan bengkel. Gerakannya tertahan karena Bagaskara menarik tangan dan berkata dengan sinis,"Apa kamu tidak punya keahlian lain, hah? Mana bisa ngebahagiain Nadine dengan penghasilan bengkel kecil begini!"
"Jangan coba-coba mem
-31-Hari sudah sore ketika Theo dan Nadine tiba di rumah. Keduanya disambut dengan tatapan penuh curiga sang ibu, sekaligus omelan Bu Ida karena Nadine tidak mengindahkan larangannya untuk tidak keluyuran.Perempuan muda itu dengan cepat merangkul pundak calon mertuanya itu sambil mengajak Bu Ida masuk ke ruang keluarga, tempat di mana anggota keluarga lainnya tengah berkumpul dan menonton televisi.Theo menyusul sambil membawa satu kantung plastik yang berisi dua dus martabak telur. Tania dan Evan langsung bersukacita saat sang kakak meletakkan plastik tersebut di atas lantai. Tanpa sungkan keduanya membuka tutup dus dan berebutan mengambil bagian masing-masing."Elsa langsung pulang, ya?" tanya Nadine sambil mendudukkan diri di sebelah Tania."Iya, ada urusan lain tadi, katanya," sahut Tania sambil mengunyah kudapan rasa gurih dan asin tersebut. "Tadi dia nitipin pesan, Cici bisa langsung masuk ke kontrakan karena k
-32-Wajah pria dewasa yang sudah mendekati usia paruh baya itu tampak tegang. Sesekali dia menyeka bulir peluh di wajah dengan saputangan motif kotak-kotak, yang sudah basah sejak tadi. Demikian pula dengan kerah kemeja merah dan bagian lipatan ketiak, kentara sekali bila tubuhnya sudah bermandikan keringat.Nadine dan Santi menatap tajam wajah bulat sang pria bertubuh gemuk itu. Sementara Theo dan Evan mengawasi dari meja sebelah, berjaga-jaga jika pria bernama Mario itu akan melakukan tindakan frontal pada kedua perempuan di hadapannya."Maaf, Mbak Nadine. Saya ... benar-benar kepepet kemaren," ucap Mario sambil menunduk."Semua orang juga butuh uang, Om. Tapi nggak harus jadi pengkhianat kan!" tukas Nadine dengan suara yang terdengar dingin."I-iya, Mbak. Saya salah." Mario semakin menundukkan kepala. Dia merasa sangat malu sekaligus bingung, bagaimana caranya bisa memperbaiki hubungan dengan Nadine dan kelua
-33-Malam itu Theo kesulitan untuk memejamkan mata. Pria berparas tampan tersebut sudah mengubah posisi tubuh puluhan kali, tetapi kantuk tak kunjung menyapa.Pikirannya sangat penuh dengan berbagai kelebatan berbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini. Dari mulai kebodohannya mengambil kehormatan Nadine. Janji untuk menikah yang membuatnya dilema. Rasa bersalah karena telah melukai hati Fenita, padahal hatinya masih terpaut pada gadis itu.Serta yang terbaru. Theo semakin merutuki diri karena tidak mampu berbuat apa-apa saat Nadine dicopot jabatannya oleh Pak Daniel. Diusir dari apartemen. Semua fasilitas dicabut. Serta berbagai ancaman Bagaskara yang pernah dilontarkan pria tersebut, membuatnya benar-benar pusing.Lelah mencoba untuk tidur akhirnya Theo bangkit dan jalan ke belakang rumah. Meraih sebuah kotak kecil yang disembunyikan di ceruk terdalam lemari di bagian bawah rak piring dan membukanya. Mengeluarkan isi d
-34-Pria gemulai yang menjadi perias pengantin Nadine itu berulang kali bersenandung lagu cinta, tetapi tidak ada satupun judul lagu tersebut yang selesai dia nyanyikan. Hal itu tak urung membuat Nadine beberapa kali mengikik, demikian pula dengan sang penata rias yang bernama Roni."Sssttt! Cicing heula atuh!" pinta Roni dengan suara yang diberat-beratkan. (Diam dulu)"Masnya ngebanyol mulu, jadi ketawa terus," sahut Nadine di sela-sela tawa kecilnya."Di sini sepi banget, jadi eikeh nyanyi aja.""Mau dengar lagu apa?" Nadine meraih ponsel dari atas meja rias. Menekan layar benda pipih hitam itu untuk mencari aplikasi khusus pemutar musik."Lagu apa aja deh. India boleh. Indonesia boleh. Barat boleh. Timbuktu juga mangga.""Mana ada lagu berbahasa Timbuktu?" Nadine kembali tertawa mendengar candaan pria tersebut."Ada dong, khusus negara sana pasti!" Roni menyeringai. Dia menyukai
-35-Janji sumpah setia telah diucapkan dengan lancar oleh kedua mempelai. Diiringi dengan kabut di mata kedua pasang orang tua masing-masing. Demikian pula dengan para tamu yang hadir, semuanya ikut larut dalam keharuan proses penyatuan kedua insan tersebut.Theo mengangkat kain penutup wajah Nadine, merapikannya dengan hati-hati di atas kepala sang istri. Pria itu mengulaskan senyuman sebelum memajukan tubuh dan mengecup dahi Nadine yang memejamkan matanya.Teriakan teman-teman yang memanas-manasi suasana agar Theo mengecup bibir Nadine, dibalas tawa kecil kedua pengantin. Sesaat mereka beradu pandang dengan penuh rasa bahagia dalam hati.Beberapa detik berlalu, kemudian tubuh Nadine menegang ketika Theo kembali mendekat sambil berbisik,"Aku sayang kamu, Istriku yang seksi."Nadine membeliakkan mata, tetapi bibirnya membentuk sebuah senyuman. Merasa senang atas ungkapan jujur dari Theo yang telah sah me
-36-Malam semakin larut. Pesta pernikahan telah usai. Satu per satu orang menuju kamar dan cottage masing-masing, yang telah disewa oleh keluarga Nadine selama dua hari. Untuk acara ini Pak Daniel tidak segan-segan mengeluarkan biaya banyak, karena ingin memberikan kenangan terindah untuk putri kesayangannya.Pria paruh baya itu menatap punggung Nadine yang tengah berjalan menjauh dengan dituntun oleh Theo. Matanya kembali mengabut karena merasa telah kehilangan hak pada sang putri. Sekarang Theolah yang akan bertanggung jawab atas kehidupan Nadine."Jangan nangis, Pi," ucap Bu Rianti yang ternyata sudah berada di samping Pak Daniel."Papi nggak nangis, ini cuma kelilipan doang," kilah pria berkulit putih tersebut, merasa malu karena ketahuan tengah menangis oleh istrinya.Tawa kecil Bu Rianti akhirnya membuat Pak Daniel pun turut tertawa. Pria itu melingkarkan tangan di pinggang istrinya dan mendaratkan kecupan di peli
-37-"Na." Suara khas Bu Rianti yang disertai dengan ketukan di pintu, menyapa pagi hari Nadine yang bergegas bangun.Perempuan berambut panjang itu jalan dengan sedikit gontai. Membuka pintu dan melongok ke luar, beradu pandang dengan seraut wajah sang mami yang tengah tersenyum lebar."Ya, Mi?" tanya Nadine."Sarapan, yuk!" ajak Bu Rianti sambil mengulurkan tangan ke leher sang putri. "Theo geragas sekali," sambungnya seraya terkekeh.Mata Nadine seketika membola. Refleks menyentuh leher dan mengira-ngira ada apa di sana."Tutupin pake foundation dan bedak tebal. Nggak mungkin kamu pake syal kan."Nadine mengangguk ragu-ragu, dan hanya bisa memandangi punggung maminya yang jalan menjauh sambil tetap tertawa kecil. Setelah menutup dan mengunci pintu, Nadine bergegas menuju meja rias.Pekikan kecilnya membangunkan Theo yang seketika langsung bangkit dan duduk di tempat tidur. P
-38-Napas Theo tersekat ketika melihat sosok Nadine yang jalan ke luar dari lorong toilet. Tatapan tajam sang istri terasa menghunjam kalbunya. Firasat buruk seketika menghantam hati, tetapi Theo tetap berusaha untuk menampilkan sikap tenang dan raut wajah santai.Kala Nadine sudah berada di hadapan, pria bertubuh tinggi itu mengulaskan senyuman yang diharapkan bisa mencairkan suasana. Akan tetapi, Nadine malah melengos dan berlalu, melenggang pergi menuju gerbang untuk naik ke terminal keberangkatan.Theo menggeleng pelan. Menarik ransel yang tadi diletakkannya di kursi tunggu, kemudian jalan cepat mengejar Nadine. Setelah melewati gerbang masuk dan menaiki eskalator, Nadine jalan mendahului dan memasuki sebuah toko di deretan kiri."Na, kita ngopi di situ aja," tunjuk Theo pada sebuah kafe di sebelah kanan."Jangan belagu deh, di situ kan mahal!" ketus Nadine yang membuat Theo terkejut.Pria itu hanya bisa pasrah sa