-38-
Napas Theo tersekat ketika melihat sosok Nadine yang jalan ke luar dari lorong toilet. Tatapan tajam sang istri terasa menghunjam kalbunya. Firasat buruk seketika menghantam hati, tetapi Theo tetap berusaha untuk menampilkan sikap tenang dan raut wajah santai.
Kala Nadine sudah berada di hadapan, pria bertubuh tinggi itu mengulaskan senyuman yang diharapkan bisa mencairkan suasana. Akan tetapi, Nadine malah melengos dan berlalu, melenggang pergi menuju gerbang untuk naik ke terminal keberangkatan.
Theo menggeleng pelan. Menarik ransel yang tadi diletakkannya di kursi tunggu, kemudian jalan cepat mengejar Nadine. Setelah melewati gerbang masuk dan menaiki eskalator, Nadine jalan mendahului dan memasuki sebuah toko di deretan kiri.
"Na, kita ngopi di situ aja," tunjuk Theo pada sebuah kafe di sebelah kanan.
"Jangan belagu deh, di situ kan mahal!" ketus Nadine yang membuat Theo terkejut.
Pria itu hanya bisa pasrah sa
-39-"Kamu ... mau apa?" cicit Nadine ketika Theo mendekat sembari membuka kausnya dan melemparkan benda itu ke lantai."Menurutmu?" Theo balas bertanya sambil melepaskan sabuk. Mendudukkan diri di sebelah kiri Nadine dan menyentuh rambut sang istri yang tampak tegang."Jangan pernah ngajak aku bercinta lagi!" bentak Nadine. Perempuan itu menggeser tubuh menjauh, tetapi Theo semakin bergeser mendekati. Tak peduli Nadine memandanginya dengan tajam."Kenapa? Kita kan sudah sah menikah. Aku dan kamu menjadi satu," balas Theo sembari mengernyitkan dahi."Kamu lupa, pernikahan kita ini cuma pernikahan kontrak. Setahun langsung selesai!""Aku nggak pernah menandatangani kontrak, Na. Cuma kamu doang. Cek aja!""Pokoknya aku nggak mau terus-terusan nikah sama cowok penipu!"Theo terkesiap, memajukan tubuh dan menatap wajah Nadine lekat-lekat. "Apa maksudmu? Aku nggak ngerti.""Jangan pu
-40-Langit sudah terang saat Theo terbangun di pagi hari itu. Setelah menguap dan mengucek mata beberapa kali, pria berambut cepak itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tatapannya terhenti di sebelah kanan, di mana Nadine masih bergelung dalam selimut.Pria tersebut melebarkan senyuman, mengulurkan tangan dan merapikan rambut sang istri yang berantakan di atas bantal. Dia memandangi raut wajah cantik perempuan tersebut sambil mengucap syukur dalam hati.Kini hatinya telah mantap seiring dengan membesarnya rasa cinta untuk Nadine. Theo berjanji tidak akan menyakiti perasaan sang istri, apalagi sampai harus bercerai.Membayangkan harus berpisah membuatnya menggeleng tanpa sadar. Theo benar-benar tidak mau hal itu terjadi dan dia akan berusaha keras untuk mewujudkan rumah tangga yang harmonis, dan meyakinkan Nadine agar tetap bersamanya sampai kapan pun.Perhatian Theo teralihkan oleh getaran di ponselnya yang berada
-41-Masa bulan madu sudah berakhir. Hari ini Theo dan Nadine berangkat kembali menuju Jakarta. Pasangan pengantin baru itu merasa enggan untuk pulang, tetapi karena pekerjaan sudah menunggu, mau tidak mau mereka harus kembali.Terutama Theo, dia ingin segera bertemu dengan Fenita dan membahas tentang rencana gadis itu untuk melanjutkan menjebak Bagaskara. Theo memang belum menceritakan tentang hal itu pada Nadine. Dia tidak mau bila istrinya akan merasa khawatir akan keselamatan diri mereka.Theo sudah mengatur rencana bersama Samuel. Tanpa sepengetahuan Nadine, Theo telah menelepon Samuel dan menceritakan perihal rencana Bagaskara. Kakak iparnya itu bersedia untuk membantu Theo menghadapi Bagaskara, dan membantu pria itu dalam kepemimpinan perusahaan, sesuai keputusan Pak Daniel.Theo juga sudah menghubungi Anto, dan memintanya untuk ikut membantu usahanya menggagalkan rencana Bagaskara. Theo yakin bila Bagaskara pasti akan bermain de
-42-Pak Dibyo, pria paruh baya yang merupakan pengacara perusahaan milik Pak Daniel, tiba di kantor polisi terdekat dengan kediaman Nadine dan Theo. Pria berkumis tebal itu datang bersama kedua asistennya yang langsung sibuk di kantor Kapolsek, sedangkan Pak Dibyo sendiri mengajak pasangan pengantin baru itu beserta Anto, menuju sebuah rumah makan yang berada tepat di sebelah kanan polsek."Papimu udah nyerahin semuanya ke om, Na. Sekarang terserah kamu dan Theo. Apa ini mau dilanjutkan ke ranah hukum atau gimana?" tanya Pak Dibyo, sesaat setelah memesan minuman pada pelayan."Menurut Om, bagusnya gimana?" Nadine balas bertanya. "Sebetulnya aku udah bete sih, pengen menghajar Bagas, tapi kayaknya bukti-bukti kita belum komplit, ya?" lanjutnya sambil mengerutkan dahi."Nah, benar itu. Kalau menurut om, lebih baik memang kita kumpulkan bukti dulu. Tuduhan pengintaian pada orang-orang suruhannya pun nggak membuat mereka dipenjara, N
-43-Keesokan harinya.Tubuh tegap pria berkulit kuning langsat itu melangkah memasuki gedung perkantoran. Para petugas keamanan dan resepsionis menyapanya sambil menundukkan kepala sedikit. Sementara pria itu membalas dengan anggukan kepala.Langkah pria tersebut berhenti ketika sudah berada di dalam lift. Beberapa orang karyawan yang kebetulan sudah berada di sana pun menyapanya dengan anggukan sopan yang dibalas pria itu dengan seulas senyuman manis.Sesampainya di lantai tujuan, pria berambut cepak itu melangkah ke luar lift. Menyusuri lorong yang diisi kubikel para karyawan yang seketika berdiri menyambut kedatangannya.Santi pun melakukan hal yang sama setelah selama beberapa detik tertegun mengagumi penampilan Theo yang sangat berbeda dari biasanya.Theo yang dikenalnya selama beberapa tahun terakhir selalu mengenakan kemeja dan celana kain saja, sesekali berganti dengan celana jeans dan kaus yang mencetak b
-44-Waktu pun terus bergulir. Theo dan Nadine semakin disibukkan dengan kegiatan sehari-hari. Namun, mereka juga tetap berusaha memantau rencana resepsi di Belitung yang tengah dipersiapkan oleh keluarga Theo.Nadine sudah mengirimkan dana melalui rekening Herman, agar ayah mertuanya itu bisa mempersiapkan segala sesuatunya tanpa harus berpikir keras mencari dana. Selain itu, Nadine juga telah mempersiapkan gaun pesta yang akan dia kenakan di sana, yang serupa dengan gaun untuk sang mami, Celina, ibu dan adik perempuan. Para sahabatnya yaitu Hera, Santi, Dewi dan Elsa nantinya juga akan ikut ke Belitung. Demikian pula dengan Andi dan Anto.Sesuai janji, siang ini Nadine dan keempat sahabatnya berkumpul di butik Sheila. Mereka tengah mengobrol ketika tanpa sengaja Nadine melihat mobil yang sangat dikenalnya berhenti di depan butik."Itu kan mobilnya Bagas," ucap Nadine sambil menggeser tubuh ke dekat jendela kaca, agar bisa
-45-Suasana ramai di kafe daerah Rawamangun itu terasa mencekam bagi Fenita. Gadis berparas manis tersebut memainkan jemari di pangkuan, sementara sepasang matanya mengawasi gerak-gerik pria di hadapan yang menatapnya dengan tatapan menyelidik.Fenita berulang kali menelan ludah untuk membasahi tenggorokan yang terasa kering. Dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak melirik ke meja sebelah kanan, di mana Anto dan Beni mencuri-curi pandang ke arah dirinya dan Bagaskara.Sementara itu di beberapa meja lainnya, anak buah Bagaskara mengawasi sekitar. Demikian pula dengan teman-teman Anto yang tersebar di meja-meja bagian sudut. Mereka semua berusaha saling mengintai agar gerakan lawan bisa terpantau."Kenapa kamu kabur?" tanya Bagaskara beberapa saat kemudian."Aku ... takut diintimidasi anak buahmu," jawab Fenita. "Mereka suka nongkrong di depan butik, bikin aku nggak fokus kerja. Makanya aku berhenti dan bersembunyi,
-46-Semenjak turun dari pesawat di Bandara HAS Hanandjoeddin, Tanjung Pandan, Belitung, bibir Theo tak henti-hentinya melengkungkan senyuman. Pria itu merasa sangat senang telah bisa menginjakkan kakinya kembali di tempat kelahiran, setelah dua tahun tidak pulang ke sini.Demikian pula dengan Nadine, perempuan berparas cantik itu juga sangat bahagia karena bisa berkunjung ke tempat asal sang suami. Keinginannya untuk lebih mengenal keluarga besar Theo sudah sangat membuncah, terutama karena rasa rindunya pada mertua dan adik-adik Theo.Anto dan Santi yang ikut bersama kedua sejoli tersebut, masih belum terbiasa dengan udara panas khas daerah pantai yang lebih menyengat dibandingkan dengan di Jakarta. Terutama Santi, perempuan berwajah oval itu tak pernah berhenti mengusap wajahnya yang berkeringat."Panas banget ihh," keluh Santi saat mereka sedang menunggu bagasi di tempat kedatangan bandara."Kamu yang salah