-25-
Suasana restoran tempat pertemuan Nadine, Theo dan Samuel tampak cukup ramai. Alunan musik dari band mengiringi santap malam para pengunjung.
Ketiga orang tersebut masih belum banyak bicara, hanya saling sapa saat baru tiba tadi. Hal ini membuat Nadine bingung karena perubahan sikap kakak angkatnya, yang biasanya akan mengobrol panjang lebar bila mereka bertemu.
"Koko manggil kami ke sini buat apa?" tanya Nadine, sesaat setelah menghabiskan makanannya.
Samuel menatap sang adik dan calon adik iparnya itu dengan lekat. Pria itu tampak menimbang-nimbang hal yang akan dikemukakan. "Koko mendapat mandat dari papi buat mastiin kamu udah nggak pakai fasilitas dari beliau," ucapnya.
"Sekaligus, dapat pesan dari mami untuk membantu kalian membuka usaha baru," lanjutnya yang membuat Nadine dan Theo saling beradu pandang.
"Jujur, Na, koko dilema ini. Harus menuruti perintah papi atau mami.
Apalagi karena-26-Nadine dan Elsa tengah mengobrol dengan seru saat Santi tiba sambil bersungut-sungut. Perempuan berwajah oval itu tidak terima dirinya diabaikan Nadine, semenjak sahabatnya itu diberhentikan sebagai direktur oleh sang papi."Aku juga mau berhenti," ujar Santi dengan nada suara getir."Terus, kalau kamu nganggur, mau bayar kontrakan pake apa, daun?" tanya Nadine seraya menyunggingkan senyuman lebar."Ya nggak nganggurlah, aku ikut pindah ke sini. Jadi staff biasa juga nggak apa-apa," sahut Santi."Sayang sekali, staff di sini udah penuh, San. Hanya ada satu posisi yang kayaknya cocok buatmu," sela Elsa sembari menatap wajah sahabatnya itu dengan lekat."Posisi apa?" tanya Santi penuh harap."Tukang panggul dekor."Sesaat hening, kemudian tawa Nadine dan Elsa menyembur bersamaan. Tak peduli Santi mendengkus dan mengomel panjang lebar karena telah dikerjai."Seriuslah,
-27-Ungkapan rasa sayang Theo beberapa hari yang lalu membuat hati Nadine berbunga-bunga. Terkadang dia curi-curi pandang pada Theo, bila kebetulan pria itu sedang berada di rumah. Namun, bila tertangkap basah sedang memandangi, maka Nadine langsung menampilkan wajah tanpa ekspresi.Theo sendiri memang masih terkaget-kaget dengan kelancangan mulutnya mengungkapkan perasaan tersebut. Dia seharusnya bisa menahan diri dan menyimpan rasa itu baik-baik.Tadinya, Theo baru akan mengungkapkan perasaan bila Nadine masih ngotot untuk berpisah, tetapi hal tersebut ternyata sangat susah. Theo sebenarnya pun sering memandangi wajah Nadine secara sembunyi-sembunyi, atau menatapnya sebelum tidur. Hal itu malah membuat rasa sayang itu semakin membesar seiring waktu.Hari terus berganti. Kesibukan mereka membuat Nadine dan Theo nyaris tidak memiliki quality time. Nadine berangkat dari rumah pagi-pagi dan pulang saat langit menggelap. Theo menyib
-28-Restoran di kawasan Tendean itu menjadi saksi kericuhan keluarga besar Theo, saat dijamu makan siang oleh Nadine. Perempuan bermata sipit tersebut sesekali tergelak bila Evan atau Tania menceritakan tentang kisah masa kecil Theo. Tawa Nadine semakin mengencang saat Bi Suri, adiknya Pak Herman menambahkan beberapa cerita saat Theo remaja.Bi Suri adalah pengasuh Theo dan kedua adiknya semenjak baru lahir. Hal ini dikarenakan Bu Ida juga ikut bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga, otomatis tumbuh kembang ketiga orang tersebut menjadi tanggung jawabnya.Rumah Bi Suri yang letaknya bersebelahan dengan rumah orang tua Theo, menjadikan mereka teramat akrab. Selain kedua orang tua, Theo dan kedua adiknya itu sangat menyayangi Bi Suri.Demikian pula dengan kedua anak Bi Suri, mereka sudah dianggap sebagai saudara kandung ketimbang sepupu oleh ketiga anak Pak Herman.Sementara Pak Beni dan Bi May, tinggalnya di
-29-Fenita memandangi Nadine dan Theo nyaris tanpa kedip. Gadis itu sedapat mungkin menahan tangis yang sudah menyumbat di tenggorokannya. Tidak mau ada orang lain yang tahu bagaimana perih hatinya, ketika menyaksikan kemesraan pria yang sudah telanjur dicintai dengan perempuan lain.Berulang kali Fenita menghela napas berat dan mengembuskannya perlahan. Berharap hal tersebut bisa membuatnya lebih tenang dan santai. Dia juga tidak mau merusak kebahagiaan keluarga Theo yang tampaknya sangat menyukai Nadine."Fen, sudah siap?" tanya Sheila yang tengah jalan menuju tempat Fenita berdiri."Sudah, Bu," jawab Fenita sembari merapikan dekorasi untuk terakhir kalinya, sebelum digunakan oleh pasangan itu sebagai tempat foto prewedding."Ayo, Na, kita mulai," ajak Sheila pada sang pengantin yang sudah didandani oleh tim penata rias yang bekerjasama dengan butiknya.Semua proses sebelum pernikahan Nadine dan
-30-Suasana di bengkel tampak ramai. Karyawan yang jumlahnya lima orang itu tampak bergerak cepat untuk menyelesaikan pekerjaan mereka masing-masing. Sementara para pemilik toko melakukan berbagai hal untuk membunuh kebosanan.Waktu yang terus merangkak naik menuju siang hari membuat perut mereka keroncongan. Theo yang juga sudah merasa lapar akhirnya berdiri dan hendak beranjak pulang. Namun langkahnya terhenti ketika melihat sesosok pria yang sama sekali tidak diharapkan kedatangannya."Wuah, bos bengkel. Gimana, sudah menghasilkan berapa juta dolar?" tanya Bagaskara dengan nada suara mengejek.Theo memilih untuk mengabaikan ucapan pria tersebut dan langsung menuju mobil yang diparkir di samping bangunan bengkel. Gerakannya tertahan karena Bagaskara menarik tangan dan berkata dengan sinis,"Apa kamu tidak punya keahlian lain, hah? Mana bisa ngebahagiain Nadine dengan penghasilan bengkel kecil begini!""Jangan coba-coba mem
-31-Hari sudah sore ketika Theo dan Nadine tiba di rumah. Keduanya disambut dengan tatapan penuh curiga sang ibu, sekaligus omelan Bu Ida karena Nadine tidak mengindahkan larangannya untuk tidak keluyuran.Perempuan muda itu dengan cepat merangkul pundak calon mertuanya itu sambil mengajak Bu Ida masuk ke ruang keluarga, tempat di mana anggota keluarga lainnya tengah berkumpul dan menonton televisi.Theo menyusul sambil membawa satu kantung plastik yang berisi dua dus martabak telur. Tania dan Evan langsung bersukacita saat sang kakak meletakkan plastik tersebut di atas lantai. Tanpa sungkan keduanya membuka tutup dus dan berebutan mengambil bagian masing-masing."Elsa langsung pulang, ya?" tanya Nadine sambil mendudukkan diri di sebelah Tania."Iya, ada urusan lain tadi, katanya," sahut Tania sambil mengunyah kudapan rasa gurih dan asin tersebut. "Tadi dia nitipin pesan, Cici bisa langsung masuk ke kontrakan karena k
-32-Wajah pria dewasa yang sudah mendekati usia paruh baya itu tampak tegang. Sesekali dia menyeka bulir peluh di wajah dengan saputangan motif kotak-kotak, yang sudah basah sejak tadi. Demikian pula dengan kerah kemeja merah dan bagian lipatan ketiak, kentara sekali bila tubuhnya sudah bermandikan keringat.Nadine dan Santi menatap tajam wajah bulat sang pria bertubuh gemuk itu. Sementara Theo dan Evan mengawasi dari meja sebelah, berjaga-jaga jika pria bernama Mario itu akan melakukan tindakan frontal pada kedua perempuan di hadapannya."Maaf, Mbak Nadine. Saya ... benar-benar kepepet kemaren," ucap Mario sambil menunduk."Semua orang juga butuh uang, Om. Tapi nggak harus jadi pengkhianat kan!" tukas Nadine dengan suara yang terdengar dingin."I-iya, Mbak. Saya salah." Mario semakin menundukkan kepala. Dia merasa sangat malu sekaligus bingung, bagaimana caranya bisa memperbaiki hubungan dengan Nadine dan kelua
-33-Malam itu Theo kesulitan untuk memejamkan mata. Pria berparas tampan tersebut sudah mengubah posisi tubuh puluhan kali, tetapi kantuk tak kunjung menyapa.Pikirannya sangat penuh dengan berbagai kelebatan berbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini. Dari mulai kebodohannya mengambil kehormatan Nadine. Janji untuk menikah yang membuatnya dilema. Rasa bersalah karena telah melukai hati Fenita, padahal hatinya masih terpaut pada gadis itu.Serta yang terbaru. Theo semakin merutuki diri karena tidak mampu berbuat apa-apa saat Nadine dicopot jabatannya oleh Pak Daniel. Diusir dari apartemen. Semua fasilitas dicabut. Serta berbagai ancaman Bagaskara yang pernah dilontarkan pria tersebut, membuatnya benar-benar pusing.Lelah mencoba untuk tidur akhirnya Theo bangkit dan jalan ke belakang rumah. Meraih sebuah kotak kecil yang disembunyikan di ceruk terdalam lemari di bagian bawah rak piring dan membukanya. Mengeluarkan isi d