Tanpa rasa takut sedikit pun, Hera kembali memesan taksi online di tengah malam itu. Namun diam-diam sesuai perintah King, orang suruhannya mengikuti taksi yang membawa Hera ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Hera segera menemui dokter, ia mengatakan jika saat ini ia memiliki setengah dari biaya operasi ayahnya. Dokter langsung menuliskan surat rekomendasi operasi untuk pak Tobi dan menyuruh Hera segera menyelesaikan pembayaran.
Hati Hera sedikit lega setelah mengetahui jika besok pagi ayahnya akan di operasi. Namun disisi lain hatinya sedih karena besok ia tidak dapat mendampingi ayahnya untuk operasi. Saat ini ia berada di depan ruang tunggu ICU bersama dengan Ewan. Mereka sedang duduk di sebuah bangku panjang.
Hera menyuruh Ewan untuk pulang ke rumah dan bergantian menjaga ayah mereka. Namun sebelum Ewan mengikuti perkataannya, ia memberanikan diri bertanya kepada Hera tentang semuanya. Dengan hati yang mantap, ia menceritakan semuanya kepada Ewan. ia juga menyuruh adiknya untuk merahasiakan hal ini kepada ayah mereka.
"Kak.., Kakak pasti tau pernikahan itu bukan sebuah mainan kak! Apakah kakak mengenal pria itu sebelumnya? Kok kakak berani banget setuju menjadi istrinya?" Ewan sangat keberatan dengan langkah yang di ambil Hera.
Namun Hera menjelaskan kepada Ewan bahwa hanya dengan cara itu ayah mereka bisa selamat. "Wan, anggap saja ini pengorbanan kakak untuk Ayah, dan kakak mohon tolong kamu merahasiakannya kepada Ayah, sesekali kakak akan datang mengunjungi kalian di rumah, tolong jaga Ayah kita," air mata Hera kembali mengalir karena mulai besok, ia akan menjadi istri orang.
Ewan mencoba mengerti pilihan kakaknya, ia pun kembali ke rumah tengah malam itu dan bergantian besok pagi menjaga ayah mereka. Saat ini, Hera sedang berdiri di sebuah dinding kaca di luar ruang ICU. Ia melihat ayahnya yang terbaring lemah, dari balik kaca Hera berkata kepada ayahnya, "Yah, aku sudah mendapatkan biaya untuk operasi. Besok Ayah akan di operasi, semoga semua lancar, dan kita dapat berkumpul kembali, maafkan aku Yah, jika belum bisa menjadi anak yang berbakti kepada Ayah," Ujarnya sambil terisak.
Sementara itu, King tidak dapat tidur, ia masih terbayang-bayang saat Hera mencium tangannya dan mengelusnya perlahan, entah kenapa ia merasakan kehangatan saat Hera menyentuhnya. Tiba-tiba ponselnya bergetar, ia membuka pesan itu, ternyata dari orang suruhannya yang mengatakan jika Hera sudah sampai di tujuan dengan selamat.
"Hei, Ada apa denganku? Kenapa aku jadi mikirin si culun itu sih? Aku harus fokus, tujuanku adalah untuk membuat hidup si culun itu menderita," ujarnya kepada dirinya sendiri. King tidak mengerti apa yang terjadi kepadanya. Kenapa ia terus memikirkan tentang Hera.
Ia melirik jam di dinding kamarnya, sudah hampir jam dua dini hari tetapi ia tidak dapat memejamkan matanya. Sejak Gladis tiada, King memang mengalami insomnia terutama pada malam hari. Ia harus mengkonsumsi obat tidur dulu, baru ia bisa terlelap. karena jika tidak, mungkin sampai pagi ia tetap terjaga.
"Ini tidak bisa dibiarkan! besok kan, aku harus mengurus semua sebelum bokap dan nyokap sampai di Jakarta," King membuka laci meja dan mengambil satu butir obat tidur dan meminumnya.
Benar saja, tidak lama setelah ia meminum obat tidur, King pun langsung masuk ke alam mimpi lalu tertidur dengan nyenyak.
Pukul lima pagi, Ewan kembali ke rumah sakit. Ia mendapati Hera tertidur di bangku panjang di depan ruang ICU. Ia mencoba membangunkannya dengan pelan. Karena kelelahan, Hera agak lama baru bisa terbangun. Ewan mengatakan jika sebentar lagi ayah mereka akan segera di operasi. Hera yang baru bangun kembali mengumpulkan nyawanya, bersamaan dengan itu, ponselnya berbunyi, ternyata pengawal Juyan yang mengirimkan pesan kepadanya. Mengingatkannya agar tidak telat datang. Karena hari ini mereka akan mendaftarkan pernikahan mereka ke kantor catatan sipil. Hera menjawab pesan Juyan dan mengatakan ia akan datang tepat waktu. Sebelum ayahnya masuk ruang operasi, terlebih dahulu Hera di panggil oleh dokter untuk menandatangani surat persetujuan dilakukannya tindakan operasi. Setelah semua urusan administrasi selesai, ayah Hera segera di bawa masuk ke dalam ruang operasi. Setelah m
Setelah semua dokumen selesai, tinggal ada tiga orang yang berada di ruangan itu. "Nona Hera, anda telah resmi menjadi istri tuan King, ada beberapa syarat-syarat yang ada harus patuhi," pengawal Juyan menyodorkan beberapa lembar kertas di hadapannya. Sedangkan King duduk santai di sofa, kembali sibuk di layar ipadnya. Hera menerima lembaran kertas itu dan mulai membacanya, ada beberapa peraturan yang harus ia patuhi, diantaranya yaitu : Mematuhi setiap aturan dari suami Tidak ada kontak fisik Bekerja di Quality TBK sampai suami mengatakan berhenti untuk bekerja Mengurusi semua kebutuhan suami Tinggal satu atap dengan suami Dilarang membantah perkataan suami Merahasiakan pernikahan dengan o
Juyan segera menghubungi dokter Leo. Dokter tersebut saat ini sedang berada dalam perjalanan. King segera membaringkan tubuh Hera diatas kasur. Ia menepuk-nepuk pipi Hera. "Kulitnya sangat halus," gumamnya dalam hati. Ia memandangi sekujur tubuh Hera, ada yang serasa menggelitik di balik celananya. "Shit! ada apa denganku?" Hanya dengan memandang wajahnya saja senjata pamungkas King yang sudah lama tertidur, kembali tegak bediri, torpedonya seakan sesak dan siap untuk meluncurkan beberapa tembakan maha dahsyat yang sudah lama terpendam. King buru-buru melepas tangannya yang sedang mengelus pipi Hera. Bersamaan dengan itu dokter Leo sampai. Ia segera memerintahkan dokter Leo untuk memeriksanya. Disaat dokter Leo ingin memeriksa Hera, ia memegang pergelangan tangannya untuk memeriksa denyut nadinya. Namun tanpa di duga King menepis tangan dokter Leo sambil berkata "hei, Apa yang anda lakukan! Berani
King segera masuk ke dalam kamar dan bertanya kepada dokter Yuna, "mengapa dia menangis?" King bingung melihat Hera menangis dan meringis sakit. Dokter Yuna terlihat mengoles ngoleskan kapas alkohol di lengan Hera yang sudah di tusuk oleh jarum infus. Dokter Yuna menjelaskan kepada King jika cairan infus berisi nutrisi ini memang menyebabkan rasa nyeri saat mengaliri pembuluh darah, salah satu cara untuk meringankan rasa nyeri dengan mengoles ngoleskan kapas alkohol. "Dokter, Bisakah infusnya dilepas saja?" Hera benar-benar tidak dapat menahannya lagi. King mengangguk tanda setuju dengannya. Dokter Yuna melihat jika cairan infus tersebut sudah setengah masuk ke dalam tubuh Hera. "Baiklah nona, saya akan melepasnya tetapi sebelumnya saya ingin bertanya terlebih dahulu, apakah anda sering pingsan seperti ini?" Hera menjawab jika saat ini adalah pertama kalinya ia pingsan.
Hidangan untuk lunch telah tersedia diatas meja, saat ini King dan Hera sedang menikmati makan siang mereka, King menyodorkan beberapa macam lauk di atas piringnya, membuat piringnya penuh menggunung, ia bingung bagaimana cara menghabiskan semua hidangan ini, namun karena intimidasi dari King, ia harus menghabiskan semua makanan itu. Pelan-pelan, Hera mencoba menghabiskan semua hidangan yang terisi dalam piringnya. Setelah selesai makan, King menyodorkan kembali vitamin yang harus diminum oleh Hera. "Ini juga terakhir kalinya gue lihat lo sakit! gue nggak suka perempuan lemah dan penyakitan, apa lo mengerti?" King menatap tajam ke arah Hera. "Ba..baik tuan." Ujarnya kaku. Juyan yang mendengar semua perkataan King, semakin yakin jika rencananya ini akan berhasil, apalagi dukungan dari dokter Leo yang berpura pura menyukai Hera, dan ia juga harus memberi perhatian lebih kepada Hera untuk meman
Entah mengapa ada perasaan gelisah yang dialami King, saat Juyan dan Hera berlama-lama di dalam kamar. Keduanya pun keluar dari kamar. Masih terlihat Hera yang kaku berada di dekat King. Ia merasa tidak nyaman saat ini karena tatapan King yang sangat tajam mengarah kepadanya. Tanpa mengucapkan satu kata pun dari bibirnya. "Kenapa dia memandangku seperti itu? seharusnya ia mengatakan jika aku punya salah, jangan malah diam seperti ini," gumamnya dalam hati. Juyan memecah kesunyian dengan berpamitan kepada keduanya dan mengingatkan Hera untuk bersiap-siap karena jam 7 malam nanti, ia dan King akan bertemu dengan kedua orang tuanya. Sepeninggal Juyan, Hera semakin takut karena King masih terus menatapnya dengan sinis. "Hei, kenapa lo masih berdiam diri disitu, rapikan tempat ini! ingat perjanjian pra
Dengan kasar, King menhempaskan tubuh Hera ke tempat tidur. Ia lalu membuka lemari dan melihat jika semua gaun yang ada di lemari itu modelnya sama semua,mengekspos bagian dada dan punggung. "Sialan! Kenapa semua baju-baju ini kekurangan bahan?" Ia mengambil semua gaun-gaun itu dan melemparkannya di bawah lantai kamar. "Tunggu disini, dan jangan mencoba untuk keluar dari kamar!"King berlalu dari kamar Hera dan mengunci istrinya itu di dalam kamar.Seolah-olah Hera ingin melarikan diri. Hera yang shock dengan sikap King yang tiba-tiba marah kepadanya, hanya mampu bersedih dan mencoba mengikuti semua keinginan suaminya itu. Sekitar setengah jam ia menunggu King datang. Ia memanfaatkan waktu untuk merapikan kembali gaun-gaun yang berserakan di lantai kamar dan kembali memasukkannya ke dalam le
King tiba-tiba tercengang saat ia bisa mencapai pelepasannya hanya dengan membayangkan tubuh istrinya itu. "Shit!" ada apa denganku? apakah aku sudah sembuh?" Tanpa seorang pun yang tau, sejak kepergian Gladis untuk selamanya. Alat tempur King tidak berfungsi dengan baik. Itu salah satu alasan ia menolak dekat dengan lawan jenisnya. Ia pernah mengkonsultasikannya kepada seorang dokter spesialis ternama. Dokter itu mengatakan jika alam bawah sadar King yang belum bisa lepas dengan Gladis yang membuat ia seperti itu. Dokter mengatakan hanya King yang dapat menyembuhkan luka batinnya sendiri. Sekalipun ia minum obat semahal apapun tidak dapat menjamin ia akan sembuh total. Ia mengguyur tubuhnya di bawah aliran shower, sambil berpikir kenapa ia dapat dengan mudahnya mencapai puncak nirwana. Namun ia tidak dapat menemukan jawabannya.