Share

BAB. 7 Bibir Seksi

Kembali ke rumah sakit,

Rahez baru saja tiba di ruang VVIP tempat sang Oma sedang dirawat.

Diruangan itu, 

Ada dua orang wanita yang paling dirinya sayangi di dunia ini, sedang fokus menatap layar lebar di depannya. Sebuah iPad milik Asisten Frans, menjadi daya tarik keduanya. Sampai-sampai keduanya tidak mengetahui jika Rahez sudah berada di tempat itu.

Namun sang asisten menyadari jika atasannya telah sampai di ruangan itu.

"Tuan Muda?" kaget, Frans. Dia buru-buru keluar dari ruangan mewah itu, dengan alasan mau mengurus obat-obatan untuk Oma Rika.

"Rahez ... cucu Oma? Kamu sudah lama datang?" tanya Oma Rika, senang melihat cucunya sudah berada di situ.

"Aku baru saja, sampai, Oma," ucap, Rahez. Lalu mendekati ranjang di mana sang nenek sedang terbaring lemah.

"Rahez, kamu kalau sudah tiba dari tadi, kok nggak menyapa Oma dan Mami? Kamu ini, kebiasaan banget, deh!" gerutu Mami Gita, kepada putranya.

"Maaf ... Mi, Oma. Lagian dari tadi Oma dan Mami fokus ke iPad. Memangnya lagi lihatin apa sih?" ucapnya, penasaran.

"Rahez ... sini peluk Oma dulu."

"Hah? Peluk? Memangnya ke ... kenapa, Oma?" tanya Rahez lagi. Namun dia tetap menuruti perkataan sang nenek. Dia memeluk Oma Rika dengan erat ke dalam dekapannya.

"Oma sangat senang. Akhirnya sebentar lagi Oma akan menimang cicit dari mu."

"Hah? Apa? Cicit? Maksudnya?" Rahez semakin bingung, dengan perkataan sang nenek.

"Sudah deh, Hez. Berhenti bersandiwara!" seru sang mami, lalu memberikan iPad itu, di tangan putranya.

Rahez segera membuka iPad itu. Ternyata di dalamnya ada beberapa fotonya dan foto gadis yang tadi bertabrakan dengannya di koridor rumah sakit. Posisi tubuh mereka yang rapat, seperti orang yang sedang berpelukan. Padahal tidak sama sekali.

"Frans! Kurang ajar, Lo!" geramnya, seketika.

"Rahez! Omonganmu itu! Kamu kok malah marah kepada Frans?" tukas Oma Rika, tidak suka dengan perkataan cucunya.

" Justru, Oma dan Mami. Berterima kasih kepada Asisten Frans. Karena telah jujur. Mau sampai kapan kamu umpetin pacarmu dari kami?" Mami Gita, mulai mengomeli putranya.

Lalu tiba-tiba ponsel Rahez bergetar. Dia lalu meraih ponselnya dan membuka pesan dari sang asisten.

Asisten Frans : "Mohon maaf, Tuan Muda. Saya terpaksa melakukan semuanya. Ini semua demi kebaikan Anda." 

Rahez semakin geram membaca pesan dari sang asisten.

"Tunggu saja, pembalasanku, Frans!" serunya, lalu mengeraskan rahangnya, menahan emosi. 

Rahez kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Karena Oma sudah tahu, jika kamu telah memiliki pacar. Oma akan membatalkan perjodohanmu dengan gadis pilihan papimu."

"Apa? Aku dijodohkan?" tanya Rahez, tak percaya.

"Iya, Hez. Kamu akan dijodohkan dengan salah seorang anak dari kolega papimu. Akan tetapi karena Mami juga sudah tahu, jika kamu sudah memiliki kekasih hati. Mami akan mencoba berbicara kepada Papi, untuk membatalkan semuanya." jelas Mami Gita.

Seketika Rahez dapat bernapas lega. Akhirnya dia tahu maksud dan tujuan dari Frana mengarang cerita tentang pacarnya.

"Ajaklah, dia main-main ke rumah. Oma dan Mami ingin berkenalan lebih dekat dengannya. Asisten Frans bilang, pacarmu itu, ada meeting mendadak ya, di kantornya. Makanya nggak jadi menjenguk Oma?" tanya, Mami Rika.

"I ... iya, Mi. Dia tadi tiba-tiba ditelepon oleh bosnya, dan mengabarkan jika ada meeting mendadak yang harus dirinya hadiri."

Mau tidak mau, Rahez harus mengikuti sandiwara yang dirancang oleh Asisten Mark.

Jika tidak, rencana perjodohan untuknya, yang diam-diam dirancang oleh ayahnya, akan menimpanya.

Kawasan Epicentrum, Rasuna Said.

Di sebuah gedung bertingkat tinggi, di daerah Jakarta Selatan. Seorang pemuda gagah dan berkarakter, baru saja selesai mengikuti meeting bersama klien istimewanya. 

Saat ini, dia sedang bersiap-siap untuk meninggalkan kantor, miliknya. 

Sepertinya, sang CEO sudah sangat kelelahan.

Namun dia juga ingat, harus kembali ke rumah sakit untuk melihat kondisi gadis yang pingsan tepat di depan mobilnya.

"Selamat malam, Tuan Muda. Apakah Anda akan pulang sekarang?" Tanya Mark, sang asisten sekaligus merangkap sebagai sopir pribadinya.

"Boleh, tapi gue mau mampir ke rumah sakit dulu, Mark."

"Ke rumah sakit?" Mark seketika kaget mendengar perkataan bos-nya. 

"Yap, gue mau menjenguk gadis yang tadi siang." 

"Apa?" Lagi-lagi Mark kaget, dengan perkataan atasannya.

"Kenapa sih, Lo? Dari tadi nanya-nanya mulu? Pengin ditabok?" sahut Edward, sambil memegang stik golf miliknya.

Di dalam ruangan kebersamaannya, Edward memiliki lapangan golf mini portabel, berukuran seratus sentimeter kali tiga ratus sentimeter. Dia sangat menyukai olah raga golf sejak dulu. Sepertinya, Edward mewarisi olah raga kesukaan mendiang sang ayah, yang telah lama tiada.

"A ... ampun, Bos. Maafkan, saya. Ayo kita berangkat ke rumah sakit." Tukas, Mark sedikit gentar kepada atasannya.

"Nah ... gitu kek dari tadi! Come on, kita let's go!" perintah, Edward.

"Siap, Pak Bos!" Jawab, Mark. Lalu keduanya pun berjalan menuju lift yang akan membawa mereka ke parkiran khusus untuk CEO, yang berada di basement gedung itu.

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, Mark tak habis pikir dengan sikap Edward terhadap gadis itu. Yang dirinya tahu, sang atasan sangat hati-hati dengan seorang wanita. Termasuk mengenai masalah perasaan. Edward pasti berpikir dua kali. Bahkan beribu-ribu kali untuk berdekatan dengan seorang perempuan.

Begitu banyak kemelut yang dihadapi olehnya terkait para wanita, di masa lalunya. Edward bahkan sampai konsultasi kepada seorang psikolog untuk mengatasi traumanya.

Namun kepada gadis yang baru dirinya temui tadi siang, Edward sepertinya memiliki ketertarikan atau semacamnya kepada perempuan itu. 

"Aku harus berhati-hati! Jangan sampai perempuan itu, juga punya niat untuk menyakiti Tuan Edward!" Mark bertekad kali ini. Akan melindungi Edward dari perempuan itu. Dia tidak mau sang atasan kembali kepada trauma masa lalunya.

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit. Edward terlihat sedang memejamkan matanya. Disaat dirinya hendak terlelap, wajah perempuan yang tadi siang dia tolong, mulai tergambar jelas di pelupuk matanya.

Edward masih ingat jelas gambaran wajah gadis itu. Saat menggendong tubuh lemahnya tadi siang. Edward malah asyik berselancar ria menelisik setiap siai wajah gadis yang sedang pingsan di pangkuannya. Bibir sang gadis, menjadi fokusnya saat itu.

"Her lips so sexy!" gumamnya, dalam hati.

Tiba-tiba Edward membuka matanya dan bertanya kepada sang asisten.

"Apakah masih lama kita sampainya, Mark?"

"Sebentar lagi, Bos." sahut Mark. Sambil tetap fokus untuk menyetir. 

Entah kenapa ada rasa yang menggelitik di dalam dada Edward saat ini, ingin rasanya dirinya segera menemui wanita berbibir seksi itu.

Bahkan Edward merasa sangat gugup, sesaat setelah mobil mulai memasuki area rumah sakit itu.

"Ada apa dengan Tuan Edward?" tanya Mark, dalam hatinya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sagi Good
Cool oiiiiiiiiii
goodnovel comment avatar
ZekWar77
Oke.............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status