Kembali ke rumah sakit,
Rahez baru saja tiba di ruang VVIP tempat sang Oma sedang dirawat.Diruangan itu, Ada dua orang wanita yang paling dirinya sayangi di dunia ini, sedang fokus menatap layar lebar di depannya. Sebuah iPad milik Asisten Frans, menjadi daya tarik keduanya. Sampai-sampai keduanya tidak mengetahui jika Rahez sudah berada di tempat itu.Namun sang asisten menyadari jika atasannya telah sampai di ruangan itu."Tuan Muda?" kaget, Frans. Dia buru-buru keluar dari ruangan mewah itu, dengan alasan mau mengurus obat-obatan untuk Oma Rika."Rahez ... cucu Oma? Kamu sudah lama datang?" tanya Oma Rika, senang melihat cucunya sudah berada di situ."Aku baru saja, sampai, Oma," ucap, Rahez. Lalu mendekati ranjang di mana sang nenek sedang terbaring lemah."Rahez, kamu kalau sudah tiba dari tadi, kok nggak menyapa Oma dan Mami? Kamu ini, kebiasaan banget, deh!" gerutu Mami Gita, kepada putranya."Maaf ... Mi, Oma. Lagian dari tadi Oma dan Mami fokus ke iPad. Memangnya lagi lihatin apa sih?" ucapnya, penasaran."Rahez ... sini peluk Oma dulu.""Hah? Peluk? Memangnya ke ... kenapa, Oma?" tanya Rahez lagi. Namun dia tetap menuruti perkataan sang nenek. Dia memeluk Oma Rika dengan erat ke dalam dekapannya."Oma sangat senang. Akhirnya sebentar lagi Oma akan menimang cicit dari mu.""Hah? Apa? Cicit? Maksudnya?" Rahez semakin bingung, dengan perkataan sang nenek."Sudah deh, Hez. Berhenti bersandiwara!" seru sang mami, lalu memberikan iPad itu, di tangan putranya.Rahez segera membuka iPad itu. Ternyata di dalamnya ada beberapa fotonya dan foto gadis yang tadi bertabrakan dengannya di koridor rumah sakit. Posisi tubuh mereka yang rapat, seperti orang yang sedang berpelukan. Padahal tidak sama sekali."Frans! Kurang ajar, Lo!" geramnya, seketika."Rahez! Omonganmu itu! Kamu kok malah marah kepada Frans?" tukas Oma Rika, tidak suka dengan perkataan cucunya." Justru, Oma dan Mami. Berterima kasih kepada Asisten Frans. Karena telah jujur. Mau sampai kapan kamu umpetin pacarmu dari kami?" Mami Gita, mulai mengomeli putranya.Lalu tiba-tiba ponsel Rahez bergetar. Dia lalu meraih ponselnya dan membuka pesan dari sang asisten.Asisten Frans : "Mohon maaf, Tuan Muda. Saya terpaksa melakukan semuanya. Ini semua demi kebaikan Anda." Rahez semakin geram membaca pesan dari sang asisten."Tunggu saja, pembalasanku, Frans!" serunya, lalu mengeraskan rahangnya, menahan emosi. Rahez kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya."Karena Oma sudah tahu, jika kamu telah memiliki pacar. Oma akan membatalkan perjodohanmu dengan gadis pilihan papimu.""Apa? Aku dijodohkan?" tanya Rahez, tak percaya."Iya, Hez. Kamu akan dijodohkan dengan salah seorang anak dari kolega papimu. Akan tetapi karena Mami juga sudah tahu, jika kamu sudah memiliki kekasih hati. Mami akan mencoba berbicara kepada Papi, untuk membatalkan semuanya." jelas Mami Gita.Seketika Rahez dapat bernapas lega. Akhirnya dia tahu maksud dan tujuan dari Frana mengarang cerita tentang pacarnya."Ajaklah, dia main-main ke rumah. Oma dan Mami ingin berkenalan lebih dekat dengannya. Asisten Frans bilang, pacarmu itu, ada meeting mendadak ya, di kantornya. Makanya nggak jadi menjenguk Oma?" tanya, Mami Rika."I ... iya, Mi. Dia tadi tiba-tiba ditelepon oleh bosnya, dan mengabarkan jika ada meeting mendadak yang harus dirinya hadiri."Mau tidak mau, Rahez harus mengikuti sandiwara yang dirancang oleh Asisten Mark.Jika tidak, rencana perjodohan untuknya, yang diam-diam dirancang oleh ayahnya, akan menimpanya.Kawasan Epicentrum, Rasuna Said.Di sebuah gedung bertingkat tinggi, di daerah Jakarta Selatan. Seorang pemuda gagah dan berkarakter, baru saja selesai mengikuti meeting bersama klien istimewanya. Saat ini, dia sedang bersiap-siap untuk meninggalkan kantor, miliknya. Sepertinya, sang CEO sudah sangat kelelahan.Namun dia juga ingat, harus kembali ke rumah sakit untuk melihat kondisi gadis yang pingsan tepat di depan mobilnya."Selamat malam, Tuan Muda. Apakah Anda akan pulang sekarang?" Tanya Mark, sang asisten sekaligus merangkap sebagai sopir pribadinya."Boleh, tapi gue mau mampir ke rumah sakit dulu, Mark.""Ke rumah sakit?" Mark seketika kaget mendengar perkataan bos-nya. "Yap, gue mau menjenguk gadis yang tadi siang." "Apa?" Lagi-lagi Mark kaget, dengan perkataan atasannya."Kenapa sih, Lo? Dari tadi nanya-nanya mulu? Pengin ditabok?" sahut Edward, sambil memegang stik golf miliknya.Di dalam ruangan kebersamaannya, Edward memiliki lapangan golf mini portabel, berukuran seratus sentimeter kali tiga ratus sentimeter. Dia sangat menyukai olah raga golf sejak dulu. Sepertinya, Edward mewarisi olah raga kesukaan mendiang sang ayah, yang telah lama tiada."A ... ampun, Bos. Maafkan, saya. Ayo kita berangkat ke rumah sakit." Tukas, Mark sedikit gentar kepada atasannya."Nah ... gitu kek dari tadi! Come on, kita let's go!" perintah, Edward."Siap, Pak Bos!" Jawab, Mark. Lalu keduanya pun berjalan menuju lift yang akan membawa mereka ke parkiran khusus untuk CEO, yang berada di basement gedung itu.Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, Mark tak habis pikir dengan sikap Edward terhadap gadis itu. Yang dirinya tahu, sang atasan sangat hati-hati dengan seorang wanita. Termasuk mengenai masalah perasaan. Edward pasti berpikir dua kali. Bahkan beribu-ribu kali untuk berdekatan dengan seorang perempuan.Begitu banyak kemelut yang dihadapi olehnya terkait para wanita, di masa lalunya. Edward bahkan sampai konsultasi kepada seorang psikolog untuk mengatasi traumanya.Namun kepada gadis yang baru dirinya temui tadi siang, Edward sepertinya memiliki ketertarikan atau semacamnya kepada perempuan itu. "Aku harus berhati-hati! Jangan sampai perempuan itu, juga punya niat untuk menyakiti Tuan Edward!" Mark bertekad kali ini. Akan melindungi Edward dari perempuan itu. Dia tidak mau sang atasan kembali kepada trauma masa lalunya.Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit. Edward terlihat sedang memejamkan matanya. Disaat dirinya hendak terlelap, wajah perempuan yang tadi siang dia tolong, mulai tergambar jelas di pelupuk matanya.Edward masih ingat jelas gambaran wajah gadis itu. Saat menggendong tubuh lemahnya tadi siang. Edward malah asyik berselancar ria menelisik setiap siai wajah gadis yang sedang pingsan di pangkuannya. Bibir sang gadis, menjadi fokusnya saat itu."Her lips so sexy!" gumamnya, dalam hati.Tiba-tiba Edward membuka matanya dan bertanya kepada sang asisten."Apakah masih lama kita sampainya, Mark?""Sebentar lagi, Bos." sahut Mark. Sambil tetap fokus untuk menyetir. Entah kenapa ada rasa yang menggelitik di dalam dada Edward saat ini, ingin rasanya dirinya segera menemui wanita berbibir seksi itu.Bahkan Edward merasa sangat gugup, sesaat setelah mobil mulai memasuki area rumah sakit itu."Ada apa dengan Tuan Edward?" tanya Mark, dalam hatinya.Ketiga keluarga yang bersahabat diantaranya Keluarga Edward dan Agnes, Keluarga Tian dan Arlyn, serta keluarga Rahez dan Zemi telah merencanakan liburan ke Negara Sakura, Jepang tepatnya di Disneyland yang berada di Tokyo.Para ayah muda tersebut, saat ini sedang berkumpul di sebuah kafe untuk membicarakan rencana liburan tiga keluarga."Bro, bagaimana persiapan keluarga Lo dalam rangka rencana liburan kita ke Jepang?" tanya Rahez kepada Edward dan Tian."Keluarga gue aman, Bro. Semua barang-barang telah dipacking dengan baik sama Agnes." sahut Edward."Bagaimana dengan Lo, Tian?""Beres! Semua tinggal berangkat," sahut Tian.Mereka pun merencanakan keberangkatan ke sana, akhir minggu ini.Perjalanan udara dari Jakarta ke Jepang adalah petualangan yang menarik bagi keluarga Arlyn, Tian, Edward, Agnes, Rahez, dan Zemi beserta anak-anak mereka: Harvey, Eva, Isaac, Jacob, Josie, Fritz, dan Leticia. Mereka semua sangat bersemangat untuk menjelajahi keajaiban Disneyland, yang berada di Tok
Hari libur sekolah telah tibaRahez dan Zemi telah berjanji kepada kedua anaknya, Fritz dan Leticia akan membawa mereka ke Taman Safari yang terletak di daerah Puncak Bogor."Fritz, Leticia. Kita berangkat sekarang ke Taman Safari," tutur Papa Rahez kepada kedua anaknya."Hore! Aku sudah nggak sabar, Pa!" Leticia bersorak kegirangan sudah tidak sabar untuk segera sampai di sana."Ayo, Pa! Tunggu apalagi. Kita berangkat sekarang saja. Selagi masih pagi. Ntar semakin siang akan semakin macet." Fritz ikut mengingatkan sang ayah agar segera melajukan mobil.Mama mana? Kok nggak kelihatan?" tanya Papa Rahez kepada kedua anaknya.Lalu dari arah dalam rumah Mama Zemi terlihat sedang melangkah menuju ke tempat mobil berada."Mama, buruan! Nanti kita bisa kena macet!" teriak Leticia kepada sang ibu."Iya, Sayang. Mama memang akan masuk ke dalam mobil." ucap Zemi lalu masuk ke dalam mobil, dan mulai bergabung dengan anggota keluarga lainnya."Baik ... karena semua sudah lengkap. Kita berangkat
Hari ini Harvey dan Eva menerima raport dari sekolah. Mereka sungguh senang karena keduanya mendapatkan nilai yang bagus.Sang ayah pernah berkata jika mereka mendapatkan nilai bagus saat pembagian raport, Papi Tian dan Mami Arlyn akan membawa mereka untuk berjalan-jalan ke Ancol."Harvey, Eva .... Seperti janji Papi jika nilai kalian bagus, Papi akan membawa kalian untuk jalan-jalan ke Ancol. Jadi kita besok ya, kita ke sana." ucapnya kepada kedua putra-putri nya."Hore!" teriak Harvey."Asyik! Jalan-jalan ke Ancol!" Eva juga turut senang saat ini. "Ya sudah, anak-anak. Ayo kalian mandi dulu. Hari sudah sore," tutur Arlyn kepada kedua anaknya."Beres, Mami!" sahut keduanya.Keluarga Arlyn dan Tian sangat bersemangat ketika mereka memutuskan untuk menghabiskan hari istimewa di Sea World Ancol dan Dufan Ancol bersama kedua anak mereka, Harvey dan Eva. Hari itu pastinya akan dipenuhi dengan kebahagiaan dan petualangan yang tak terlupakan.Mereka tiba di Sea World Ancol di pagi cerah
Liburan sekolah telah tiba, Edward dan Agnes pun menghadiahi ketiga anak-anaknya untuk menghabiskan waktu liburan mereka di Pulau Komodo."Daddy! Jadi benar kita akan ke sana?" tanya Isaac tak percaya."So pasti, dong! Kan Daddy sama Mommy sudah janji kepada kalian,"serunya menjawab perkataan anak sulungnya."Dad, di sana kami bisa berenang dan snorkeling?" Kali ini Jacob, si putra kedua yang bertanya."Tentu saja boleh, Jacob. Asalkan kalian melakukan kegiatan di laut atas izin dari Daddy dan Mommy," jawab Edward kepada anak laki-lakinya yang ke dua."Hore .... Aku sudah tidak sabar ingin segera sampai ke sana, Dad!" Si bungsu Josie juga ikut antusias."Ya sudah, kalau begitu kalian bantu Mommy untuk packing," ujar Agnes kepada ketiga anaknya."Siap, Mommy!" jawab ketiganya serentak.Persiapan keluarga Agnes dan Edward untuk perjalanan dari Jakarta ke Pulau Komodo adalah momen yang penuh antusiasme bagi keluarganya.Dengan tiga anak mereka yang bersemangat, Isaac, Jacob, dan Josie, y
Saat siang hari, di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta Selatan,Rahez terlihat sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit, dengan perasaannya yang campur aduk. Dia merasa cemas dan khawatir, akan tetapi juga penuh antusiasme. Sejak beberapa menit yang lalu, Zemi, istrinya telah dibawa ke ruang operasi untuk menjalani prosedur operasi caesar. Mereka akan segera menjadi orangtua untuk pertama kalinya.Saat Rahez sedang menunggu istrinya. Seketika dia mengingat momen-momen indah yang mereka telah lewati bersama selama perjalanan panjang menuju kehamilan ini.Keduanya telah bersiap dan merencanakan semuanya dengan cermat. Mereka ingin memastikan bahwa kelahiran Baby Fritz, berlangsung dengan aman dan baik.Di sisi lain, Rahez merasa sedikit cemas. Operasi caesar adalah tindakan medis yang serius, dan meskipun risiko adalah bagian dari setiap prosedur medis, dia ingin Zemi dan bayi mereka dalam keadaan sehat.Sang pria tak luput untuk berdoa agar semuanya berjalan lancar dan tanpa komplik
Di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta.Tiano Pisceso, suami dari Arlyn Virgolin. Terlihat sangat tegang saat ini. Pasalnya sang istri sedang berjuang di atas meja operasi untuk melahirkan bayi pertama mereka yang sesuai prediksi dokter, bayi dalam kandungan Arlyn itu berjenis kelamin laki-laki.Tian sengaja menunggu di luar karena pria itu tidak sanggup melihat istrinya disayat-sayat perutnya oleh alat-alat kedokteran. Tak berapa lama setelah itu, seorang dokter kandungan ke luar dari ruang operasi. Seraya berkata,"Tuan Tiano Pisceso.""Iya ... saya, dok." jawabnya dengan wajah tenang.Sang dokter segera mengulurkan tangannya kepada Tian dan mengucapkan selamat kepadanya,"Selamat, Tuan Muda. Bayi Anda terlahir sehat dan semua anggota tubuhnya juga lengkap," ucap sang dokter dengan mengulas senyum kepadanya."Keadaan istri saya bagaimana, dok? Apakah Arlyn baik-baik saja? Bisakah saya menemuinya? Saya sangat ingin melihatnya dokter. Terus terang saya sangat khawatir dengan keadaa