Li Sha-lah yang pertama kali mendengar suara tak lazim itu. Mereka bertiga tengah masuk jauh ke dalam hutan, mencari sebatang tanaman amat langka yang hanya ada di dalam sebuah hutan yang karena rimbunnya, hanya sedikit sinar matahari yang merekah lantaran terhalang oleh daun-daun pepohonan raksasa. Hutan itu sunyi senyap, hanya keresekan angin yang sesekali terdengar melewati. Dan Li Sha cukup yakin kalau suara yang tadi ia dengar sama sekali bukan gemerisik angin, walau sepintas terdengar mirip.
“Dari situ aku mendengarnya,” Li Sha menunjuk ke arah semak belukar lebat di samping kanannya. Mereka bertiga dengan hati-hati melangkah, menyibakkan semak rimbun yang menghalangi. Tiba-tiba sesuatu melesat cepat, seperti sedang berlari menghindarinya. Bergegas mereka mengejar sesuatu itu, yang ternyata - sangatlah mengejutkan - seorang gadis cilik.
Gadis itu tampak sangat ketakutan, ia berlari dengan terburu
Sang Putri sangat senang terhadap mereka berdua, terutama Ming Shi, karena itulah Kaisar Shui memperlakukan mereka dengan sangat baik. Ia memberikan mereka banyak hadiah-hadiah mahal, dalam hal ini Lian Shi merasa senang sekali. Ia bisa menggunakan itu semua untuk membelikan obat bagi ibunya. Tidak begitu halnya dengan Ming Shi. Sang putri tampak amat sangat tertarik dengannya, dan ia tahu kenapa. Sekarang ia menyesal telah memujinya “anak yang sangat manis” dan membuai perasaan sang puteri. Masalahnya, puteri itu tiba-tiba menjadi amat suka mengikutinya. Mula-mula ia menginginkan Ming Shi menjadi pengawal pribadinya, sayang baginya Ming Shi mengatakan ia telah memiliki pekerjaan. Dan tentunya tak mungkin bagi sang putri untuk mendesaknya karena bisa-bisa memancing kecurigaan ayahnya. Jadi sang putri memakai cara lain. Dia sering sekali tiba-tiba muncul di rumah A Hua, kadang diiringi rombongan prajurit, kadang disertai abdinya,
Li Sha sangat tercegang dan sedikit ketakutan saat melihat Ming Shi, dengan raut muka yang begitu marah sehingga tampak amat menyeramkan, menjejalkan dengan kasar pakaiannya ke dalam tas kecil. Takut-takut gadis itu bertanya, “Ming Shi... apa yang terjadi?...” “Ayahku yang tak berperasaan itu telah menjodohkanku dengan puteri Shui itu!” “Hah?! Bagaimana mungkin?!” “Puteri itu tadi datang ke sini untuk mengatakan hal itu! Dia menyuruhku mengikutinya ke istana, takut diapa-apakan oleh “pangeran tak dikenal” itu! Hah, seharusnya aku yang ketakutan! Keterlaluan sekali ayahku! Bisa-bisanya dia melakukan ini semua tanpa menanyaiku terlebih dahulu! Bagaimanapun aku harus ke Istana Shui untuk membereskan ini semua!” Li Sha menghela nafas. Kasihan sekali Ming Shi, memang mengerikan dipaksa bertunangan dengan puteri perengek itu. “Bagaimanapun kau harus memecahkan segala
“Pengawal Puteri Kekaisaran Shui... bukan. Aku seharusnya memanggilmu Yang Mulia Pangeran Kedua Han Ming Shi dari Kekaisaran Han.” Ming Shi terhenyak. Pucat pasi, ia memandang Puteri Hua Shi yang kini berdiri di hadapannya. Ia mencoba menguasai diri, memberi hormat dan tersenyum, “Tuan Puteri, hamba tidak mengerti...” “Tidak lucu, Ming Shi. Hentikan kepura-puraanmu. Aku tahu betul itu kau. Kita bersaudara kandung, aku tentu bisa langsung mengenalimu dengan segera. Benar-benar mengherankan Ayahanda tidak memperhatikanmu...” “Jangan! Kumohon, Kak Hua Shi, jangan beritahu Ayah!...” “Baik, baik, jangan sepanik itu. Ayah juga tidak akan memperhatikanmu. Dia kelihatannya tengah sibuk dengan suatu urusan,” Hua Shi menyibakkan rambutnya. “Jadi Ming Shi, kenapa kau keluar dari Pu Tuo San dan malah menyamar jadi pengawal Puteri Shui?” &nb
Puteri Rin mengerutkan alisnya, “Kau mau meminta tolong padaku?” Ming Shi membungkuk rendah, “Maafkan atas ketidaktahuan diri hamba ini, Tuan Puteri. Hamba terpaksa melakukan ini...” Ia memandang Rin, melemparkan tatapan amat memelas yang seketika pula meluluhkan hati sang Puteri. “Tuan jangan khawatir! Demi Tuan , Rin akan melakukan apapun yang Rin bisa!” katanya sambil cepat-cepat membantu Ming Shi berdiri. Pemuda itu melengkungkan senyum penuh terima kasih yang sangat menawan, yang membuat Rin bertekad untuk membantunya sebaik mungkin. “Ada orang yang membenci hamba...” Belum selesai Ming Shi berujar, Rin sudah berteriak marah, “Apa?! Kurang ajar, siapa orang yang begitu beraninya membencimu!” “... dia adalah Puteri Perdana Menteri...” “Baik, aku akan menegurnya!” &nbs
“Ini sungguh tidak baik, Ming Shi. Kau adalah pangeran Han, nyawamu terancam bila kau berkeras tetap di sini.” Lian Shi berkata khawatir. “Kau juga sama, Kak Lian Shi. Kau juga keturunan Kekaisaran Han, bagaimanapun juga. Dan Kaisar Shui sekarang membenci orang Han apapun jenis status mereka. Jadi kau harus ikut bersama kami keluar dari sini.” “Tapi aku tak mungkin kembali ke Han. Kau mengerti kan, kami telah diusir...” “Kita bisa pergi ke negeri lain!” Dan rencanapun disepakati. Mereka akan pergi ke Tse-Kuan, malam ini.*** Mereka tidak menyadari satu hal. Letnan Ao pula seorang mata-mata yang handal. Mereka bertiga memang telah berusaha semaksimal mungkin untuk berhati-hati, namun Letnan Ao ternyata lebih cerdik. Sejak semula ia mengetahui identitas Ming Shi dan Lian Shi ya
Butuh waktu sangat lama bagi Ming Shi dan Li Sha untuk menenangkan Lian Shi yang tak henti-hentinya terisak itu. Sampai pagi keesokan harinya pun Lian Shi tetap murung dan bermuram durja. Betapapun ia tahu, ia harus memakamkan jenazah ibunya. Sungguh berat baginya, memakamkan sang ibu dengan tangannya sendiri. Ia terus-menerus menggumamkan kalimat yang sama, “Aku anak yang tak berbakti aku belum sempat membalas budinya” Ming Shi menepuk pundak pemuda itu, hendak mengucapkan kata-kata penghiburan baginya. Tetapi, sesuatu menghalanginya. Terdengar gemuruh seruan dan langkah kaki berderap-derap. Sedetik kemudian muncullah segerombolan pria kekar berpakaian perompak menyerang ganas. Gada, parang dan tombak tepat terarah menuju mereka. Ming Shi menelan ludah. Pemuda itu mencabut pedangnya, dan melesat maju. Pertempuran yang tidak seimbang pun kembali terjadi. Lian Shi menyaksikan segala sepak terjan
“Tuan, Anda sudah tak mampu melarikan diri lagi. Menyerahlah secara baik-baik dan ikutlah dengan kami,” katanya tajam. Terdengar langkah kaki berlari, dan muncullah Li Sha dan A Hua di hadapannya. Ming Shi melihat Li Sha menatapnya cemas. Terdengar sebuah suara bergema di kepalanya, “Dia hanya pura-pura cemas...” “Ternyata begitu,” Ming Shi berujar lirih. “Kalian telah berkumpul untuk bersama-sama menjebakku...” Li Sha membalas, “Ming Shi, kau salah paham! Bukan begitu yang sebenarnya...” Amarah Ming Shi pun tumpah tak terkendali, “Hentikan, Zhang Li Sha! Aku muak dengan semua kepura-puraanmu!” Ia mendesah, sangat keras. “Seharusnya aku tahu sejak awal, kau yang sama sekali tidak mengenalku bisa tiba-tiba begitu baik kepadaku. Begitu menurutiku, mengikuti semua kemauanku... seharusnya aku tahu sejak awal, tidak ada yang gratis di dunia ini. Aku juga bingung den
Rombongan Han dengan tergesa-gesa menyusuri Padang Qing-lue. Sebetulnya Kaisar Jing Xing amat menyangsikan putera keduanya berada di padang belantara itu. Tetapi Hua Shi sangat keras hati. “Ayahanda, saya mohon percayalah pada saya. Bagaimanapun, ini juga demi Ming Shi!” Terpaksa Kaisar Jing Xing dengan ragu-ragu mengikuti kemauan puterinya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Ming Shi tengah berdiri di tengah-tengah sepetak tanah gersang amat luas, tercenung memandang langit biru. Cepat-cepat Kaisar turun dari kudanya, dan berseru, “Ming Shi!” Perlahan, Ming Shi menoleh. Kaisar Jing Xing semakin terkejut melihat tatapannya yang hampa. Seketika pula penyesalan yang luar biasa besar menguasai hatinya, tersentuh akan keadaan Ming Shi yang mengenaskan. Ia melangkah cepat ke arah pemuda itu, dan setelah tiba di hadapannya, ia memeluknya. “Ming Shi! Betapa mengenaska