Aku baru saja menuruni tangga. Berniat untuk membuang jenuh di depan televisi, karena ternyata berdiam diri di kamar seorang diri itu sangatlah membosankan. Suasana rumah begitu sepi, saat kulirik jam tangan rupanya jarum jam masih berada di angka 4. Aku mendesah bosan, ingin main tapi tidak punya tujuan sama sekali.
"Tria!"
Bahkan aku baru saja duduk hendak menyalakan televisi, tapi panggilan itu membuatku harus menunda dulu niat awalku.
Bibirku menyunggingkan senyuman ramah pada tante Netha yang kini tengah melangkah ke arahku, lalu tak lama kemudian tante Netha pun ikut duduk di sofa sebelahku. Kakinya disilangkan anggun dan punggungnya bersandar santai ke badan sofa.
"Malam ini kamu ga ada acara sama teman-temanmu kan, sayang?" tanya tante Netha menyentuh bahuku lembut.
Aku lantas menggeleng, aku memang sedang tidak memiliki jadwal acara apapun dengan siapapun. Tapi ada apa ya, kok tiba-tib
“Iihh Esa lepasin gue!” rontaku memberontak, tapi tetap saja tenaganya lebih besar dari tenagaku yang seuprit.Entah bagaimana caranya dia bisa tahu kalau aku ada di sebuah kafe di dalam mall. Padahal, aku juga gak pasang GPS. Aku bahkan gak bilang juga sama tante Netha, tapi kenapa ini orang bisa nongol gitu aja?“Esa, lepasiin gueee!!” rengekku ingin menangis.Perlakuannya ini sangat keterlaluan, dia menyeretku seperti penjahat yang berniat untuk melarikan diri dari kejaran polisi. Membuat semua perhatian orang yang sedang berlalu lalang di dalam mall tertuju fokus ke arahku. Sangat memalukan!Seretan penuh pemaksaan itu akhirnya disudahi oleh si cowok kejam ini. Tepat di parkiran mall dia melepaskan cekalan kuatnya yang sedari tadi melingkari pergelangan tanganku."Lo apaan sih? Gak usah seret-seret gue juga kali. Lo pikir gue sapi yang mau di kurbanin. Pake acara di seret-seret gitu, HAH??”
Astaga!Aku terlambat.Gawat!Pagi ini ada kuis mata kuliahnya pak Eko. Denger-denger dari mahasiswa lain, katanya pak Eko itu dosen killer. Aduh, bisa jadi bencana besar kalau aku sampai telat masukin kelasnya.Selepas mandi dan berpakaian setelan kampus, aku pun segera menyambar tas kuliahku. Tanpa sempat membereskan tempat tidur terlebih dahulu aku lekas berlari keluar dan refleks membanting pintu kamar. Aku harus memburu waktu, atau aku tidak akan bisa mengikuti kuis dan mendapatkan nilai dari Pak Eko nanti.“Kamu gak sarapan dulu, Sayang?”“Enggak sempet, Tante. Aku sarapan di kantin kampus aja nanti,” gelengku bergerak cepat.Setelah menyempatkan diri untuk mencium tangan tante Netha sambil berpamitan, aku segera berlari keluar rumah. Aku harap ada taksi yang lewat dengan tiba-tiba ke depan rumahnya tante Netha. Supaya memudahkan perjalananku ke kampus tanp
Aku tertawa renyah saat Dirly melontarkan lelucon. Dia pandai sekali melucu, entah diajari siapa sampai dia bisa nyeritain hal selucu itu.“Terus-terus gimana lagi?” tanyaku antusias.“Ya terus dia—““TRIA!!” interupsi sebuah suara menyentak lantang.Aku lantas menengokkan kepala ke asal suara dan mendapati Esa yang kini sudah berdiri tegap dengan kedua tangan terkepal di masing-masing sisi tubuhnya. Aku mendesah frustrasi, lagi-lagi dia selalu datang mengganggu di saat aku sedang bersama Dirly.Apa bahkan dia gak bisa sekali saja membiarkan hidupku tenang?"Ayo pulang!" ajak Esa bernada memerintah.Aku lalu beranjak dan menatapnya datar. "Duluan aja, gue masih mau di sini kok.""Lo ngebantah? Lo mesti pulang sama gue!" ujarnya tegas."Bro, lo duluan aja. Biar gue yang anterin Tria pulang nanti. Lagian, rumah kalian gak searah kan?
Beberapa kali aku melirik jam perak yang melilit di pergelangan tangan kiriku. Sudah hampir pukul 9, tapi Dirly belum juga menampakkan dirinya.Aku memang sengaja menunggunya di parkiran, karena pagi ini sebelum masuk kelas aku berniat untuk bertemu dulu dengan Dirly. Setelah kejadian menguras emosi yang kemarin menimpaku, sudah tentu aku harus meminta maaf padanya.Terutama tentang pukulan Esa yang membuat sudut bibirnya sobek hingga mengeluarkan darah. Meskipun itu perbuatan si cowok kejam, tapi kalau bukan karena aku, bogem mentah dari tangan Esa pun gak akan melayang telak melukai Dirly.Kuharap dia bisa memaafkan perlakuan kasar Esa. Bukan karena aku ingin membela cowok itu, tapi aku hanya tidak mau kalau Dirly menyimpan dendam kesumat dan berujung dengan gontok-gontokkan lagi saling membalas dendam.Aku mengetuk-ngetukkan ujung sneaker hitam ku ke tanah yang dialasi rumput-rumput hijau di bawahku. Dirly
“Demi Tuhan, lo junior paling beruntung di kampus ini. Diperebutkan sama dua senior ganteng yang rela berbuat konyol kayak gitu, demi untuk bisa bersama lo. Gokil! Gue jadi iri sama lo."Aku menghela napas panjang saat mendengar tuturan kalimat yang Anna lontarkan. Ya, dia adalah salah satu di antara teman-temanku yang juga sudah melancarkan komentarnya terhadapku mengenai kelakuan cowok-cowok nekat itu.Entah mereka berniat memuji atau justru mengejek, aku sama sekali tidak ambil pusing. Aku hanya mencemaskan skor Dirly yang tertinggal beberapa angka dari Esa.“Gue pasti menang, dan gue harap lo gak pura-pura lupa saat kemenangan berpihak ke gue nanti,” kicau Esa percaya diri di tengah wajahnya yang sudah dibanjiri buliran keringat sebesar-besar biji jagung.Aku sampai harus menelan ludahku sendiri saking ngerinya melihat mereka. Bagaimana bisa mereka melakukan battle gila ini? Di saat semua orang waras mengadakan pertandingan adu kekuatan dalam be
“Tria, gue minta maaf Tria. Gue beneran menyesal karena udah ngambil tindakan yang justru malah bikin gue kalah sendiri. Demi Tuhan! Niat gue cuman pengin bantu lo agar terlepas dari jeratan Esa aja, tapi gue—““Tapi lo gak pikir panjang sebelum mengambil tindakan!” sentakku seraya menghentikan langkah yang sekaligus membuat Dirly mengejarku sedari aku melengos pergi dari hadapan kedua cowok itu.Napasku memburu, selain sedikit kecapekan karena langkah cepatku aku pun merasa lelah dengan keadaan ini. Dirly terlalu membuatku kecewa, tindakannya itu sama sekali gak bisa untuk dibenarkan.“Gue tau Tria....” Lirihnya nyaris berbisik, sesaat dia kembali menundukkan kepalanya. “Tapi gue terpaksa melakukan itu, gue pikir dengan cara itu Esa bakalan nyerah dan tumbang sebelum mencapai puncak....” lanjutnya yang sudah menatapku lagi dengan sorot penyesalan.“Tapi kenyataannya, dia lah yang keluar sebagai pemenangnya,"
Kepalaku sesekali melongok ke sana kemari, melihat keadaan yang masih aman terkendali. Aku merasa lega karena pelarianku ini sepertinya akan berhasil. Setelah kurasa semuanya aman, maka ku putuskan saja untuk langsung mencari jalan sekaligus melarikan diri dari si pemaksa.Kuharap, dia tidak akan menemukanku dengan mudah. Setelah mempercepat waktu sarapan dan buru-buru berpamitan pada tante Netha sebelum anaknya terbangun, kali ini aku harus berhasil dengan misiku.Aku mendecak sambil menggaruk kepala, taksi pun rasanya tidak sedang berpihak kepadaku. Saat aku membutuhkan, justru dia malah tidak muncul sama sekali. Huft....Aku melenguh panjang. Berharap rencanaku bisa berjalan lancar tanpa hambatan. Setelah semalam dia hampir membuatku mati karena kesal, aku jadi semakin risih berada di dekatnya. Dan lagi, ada apa dengan jantungku?Saat semalam dia menatapku sangat intens, jantungku malah lang
Ku tuliskan kenangan tentang.Caraku menemukan dirimu.Tentang apa yang membuatku mudah.Berikan hatiku padamu.Takkan habis sejuta lagu.Untuk menceritakan cantikmu.Kan teramat panjang puisi.Tuk menyuratkan cinta ini.Telah habis sudah, Cinta ini....Tak lagi berpijak, Untuk dunia.Karena tlah ku habiskan, Sisa cintaku hanya untukmu....Aku mengetuk pintu ruangan senat yang terbuka. Kulihat di dalamnya sedang ada Esa dan juga dua cowok lainnya yang sedang asyik memetik gitar untuk mengiringi nyanyian Esa. Lalu ketika pandangan dia mengarah padaku, dia pun langsung mengangkat tangannya sebagai isyarat bahwa si pemetik gitar harus segera menghentikan permainannya dulu.Aku pun masih berdiri di ambang pintu saat Esa sendiri sudah beranjak dari duduknya. Dia kemudian melangkahkan kedua kakinya sambil menatapku heran. “Queen, tumben ke sini. Lo kangen gue, ya?”Gelak tawa