Share

Mengembalikan Uang

Aku terpaksa menutup kedua telinga ini karena mendengar suara teriakan Bang Rahmat yang menggelegar, mungkin tetangga kiri kanan dapat mendengar suara teriakannya, Bang Rahmat pun berjalan tergesa ke arah kamar, lalu kembali terdengar teriakannya. 

"Istri dajal kau, Salma! Sini Kau!"

Aku berusaha tetap tenang walau tidak dapat dipungkiri jantung ini ikut bertalu-talu, bismillah saja. 

"Apa, Bang?"

"Apa, kau bilang? Apa? Dasar gila kau Salma! Bisa-bisanya kau mengambil isi celengan untuk Mamakku, istri durhaka kau! Ga akan kau mencium wangi surga! Dajal kau, Salma!" 

"Kau lah yang dajal, Bang! Lebih kau pentingkan Mamak mu ketimbang anak dan istrimu, udah capek aku sabar selama ini, Bang!"

"Capek kau bilang? Aku yang lebih capek punya istri macam kau, Salma! Istri ga bersyukur, istri yang terlalu banyak menuntut, untung aja aku bekerja sebagai satpam,  coba kalau levelku lebih tinggi lagi, bisa-bisa korupsi aku karena tuntunan mu itu, aku ga mau tau, balikan uang itu, sekarang!" Bang Rahmat berteriak sampai urat lehernya terlihat dengan wajahnya yang memerah. 

"Uangnya sudah habis," ujarku pelan. 

"Habis? Astaghfirullahaladzim, habis kau bilang! Ya Allah, maafkan hamba ya Allah karena tidak bisa mendidik istri hamba dengan benar, maafkan ya Allah kalau karena karena istri dajal ini, hamba gagal menjadi anak yang berbakti pada orang tua, terutama ibuku," ujar Bang Rahmat sambil menengadahkan tangannya. 

Aku sadar memang aku salah karena mengambil uang itu tanpa sepengetahuan Bang Rahmat, tapi hatiku belum seperti malaikat yang bisa ikhlas dengan ketidak adilan semua ini, beberapa teman menyarankan aku untuk pergi dan meminta cerai pada suamiku. Tapi, kemana aku membawa kedua anakku setelah bercerai? Sedangkan kedua orang tuaku masih mengontrak di sebuah kontrakan kecil yang ada di Belawan sana, bukankah aku menyusahkan mereka jika aku dan kedua anakku ikut tinggal bersama mereka? Sedangkan untuk makan sehari-hari saja mereka masih kesusahan. 

Seharusnya yang butuh dibantu itu kedua orang tuaku yang memang benar susah, bukan Ibu mertua yang bisa dikatakan cukup, memiliki rumah dan pensiunan almarhum bapak mertua, tapi Bang Rahmat pernah berkata kalau orang tuaku bukan merupakan tanggungannya, setelah dia berucap seperti itu, aku pun sadar diri dan tidak berani lagi mengungkit masalah orang tuaku, jika aku ada uang lebih dari hasil membantu berjualan, baru aku berbagi sedikit rezeki kepada ibu bapakku, bahkan sebaliknya, ibu dan bapakku malah yang sering memberi jajan untuk kedua anakku, kalau Ibu mertua, boro-boro, yang dia ingat hanya anaknya Yuni, dan Bang Burhan–Abang iparku yang merupakan seorang PNS, foto-foto anak mereka saja yang selalu menghiasi story mertuaku, mungkin mertua malu memiliki cucu seperti anakku yang hanya anak seorang satpam.

"Bang, mungkin sesekali engkau wajib berkonsultasi pada pemuka agama setempat, wajar atau tidak sikapmu selama ini, terhadapku."

"Oh, sudah mulai pintar kau menjawab ya  Salma. Aku ga mau tau, kembalikan uang itu, lebaran sepuluh hari lagi, tiga hari sebelum lebaran uang itu mau aku transfer ke Mamakku  dan kau harus kembalikan uang itu."

"Udah aku belikan baju lebaran untuk anakmu."

"Siapa suruh kau belikan mereka baju lebaran," ujar Bang Rahmat dengan entengnya. Ya Allah, teganya seorang ayah berkata seperti itu, dia tidak melihat wajah bahagia anaknya saat dibelikan baju lebaran tadi. 

"Tega kau, Bang!"

"Kau lah yang, tega!"

"Kenapa kau nikahi aku kalau hanya buat aku kecewa, Bang!"

"Halah, bahasamu udah kayak sinetron ikan terbang saja, aku ga mau tau ya Salma, aku kasi kau waktu enam hari untuk mengembalikan uang enam juta, udah, aku mau ngopi dulu tempat Kak Miah, kunci taro di ventilasi, aku pulang agak larut, mau mendinginkan kepalaku yang mau pecah karena tingkahmu."

"Seharusnya kepalaku yang mau pecah karena sikapmu, Bang."

"Jangan banyak cincong kau, Salma, lebih baik kau merenung dengan dosa yang telah kau perbuat, dan satu lagi yang perlu kau ingat, kalau sempat uang itu dalam enam hari ga kau kembalikan, aku akan berbuat sesuatu yang membuat air matamu terus mengalir, istri macam kau memang wajib di tegasin dan diarahkan agar selalu berada di jalan yang benar,  ancamanku ini tidak main-main, Salma."

Setelahnya Bang Rahmat pun pergi, sakit sekali rasanya hati ini, kenapa bisa ya aku menikah sama orang seperti itu. Tapi, saat pacaran dia tidak seperti itu, awal menikah juga, empat tahun terakhir ini sikapnya berubah dan memberi THR sebanyak enam juta sebulan sudah menjadi kewajiban baginya, tidak peduli carut marutnya perekonomian kami, apakah ini tuntutan Ibu Mertua? Ah, sepertinya tidak karena setahuku Bu Mega–mertuaku itu orang yang berkecukupan. 

Tadinya aku sempat berfikir tidak mengembalikan uang tersebut, tapi karena Bang Rahmat mengancam, ada sedikit perasaan takut yang menjalar. 

"Bunda, tadi berantem sama, Ayah? Pasti karena baju lebaran ya Bunda?" tanya Vita setelah pulang tarawih dengan raut wajah khawatir. 

"Tidak apa-apa, cuma berdebat saja," ucapku menenangkan kedua anakku. 

"Tapi kata Kak Dina, suara teriakan Ayah melengking, Ibu tidak apa-apa, Kan?"

"Alhamdulillah tidak apa-apa, ya sudah kalian tidur saja, biar nanti sahur ga terlalu mengantuk."

Setelah kedua anakku masuk kamar dan Bang Rahmat juga sedang ngopi di warung Kak Miah, aku membongkar belanjaan untuk daganganku tadi, setelah menghitung laba keuntungan, jika daster batik ini laku semua terjual, aku mendapatkan keuntungan sekitar satu juta lima ratus, aku bisa mengembalikan uang Bang Rahmat, setelah ini aku akan bekerja lebih giat lagi agar tidak seperti pengemis lagi padanya, mungkin jika waktunya sudah tepat, dia mau pergi dari hidup ini juga tidak masalah. 

Siapa yang tahan jika memiliki suami yang sikapnya seperti itu, aku hanya perlu mengumpulkan sedikit uang buat bekal siapa tau dikemudian hari, jodohku dan Bang Rahmat berakhir, tidak ada terlintas dalam benakku untuk mencari suami yang lain, aku hanya ingin fokus membesarkan kedua anakku, itu saja. 

Suara kunci seperti diputar terdengar, itu berarti Bang Rahmat telah pulang, gawat, aku harus cepat membereskan daster dangangganku agar tidak ketahuan sama Bang Rahmat. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Miris banget.punya suami macam Rahmat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status