Share

Part 3

Sejak keanehan Mas Bima malam kemarin, aku sengaja meminta Bik Marni untuk menginap di sini satu minggu ini. Meski Mas Bima awalnya menolak karena masalah gaji, namun aku berusaha meyakinkannya kalau gaji Bik Marni aku yang menanggung. Akan kuambilkan dari uang belanja lagipula kerjanya hanya mencuci dan menyetrika saja.

Aku masih pura-pura tidur saat kulihat Mas Bima menyibakkan selimutnya. Berjalan mengendap ke luar kamar. Entah apa yang akan dilakukannya. Begitu mencurigakan. Dia menutup pintu sepelan mungkin agar aku tak terbangun. Kulirik jam beker di atas meja. Hampir pukul sebelas malam.

"Iya, sayang. Aku tahu kamu sedang ngidam tapi ini sudah malem banget. Yang jualan bakmi jawa kesukaanmu itu pasti juga udah siap-siap mau tutup. Besok aja, ya?"

Kudengar Mas Bima mengobrol dengan seseorang lewat ponsel barunya. Gegas kuambil ponsel di atas nakas dan merekam percakapan mereka dari balik pintu yang sedikit terbuka.

Suara Mas Bima terdengar cukup keras meski dia sudah berusaha bicara sepelan mungkin, heningnya malam membuat suaranya lebih jelas terdengar.

Lagipula dia duduk di kursi ruang tengah yang berhadapan langsung dengan pintu kamarku. Duduk membelakangiku sembari terus membujuk seseorang di sana entah siapa.

"Bukannya males, sayang. Cuma nggak mungkin mas pergi malam-malam begini. Takut Amel curiga," ucapnya lagi. Mas Bima menghela napas berat.

"Kenapa kamu manja begini, sih, sayang? Kamu tahu sendiri kan posisiku sekarang? Aku masih berusaha mencuri hati Yuka dan Yuki. Walau bagaimanapun mereka harus ikut aku jika kedua orang tuanya berpisah nanti. Mau dikasih makan apa mereka kalau ikut dengan Amel, iya kan?"

Tak terasa air mataku menetes mendengar obrolan mereka. Kurang a*ar sekali Mas Bima sudah merencanakan perpisahanku dengannya sampai sedetail itu. Bahkan dia akan merebut anak-anak dariku? Tak akan bisa!

"Rumah ini sudah atas namaku, sayang. Saat ini aku cuma berat di anak-anak saja. Mereka masih kecil." Mas Bima kembali menghela napas panjang.

"Aku tahu, sayang. Kamu juga akan punya anak tapi si kembar tetap anakku juga. Aku harus mengasihi mereka seperti aku mengasihi bayi dalam rahimmu."

"Jangan ngambek dong, sayang. Kalau ngidam emang begitu, ya? Harus dapet dan harus ayahnya yang beliin?"

Mengasihi bayi itu? Ayah katanya? Kekhawatiranku akhir-akhir ini benar adanya. Mas Bima memang selingkuh dan dia akan mempunyai buah hati dari perempuan itu.

Kuseka air mata yang kembali menetes di pipi. Aku harus kuat, tak boleh lemah. Apalagi Mas Bima sengaja ingin memisahkanku dengan anak-anak. Tak akan pernah kubiarkan itu terjadi sampai kapan pun! Saat ini hanya mereka yang bisa membuatku lebih bersemangat untuk hidup ke depan.

"Oke ... oke aku akan membelikannya. Atau pesan gofood aja gimana? Kan sama aja isinya bakmi jawa?"

Entah apa jawaban dari seberang sana yang jelas Mas Bima menyugar rambutnya kasar.

Oke ... oke. Aku akan membelikannya untukmu sekarang juga," ucapnya sedikit kesal sembari menutup ponselnya.

Mas Bima tak melihat ke arahku sedikit pun. Dia buru-buru mengambil kunci mobil dan berjalan menuju garasi. Kututup ponsel dan memasukkannya ke saku jaket. Segera mengambil kunci motor untuk mengikuti Mas Bima.

Yuki dan Yuka sudah terlelap semoga saja tak bangun mencariku. Mau bangunin Bik Marni segan, biarlah. Yang penting mereka tak sendirian di rumah, ada yang menjaga anak-anak jika ada sesuatu atau tiba-tiba bangun dari tidurnya. 

Dengan Masker dan jaket baru serta helm baru yang kusiapkan semoga saja dia tak tahu aku sedang membuntutinya. Apalagi Mas Bima tak terlalu hafal plat nomer matic yang kupakai.

Sekitar sepuluh menit aku mengikuti mobil Mas Bima. Dia berhenti di warung pinggir jalan, memesan bakmi jawa seporsi. Tak berselang lama dia membayar pesanannya dan kembali ke mobil.

Dengan jarak beberapa meter kembali kuikuti mobil Mas Bima. Beberapa menit kemudian dia membelokkan mobilnya menuju sebuah rumah minimalis tak jauh dari jalan raya. Sebuah perumahan baru bahkan belum terlalu banyak penghuninya.

Mas Bima masuk begitu saja melewati pos satpam seolah mereka sudah kenal cukup lama. Hanya membunyikan klakson kecil, Mas Bima sudah diijinkan masuk. Aku tak ingin membuat kegaduhan atau kecurigaan jadi kuintip saja mobil itu tak jauh dari pos satpam.

Dia berhenti di rumah nomer tiga. Seorang perempuan menyambutnya di teras, mencium punggung tangannya lalu berpelukan. Benar-benar tak tahu diri!

Kupicingkan mata untuk melihat siapa perempuan yang kini bersama Mas Bima, namun tetap saja penglihatanku tak terlalu jelas. Karena terlalu buru-buru, aku sampai lupa memakai kaca mata padahal mataku rabun jauh.

Ah sudahlah. Besok aku akan kembali ke perumahan ini untuk cari tahu siapa pemilik rumah itu. Untuk bertanya pada satpam sekarang terlalu beresiko. Aku nggak ingin ketahuan Mas Bima. Setidaknya sampai rumah yang aku tempati berpindah atas namaku. Untuk mobil, aku tak terlalu peduli karena itu juga belum lunas.

Kuputar motor untuk kembali ke rumah. Setelah sampai garasi, segera kumatikan motor dan balik lagi ke kamar. Anak-anak tak ada yang terbangun, syukurlah. Membuka jaket dan helm lalu kumasukkan ke kolong ranjang.

Aku sengaja menyeduh teh hangat sembari duduk di ruang tengah dengan gelap-gelapan. Ingin melihat ekspresi Mas Bima saat dia menyalakan lampu nanti. Kaget atau biasa saja saat dia tahu aku sudah duduk santai di sofa untuk menunggunya.

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Bima parah selingkuh sampai sudah mau punya anak
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dasar istri tolol. terlalu bucin sampai g bisa merasakan perubahan suami
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status