Share

Perasaan Mira

“Apa kamu gila? Tidak mungkin aku meninggalkanmu di sini,” ucap Leo.

“Aku tidak ingin Bapakku merugi,” jawab Mira.

“Nyawamu lebih penting dari motor, barang-barang atau apapun yang ada di dunia ini!” teriak Leo.

“Aku berharap orang tuaku tidak mengetahui kejadian ini, kalau mereka tahu, mereka akan khawatir padaku, seumur hidup.” Mata Mira berkaca-kaca.

“Baiklah kalau itu maumu. Begini saja, kamu dan barang-barang ini masuk ke dalam mobil. Motormu akan kututup dengan terpal yang ada di bagasi mobilku. Nanti, aku minta salah satu pekerjaku untuk mengurusnya. Bagaimana?”

“Baiklah, itu ide yang bagus.”

Mira dan Leo memasukkan barang-barang keperluan toko Bapak, ke dalam mobil. Setelah itu, lelaki gagah itu melajukan mobilnya dengan cepat ke rumah Mira.

Setelah sampai di depan rumah, Mira mengamati langit di atasnya dan tanah di depannya. “Tidak hujan sama sekali di sini.”

Kemudian, Mira terdiam sebentar di dalam mobil. Dia sama sekali tidak mengingat akan menghubungi Noval waktu itu. Gadis manis itu masih merasakan trauma kejadian yang hampir merenggut kehormatannya. Ketakutan mulai merasukinya. Dia melihat wajahnya di cermin dalam mobil, ditata bajunya yang berantakan yang telah rusak beberapa kancingnya, dibuat pikirannya setenang mungkin, bahkan menyusun beberapa kata-kata yang kemungkinan merupakan jawaban dari pertanyaan yang mungkin orang tuanya berikan. 

Mira akhirnya membuka pintu mobil, dilangkahkan kakinya dengan pelan menuju ke rumah. Setelah sampai di depan pintu ruang tamu, gadis manis itu terperanjat oleh suara tanya. “Ya Tuhan, kenapa bisa basah kuyup begitu?” kata Ibu.

Belum sempat Mira menjawab, Ibu sudah berjalan melewatinya dan menuju ke luar rumah sambil melihat ke kiri dan kekanan. “Loh ... motormu mana Mir?”

Leo keluar dari mobil dan berjalan ke arah Ibu. “Ada Leo rupanya.” Kemudian Ibu mengernyitkan dahi setelah melihat Leo lebih dekat. “Leo juga basah kuyub. Kalian berdua baru-“

“Ini tidak seperti yang ibu pikirkan. Kami berdua tadi kehujanan, Bu,” jawab Mira cepat.

“Kehujanan di dalam mobil?” tanya ibu dengan wajah curiga.

Mira memberikan senyuman miring ke ibunya sambil melepaskan nafas dengan cepat. “Ibu ... tadi itu-“

Bruk!

Tiba-tiba tubuh Leo tersungkur di lantai. Segera, Mira lari menghampirinya, diletakkan kepala Leo di pangkuannya. Diamati wajah Leo dengan teliti. “Tompel di wajahnya berubah menjadi merah kehitaman. Ada apa denganmu Leo?” gumam Mira. Dipegang wajah Leo dengan salah satu tangannya. “Panas.” Kemudian tangannya mengarah ke dahi lelaki gagah itu. “Benar-benar panas. Kapan kamu sakit Leo? Mengapa aku tidak menyadarinya? Apa yang harus aku lakukan?” 

Bapak yang baru keluar dari rumah, terkejut melihat keadaan Leo. Beberapa saat kemudian, Bapak, Ibu dan Mira saling membantu untuk membawa tubuh lelaki gagah itu, yang belum sadarkan diri ke dalam kamar Mira. Bapak mengganti bajunya dengan baju kering yang ditemukan Mira di dalam mobil. Sepanjang malam, Bapak, Ibu dan Mira bergantian menjaga dan mengompres kepalanya. 

Tiba saatnya bagi Mira untuk menjaga lelaki gagah itu, disentuh lengannya, ternyata masih hangat walau di dahinya selalu dikompres.

Mira mengamati wajah Leo lekat-lekat. Dia baru menyadari, ternyata lelaki gagah itu memiliki bentuk wajah yang sempurna walaupun ditutupi tompel di seluruh wajahnya. Dia membungkukkan badan, semakin mendekati wajahnya hingga batas ujung hidung keduanya hanya berjarak dua senti, dibayangkan seakan-akan lelaki gagah itu tidak memiliki tompel. 

“Wow ... matanya lebar, hidungnya mancung, dagunya terbelah dua, dan bibirnya merah, membuatku-“ Mira tidak sadar menempelkan bibirnya ke bibir indah Leo, dikecupnya pelan. Namun akhirnya, dia tersadar, segera ditutup bibirnya dengan kedua tangan, ditegakkan tubuhnya, matanya terbelalak kaget dengan tingkahnya sendiri.

“Apa yang baru saja aku lakukan.” Gadis manis itu mengamati Leo yang ternyata belum sadarkan diri.

“Syukurlah, dia masih belum sadar.” Mira mengelus dadanya, lega. Saat memegang dadanya, dia baru menyadari sesuatu yang aneh pada dirinya.

“Mengapa dadaku berdetak kencang seperti ini? Apakah aku menyukainya?” Mira memandang wajah Leo dalam-dalam sambil memegang dadanya.

“Tidak mungkin? apa aku mulai mencintainya?” tanya Mira kepada dirinya sendiri merasa tidak percaya. Kemudian, Ibu datang menghilangkan lamunannya.

“Istirahat dulu! Ibu yang menjaga Leo sekarang,” kata ibu.

“Baik, Bu.” Mira langsung berdiri menuju ke ruang tamu untuk tidur di sana. Tiba-tiba dia teringat dengan Noval. Gadis manis itu segera mengirim pesan lewat telepon, meminta Noval untuk tidak menghubunginya lagi dan memintanya untuk menerima kenyataan kalau dia dan Leo sudah dijodohkan.

Noval menerima pesan Mira dengan penuh kemarahan, hingga membanting telepon selulernya. Dia berusaha menahan emosi, berjalan ke sana ke sini tidak tentu arah, memegang pelipisnya merasakan penat di kepala. “Semua sudah kulakukan untukmu, dan begini balasanmu!” teriak Noval sambil memukul meja makan di hadapannya. 

“Awas kalian berdua, akan aku balas nanti!” teriak Noval. Matanya melotot, tangannya bergetar mengepal penuh dengan urat kemarahan yang terpendam.

***

Keesokan harinya, Mira membawa sebaskom air hangat dan handuk kecil untuk mengompres kepala Leo yang masih hangat. Mira duduk di sebelahnya. Saat Mira memeras handuk kecil di dalam baskom, mata lelaki gagah itu perlahan-lahan terbuka, gadis manis itu menyadarinya, dia bahagia sekali. Bibirnya tersenyum sangat lebar. “Kamu sudah sadar Leo. Apa yang kamu rasakan di tubuhmu, sekarang?” tanya Mira.

“Aku merasa ... bahagia bisa memandangmu ketika bangun,” jawab Leo, bibirnya melebar perlahan menghasilkan senyuman.

Wajah Mira memerah karena rasa malu bercampur dengan marah, ujung bibirnya sedikit maju. “Kamu ‘kan lagi sakit, masih saja menggodaku.” Gadis manis itu memukul lengan Leo pelan.

“Aduh sakit,” goda Leo sambil mengelus lengannya.

Mira menyunggingkan senyuman sekali lagi. Kali ini benar-benar tulus dari biasanya. Dia mengambil handuk yang telah diperasnya, tapi handuk itu terjatuh, Leo ingin membantunya, namun gadis manis itu berusaha agar tidak keduluan, alhasil, mereka berdua terjatuh dilantai. Tubuh Leo menindih punggung Mira. Saat mereka dalam posisi seperti itu, masuklah Bapak dan Ibu.

“Astaga, Mira!” teriak ibu sambil menutup mulutnya karena terperanjat melihat posisi mereka berdua. Bapak hanya diam dengan mulut yang sedikit terbuka, mereka berdua sama-sama kagetnya.

Mira dan Leo berusaha berdiri memperbaiki posisinya. “Bu, Pak, ini tidak seperti yang kalian pikirkan, tadi itu-“

Leo terduduk tiba-tiba, tubuhnya masih belum kuat berdiri. 

“Mira, kita harus memulangkan Leo, agar bisa segera diperiksakan ke dokter. Kamu bisa ‘kan mengantarkan Leo ke rumahnya? Pakai saja motor Bapak!” pinta Bapak.

“Baiklah Pak,” jawab Mira singkat.

Mira mengantarkan Leo ke rumahnya dengan menggunakan motor, kedua tangan lelaki gagah itu diletakkan di pinggangnya agar tidak terjatuh. Leo tersenyum bahagia dalam sakitnya. 

Saat di rumah Leo, Mira membopongnya masuk ke dalam rumah. Lelaki gagah itu sangat bahagia, tubuhnya dibuat seakan-akan sulit untuk berjalan membuat gadis manis itu semakin mendekapnya. Kemudian, didudukkannya lelaki gagah itu di kursi ruang tamu dengan perlahan. Tiba-tiba,

Plak!

Mira memegang pipinya yang memerah karena bekas tamparan.

“Saya salah apa? Saya hanya membawa Leo kembali ke rumah ini,” ucap Mira, suaranya bergetar.

Leo terkejut dengan yang mamanya lakukan kepada Mira. Dia berusaha berdiri sekuat tenaga, berjalan mendekati mamanya. “Kenapa, ma? Mira salah apa?” tanya Leo.

“Gara-gara kamu, anakku setiap hari tidak pernah ada di rumah. Dia selalu saja berusaha mengawasimu,” ucap Mama Leo penuh emosi, matanya memerah.

“Kemarin Leo sakit panas, aku sudah melarangnya untuk tidak dulu mendekati kamu, tapi sama sekali tidak di dengarnya. Lihat sekarang, tubuhnya semakin lemah.” Mama Leo kemudian melihat Leo dengan iba.

“Kalau terjadi sesuatu terhadap Leo, awas kamu Mira!” teriak Mama Leo sambil menunjuk wajah Mira dengan jari telunjuknya, Mira terdiam ketakutan.

Leo berupaya melindungi gadis manis itu. Dia menghadang mamanya dengan tubuhnya yang lemah. “Mama sudah, ini bukan salah Mira.”

Mama Leo masih tersulut emosi, Leo tidak dihiraukan. Dia menerobos tubuh anak satu-satunya itu, berusaha mendekati Mira. Gadis manis itu terdiam, menundukkan kepala karena merasa bersalah, pikirnya akan lebih baik kalau dia menerima hukuman saat itu juga, ditutup kedua matanya. 

Emosi mama Leo tidak bisa terbendung lagi, dia semakin mendekati Mira, kemudian

Bruk!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status