Share

Luka Di Punggung Sandi

Suasana di ruangan yang pencahayaannya kurang terang itu semakin menakutkan. Udara yang pengap karena tidak ada ventilasipun ikut menyelimuti. Mata Sandi samar-samar melihat raut wajah ketakutan yang jelas dari seseorang yang mencoba menikamnya tadi. Wajahnya pun ikut memucat tatkala Sandi mengancam pria itu dengan sebuah keluarga.

“Ini semua tak ada hubungannya dengan keluargaku. Jangan libatkan mereka,” jawab pria yang belum diketahui nama da nasal usulnya itu.

“Siapa yang menyuruhmu?!” bentak Sandi yang kesal karena pria yang mencoba mencelakainya masih enggan menyebut siapa dalang dibalik semua ini.

“Srakkkk…”. Suara belati tersayat pada tubuh sang penikam dan darah kembali keluar dari tubuh pria itu.

“Ahhhh!” jeritan kesakitan dari pria yang terikat tangannya itu kembali menggema di ruangan gelap nan pengap itu. Sandi mendekatkan wajahnya ke pembunuh bayaran yang masih amatir itu dan bertanya siapa namanya.

“Je-jeri tuan,” ucapnya terbata sambil menahan kesakitan pada tubuhnya. Beberapa titik tubuhnya mengalir darah serta keringat yang menambah rasa sakit pada tubuhnya.

“Tenangkan dirimu dan ceritakan siapa yang mengirimmu untuk membunuhku?” ucap Sandi sembari menuangkan sebotol Wine ke dalam gelas untuk meminumnya. Entah sudah berapa lama botol wine itu berada di ruangan itu. Tetapi rasanya masih enak saat di teguk oleh Sandi.

Masih menahan rasa sakit pria bernama Jerri itu mencoba menjawab pertanyaan Sen, “A-ku ha-rus mulai dari mana tuan?”

“Kenapa kau mau membunuhku sedangkan kamu sendiri tak mempunyai bekal ilmu bela diri? tanya Sandi Brawijaya sambil meneguk kembali gelas yang berisi wine.

“Tolong jangan bunuh saya tuan, saya orang miskin yang sedang butuh uang, kapan lagi saya dapat uang banyak,” jawab Jerri.

Sandi duduk di dekat Jerri, ia meminta Jerri untuk melanjutkan ceritanya sambil meneguk wine. Jerri bertemu dengan sosok berambut pirang, bertubuh tinggi menggunakan jas dan topi koboy sembari memegang cerutu layaknya seorang mafia.

 Ia mengaku bertemu sebanyak dua kali dengan pria itu. Pria itu membujuk Jerri dengan sejumlah uang yang cukup banyak serta sedikit hasutan segingga ia tak perlu lagi bermain musik di jalanan untuk mencari uang guna membiayai hidup keluarganya. Jerry tergiur dengan iming-iming uang yang banyak dan langsung menyetujuinya.

“Apa kau tahu siapa nama pria yang memberimu uang?” tanya Sandi.

 “Saya tidak tahu namanya tuan, yang saya tahu ada tato kepala ular di pergelangan tangannya, itu juga terlihat samar karena tertutup baju yang ia gunakan,” jawab Jerri.

Sedang fokus mencerna apa yang dikatakan oleh Jerri, seseorang masuk ruangan yang digunakan oleh Sandi mendaparkan informasi dari seseorang yang diutus membunuhnya.

“Tuan muda sebaiknya anda istirahat masalah ini serahkan pada kami,” ucap ketua pengawal yang ada di kediaman Barawijaya.

“Baiklah aku sudah cukup mendapatkan informasi darinya. Jangan sentuh dia karena aku sendiri yang akan mengurusnya, perlakukan dia dengan baik!” seru Sandi.

Sandi tidak memberitahukan ciri khusus seorang yang memerintah Jerri melakukan kejahatan padanya. Sandi meminta ketua pengawal tidak memberitahukan kepada pihak berwajjib jika ada penyerangan ke dua kali. Biarkan mereka mengurus yang sudah mati saja.

“Tapi tuan kenapa kita tidak menyerahkan pada polisi saja?” tanya ketua pengawal.

“Jangan banyak tanya dan biarkan aku urus bajingan ini,” jawab Sandi dengan tegas.

“Baik kalau begitu akan saya lakukan sesuai perintah anda,” balas ketua pengawal sambil membungkuk hormat.

Sandi mengangguk dan berjalan keluar ruangan. Dia memerintahkan kepada dua pengawal untuk menjaga ruangan yang ada seorang yang bisa dimintai keterangan tentang dalang di balik kejadian hari ini. Ia berpesan terus melaporkan apa yang terjadi di tempat itu dan jangan biarkan ada orang yang masuk kecuali tanpa perintahnya.

“Baik tuan muda kami mengerti,” jawab pengawal.

“Nanti akan ada pelayan yang akan mengobati luka bajingan itu. Biarkan dia masuk,” ucap Sandi lagi sebelum meninggalkan ruangan pengap itu.

Sandi meminta gadis pelayan cantik yang kebetulan berpapasan dengannya untuk membawa kotak p3k ke rumah yang berada di halaman belakang guna mengobati luka seorang yang mencoba membunuhnya. Dia harus tetap hidup karena Sandi belum mendapatkan banyak informasi darinya.

“Nona kamu tidak boleh sembarangan masuk ke dalam rumah ini!” cegah satu pengawal.

“Aku diutus tuan muda sendiri ke sini untuk mengobati luka seseorang yang ada di dalam,” jawab Ani sambil menunjukkan peralatan kesehatan yang dibawa.

Pegawal merasa kurang percaya bisa saja dia adalah penyusup yang menaymar walupun tuan mudanya sudah memberi tahu. Salah satu pengwal menghubungi Sandi melalui video call dan memastikan lagi apakah perempuan yang diutus adalah benar wanita yang ada di hadapannya ini. Sandi membenarkannya barulah Ani di biarkan masuk oleh pengawal yang menjaga tempat itu.

“Tuan aku datang untuk mengobatimu. Aku sarankan kepadamu untuk mengaku saja daripada mendapatkan serangan fisik menyakitkan seperti ini.” ucap Ani sambil membersihkan luka menggunakan alkhohol.

“Emm … Emm,” Jeri mencoba mengatakan sesuatu tapi mulutnya tersumpal kain jadi hanya terdengar suara deheman dari tenggorokannya. Mungkin ia merasa kesakitan saat Ani mengobati luka pada tubuhnya.

Ani sudah selesai mengobati Jerri dan langsung menuju kamar Sandi untuk melaporkan bahwa apa yang ia perintahkan sudah selesai. Ia juga bertanya kenapa tidak langsung membunuh saja seorang yang ingin mencelakai tuannya tersebut. Padahal bisa saja setelah diobati pria itu bisa melakukan hal yang belum tercapai dalam hidupnya yakni membunuh tuan mudanya.

“Apa kamu mengkhawatirkanku nona?” tanya Sandi dengan senyuman liciknya.

“Tentu saja saya mengkhawatirkan keselamatan tuan. Karena tuan muda baru saja kembali ke kediaman ini,” jawab Ani.

Sandi mengangguk lalu meminta Ani untuk mendatangkan Dokter guna memeriksa keadaan Jerri. Dia juga mengutus memberikan Jerri makan dan minum tapi hanya sumpalan pada mulutnya saja yang dibuka dan membiarkan ikatan pada tangannya.

Sandi membuka kemeja yang dipakainya karena penuh keringat dan kini ia sedang bertelanjang dada membuat Ani terbelalak matanya meliaht tubuh indah sang tuan muda. Ada satu lagi yang membuat dia tercengang yakni sebuah luka yang ada di punggung Sandi.

“Tuan muda luka di punggungmu itu kenapa banyak sekali. Apa yang terjadi selama tuan menghilang apakah banyak menyakitimu?” tanya Ani yang terkaget.

“Panjang ceritanya. Ani apa kamu mau memandikanku?” tanya Sandi masih sempat menggoda Gadis pelayan itu.

Ani kaget dengan pertanyaan itu, ia berpikir ternyata rumor yang beredar tentang tuan mudanya di kalangan kelas atas benar adanya. Dia memang suka mempermainkan wanita. Tapi pikiran Ani masih penasaran dengan luka yang ada di punggung Sandi mungkin lain kali ia akan bertanya lagi tentang ini.

“Aku tidak mau tuan,” jawab Ani.

“Aku hanya menggodamu kenapa wajahmu memerah aku saat ini tidak tertarik pada perempuan manapun. Aku harus fokus balas dendam atas kematian papiku dan juga perencanaan pembunuhan padaku!” seru Sandi.

Ani tercengang dengan kalimat yang dikatakan oleh tuan mudanya. Lalu dia tersenyum ternyata tuan mudanya sudah sangat banyak berubah, Ia merasa lega dan akan mengabarkan pada nyonya atas informasi yang ia dapatkan ini.

“Tuan muda aku sangat senang mendengar hal ini. Jika butuh bantuan kamu bisa memanggilku kapan saja,” ucap Ani.

“Kalau begitu aku butuh bantuanmu sekarang!” Sandi menarik lengan tangan Ani sehingga berada di pelukannya.

“Apa yang ingin kamu lakukan tuan?” teriak Ani.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status