Share

Sandi Bermimpi Buruk

Sandi hanya ingin menggoda Ani yang menggemaskan. Ia segera melepaskan pelukannya saat merasa jantungnya berdebar kencang saat menatap Ani yang berwajah cantik itu.

“Kamu sungguh menggemaskan. Kedepannya kamu bisa melayaniku secara pribadi!” seru Sandi.

“Tuan ada banyak pelayan di rumah ini. Tugasku hanya melakukan perintah dari nyonya,” ucap Ani dengan sopan.

Sandi melirik wajah kepala pelayannya itu sambil tersenyum. Ani terlihat tampak salah tingkah dan itu membuat Sandi merasa gemas ingin terus menggodanya tapi dia ingin terlihat dingin dan tak membutuhkan wanita di depan Ani.

“Apa kamu di suruh mami untuk mengawasiku? Ingat ya jangan pernah berkata sembarangan mengenai luka dipunggungku. Kamu silahkan keluar!” ucap Sandi dengan tegas.

“Baiklah tuan muda aku akan menutup mulutku sementara, selamat beristirahat,” balas Ani sembari meninggalkan kamar Sandi.

Ani sudah keluar dari kamar Sandi. Pria tampan itu tidur nyenyak dan bermimpi yang sangat menakutkan. Saat itu perjalanan liburan bersama tuan Brawijaya ke sebuah pulau dewata yang terkenal dengan keindahan pulaunya.

Tak lupa juga Sandi bersenang-senang bersama beberapa wanita cantik yang disewanya. Namun kesenangannya saat itu hanya sesaat. Kapal yang mereka tumpangi di serang oleh segerombolan para bajingan yang menewaskan tuan Brawijaya. Mereka secara brutal menembak tubuh tuan Brawijaya, karena banyak kehilangan darah akhirnya tuan Brawijaya tewas di tempat.

Sepertinya gerakan mereka sudah di rencanakan sebelumnya. Sandi yang tidak bisa bela diri dan hanya tahu caranya bermain wanita saat itu juga ikut diserang. Sandi dipukuli beberapa orang punggung yang penuh luka itu karena terkena pukulan benda-benda tumpul seperti sebilah kayu yang terus di pukul ketubuhnya.

“Aku akan membalas kalian semua jika sudah menemukan bantuan,” ucap Sandi lirih.

“Tuan muda ajalmu sebentar lagi datang. Siapa yang akan menolongmu sebentar lagi kuburanmu akan kita gali. Lagipula kamu pantas mati karena hidup juga tidak berguna,” ucap para brandalan itu sambil tertawa.

Sandi tak sadarkan diri setelah menerima pukulan itu. Saat dia sudah sadar dia berada di pulau yang tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Sandi merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya bahkan untuk bergerakpun susah. Tiba-tiba ada kilatan petir menyambar dan hujanpun turun lebat. Sandi berteriak kencang karena luka ditubuhnya semakin sakit.

“Ahhhhh!” Sandi terbangun dari tidurnya dan keringatpun bercucuran di sekujur tubunya.

“Aku bermimpi peristiwa mengerikan itu saat sudah berada di rumah ini. Apakah ini pertanda aku harus segera membalas dendam atas kematian papi?” imbuh Sandi.

Nyonya Lusi kebetulan akan membangunkan Sandi untuk sarapan pagi mendengar teriakan Sandi ia menjadi begitu khawatir dan langsung masuk ke kamar putranya untuk melihat apa yang terjadi. Nyonya Lusi masih trauma atas percobaan pembunuhan yang terjadi di malam pesta.

“Apa yang terjadi Sandi. Mami pikir ada seseorang yang sengaja masuk kamarmu dan mencelakaimu saat tidur?” tanya nyonya Lusi yang khawatir.

“Aku hanya bermimpi kejadian tragis saat kapal yang kami tumpangi diserang beberapa berandal licik,” jawab Sandi.

Nyonya Lusi memeluk Sandi dia tahu bermimpi kejadian yang menewaskan papi dan juga putranya hampir celaka mungkin akan menyisakan luka di hati Sandi. Mulai sekarang sepertinya harus memperketat penjagaan di rumah utama terlabih untuk Sandi.

“Kalau begitu nak segera mandi dan sarapan ya, sahabatmu sudah menunggu di ruang makan. Mereka sudah tak sabar bertemu denganmu!” seru nyonya Lusi.

“Sahabat-sahabatku, aku saja lupa mempunyai sahabat mi,” jawab Sandi.

Nyonya Lusi sekali lagi mengingatkan Sandi untuk segera mandi dan menemui mereka di meja makan. Saat ini mungkin sandi sudah kehilangan ingatannya. Tapi nyonya Lusi percaya nanti perlahan Sandi akan mengingat semuanya.

Sandi sudah membersihkan diri dan segera turun ke ruang makan di sana sudah ada tiga pria yang wajahnya mirip di bingkai foto yang terpasang di kamar Sonia adiknya. Sandi terlihat menatap dengan tajam siapa mereka bertiga.

“Kenapa kamu diam saja bro, duduklah dan makan bersama kita,” ucap Leon.

“ini semua makanan kesukaanmu apakah kamu tidak ingin segera memakannya?” tanya Hazel.

“Sandi duduklah dan sarapan bersama kami. Mungkin kamu belum mengingat siapa kami. Yang harus kamu tahu kami bersedih dan mengupayakan segala cara untuk menemukanmu saat kamu dinyatakan hilang,” ucap Martin.

Sandi tersenyum di wajah mereka tidak terlihat keterpura-puraan. Tapi Sandi heran kenapa mereka tidak berada di pesta malam itu. Kenapa baru datang sekarang tidak mungkin juga mereka tidak tahu kabar kembalinya Sandi ke keluarga Brawijaya. Sandi menggeser kursi makan dan ikut sarapan bersama mereka.

“Maafkan aku saat ini ingatanku tentang kalian masih samar-samar, ayo sarapan dulu,” ajak Sandi.

“Sandi kami bahagia melihatmu masih hidup. Maafkan kami yang tidak becus mencari keberadaanmu!” ucap Leon sambil menitikkan air mata.

“Kamu seorang lelaki jangan menangis seperti banci!” seru Sandi sambil menyendok makanannya.

“Sandi Leon hanya bahagia meliaht kamu masih hidup, sekali lagi maafkan kami yang tidak berguna ini karena tidak bisa menemukanmu saat menghilang dulu,” imbuh Martin.

Sandi mengangguk dan mengucapkan terima kasih lalu mereka semua sarapan barulah mengobrol dengan tenang setelah selesai makan. Hazel mengungkapan apa yang ada di dalam hatinya saat mendengar kabar kediaman Brawijaya menggelar pesta penyambutan untuk Sandi ia seakan tak percaya. Karena kesibukannya ia baru bisa berkunjung pagi ini bersama kawan-kawan yang lain dengan formasi lengkap.

“Maafkan kami sandi yang baru bisa datang mengunjungimu saat ini,” ucap Martin.

“Aku tahu kalian sibuk terima kasih sudah meluangkan waktu mengunjungiku di sela kesibukan kalian,” balas Sandi.

Sepertinya obrolan akan panjang karena mungkin mereka penasaran Sandi bertahan hidup bagaimana. Sandi mengajak mereka untuk melanjutkan obrolan di taman belakang rumahnya. Halaman belakang rumah itu terlihat besar.

“Sandi, setelah kamu menghilang bertahun-tahun aku melihatmu banyak berubah. Terutama perubahan pada fisikmu,” ucap Leon memulai percakapan.

“Apa aku terlihat berbeda dari yang dulu? Banyak sekali yang ingin aku sampaikan pada kalian. Tapi sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat!” tegas Sandi.

Ketiga sahabatnya itu menyangka Sandi akan memarahi mereka saat berada di taman belakang. Mereka tahu tempramen Sandi kala itu seperti apa. Sandi tidak akan marah kepada mereka ingin sekali Sandi menceritakan saat-saat tersulit dalam dirinya. Bagaimana ia bisa selamat dan kembali berkumpul bersama mereka di tempat ini. Tapi Sandi mengurungkan niatnya karena memang belum saatnya untuk diceritakan.

“Ceritakan saja saat waktunya tepat dan kamu sudah mau menceritakan kepada kami apa yang terjadi Sandi,” ucap Martin sambil merangkul Sandi.

“Baiklah sobat. Oh iya aku menemukan sesuatu yang menarik saat berada di pesta. Kalian pasti sudah dengar ‘kan saat diacara pesta ada yang mencoba membunuhku?” tanya Sandi pada ketiga sahabatnya.

“Kami sudah mendengarnya. Apa kamu menangkap salah satu pelaku biar aku yang membantumu untuk mematahkan tulangnya,” ucap Hazel menggebu-nggebu.

Sandi tertawa dengan Hazel yang semangat ingin menguliti hidup-hidup pelaku yang mengincar nyawanya malam itu. Tapi lebih baik membawa mereka melihat orang yang sudah dikurung oleh Sandi terlebih dahulu. Siapa tahu bisa menemukan sebuah petunjuk baru.

“Ayo ikut aku melihatnya,” ajak Sandi.

“Bolehkan kami menghajarnya sampai dia merasakan diambang kematian Sandi?” tanya Martin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status