Share

Memeriksa Ruangan Pesta

Terlintas samar-samar ingatan Sandi tentang sosok tiga lelaki muda di bingkai foto yang dipegang olehnya.

Sandi kembali mengigat ingatannya yang lalu saat berada di bangku kuliah bersama tiga temannya. Dalam ingatannya dia dan ketiga pemuda itu sering bercanda bersama, berpesta ke club malam, karaoke bersama ditemani para wanita cantik tentunya. Ingatan yang muncul membuat Sandi mual ingin muntah. Tak kuat lagi mengingatnya Sandi memutuskan untuk berhenti mengingat masa lalunya yang ia rasa cukup menjijikkan.

Setiap kali Sandi mencoba mengingat masa lalunya, rasa mual atau muntah akan terasa bahkan sampai pinsan. Sakit yang Sandi rasakan adalah salah satu rasa sakit yang di deritanya sejak ia mengalami kecelakaan di laut saat itu.

“Kak, apa yang terjadi denganmu?” tanya Sonia ketakutan karena melihat Sandi yang kesakitan sambil memegangi kepala.

“Kakak!” seru Sonia sembari menampar perlahan pipi kakaknya, yang kemudian membuat Sandi Sadar, nafasnya terengah-engah seakan habis berlari mengelilingi lapangan sepak bola yang luas.

“Aku tidak apa-apa Sonia,” jawab Sandi sembari memegang kepalanya dan berusaha menyetabilkan nafasnya. Sonia terlihat cemas akan kondisi kakaknya yang terlihat pucat itu.

“Bisa kau ceritakan siapa mereka. Mereka mirip dengan orang yang aku kenal,” pinta Sandi yang masih merasa kepala sakit.

Sonia pun berjalan mengambil lima foto yang terpajang di meja riasnya. Ia mengambil dan menata foto itu satu persatu untuk di tunjukkan kepada kakaknya. Sonia menghampiri Sandi yang duduk di tempat tidurnya, ia duduk di sebelah kakaknya sembari memegang foto yang ia bawa.

“Foto ini adalah teman-teman setia kakak. Yang terus membantu keluarga Brawijaya selama kakak tidak ada,” ucap Sonia.

Sonia menunjuk satu persatu wajah di dalam foto tersebut dengan nama mereka. Wajah pertama adalah Leon. Pria tampan bernama Leon itu terus berkeyakinan jika Sandi pasti selamat dan masih hidup. Leon mempunyai badan tegap atletis, berkulit putih dan berparas tampan. Layaknya idola para wanita pada jamannya.

Wajah kedua adalah Martin, sahabat Sandi yang humoris, biasa menghibur Sonia yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri dikala sedih dan depresi saat Sandi dinyatakan menghilang, Martin mempunyai ciri badan gemuk dan tinggi.

“Lalu, satu lagi itu siapa dia?” tanya Sandi sambil menunjuk satu foto lagi.

“Dia Hazel dia juga terus bersama keluarga kita selama ini. walau dia jarang berkomunikasi dengan kita dia selalu ada disaat dibutuhkan,” jawab Sonia.

Foto terakhir adalah Sonia bersama ketiga sahabat Sandi Brawijaya saat mencarinya di suatu pulau terpencil dekat dengan puing-puing kapal yang ditumpangi Sandi yang telah karam.

Sonia bercererita singkat tentang ketiga sahabat Sandi Brawijaya, ia mulai mengingat ketiga sahabatnya. Mereka adalah orang-orang yang setia kepada Sandi Brawijaya tanpa memandang siapa dia. Mereka berteman tanpa memandang status sosial dan harta yang dimiliki.

“Terima kasih Sonia sepertinya aku sudah mengingat sedikit, sudah larut kau harus beristrirahat,” ucap Sandi lalu berdiri dari tempat tidur adiknya, melangkahkan kaki kearah pintu.

“Kak, aku tak ingin kehilanganmu untuk kedua kali jadi aku mohon kakak harus berhati-hati,“ pinta Sonia dengan hati yang cemas, mengingat kakaknya dahulu tidak pernah belajar seni bela diri dan hanya bisa menghabiskan uang keluarga untuk bersenang-senang.

Sandi tersenyum dan mengangkat jempolnya, ia melangkah keluar dari kamar Sonia dan berencana untuk melihat ruang pesta. Berharap menemukan sebuah petunjuk siapa dalang di balik tragedi penyerangan terhadap dirinya saat pesta penyambutan untuknya.

Sandi berjalan menuju ruang pesta di temani dua orang pengawal, matanya terus melihat sekitar ruangan juga instingnya terus waspada dengan pergerakan siapapun yang masih berada di ruang pesta saat ini. Bisa saja masih ada seorang pembunuh yang menyamar entah jadi pelayan atau petugas even organizer.

Sandi masih fokus mencari apakah ada petunjuk atau jejak yang ditinggalkan oleh pelaku. Terdengar suara langkah kaki nan berat berjalan ke arah Sandi dari posisi belakang. Semakin dekat semakin keras terdengar.

Klotak … Klotak …

Ia mendengar suara tapak kaki nan berat. Berjalan kearah nya dari belakang. Semakin keras menuju kearahnya.

Klotak … Klotak … Splash!

Suara kaki melangkah pelan tapi pasti beganti dengan suara lompatan kearah Sandi Brawjaya. Pria tampan itu memejamkan mata dan merasakan ke arah mana ia akan melompat. Sandi bergeser dari tempatnya berdiri dan memutar.

“Brakk!” Sandi memukul seseorang yang berusaha mencelakainya dengan siku kanannya. Tepat di tungkuk kepala bagian belakang. Orang yang berusaha mencelakainya tersungkur jatuh dan Sandi melihat ada sebuah pisau di tangannya.

“Krekk,” Sandi dengan cepat berdiri dan menginjak tangan orang itu, saat pisau terlepas Sandi mengambil pisau itu dan menancapkan pisau itu ke tangan pelaku yang masih terkapar di lantai. Gerakan Sandi sangat cepat seperti seorang yang terlatih.

“Ahhhh!”. Suara keras rintihan pria berpakaian seragam EO acara tersebut memenuhi ruangan.

Kedua pengawal yang tak menyadari akan tindakan pelaku. pun lansung menindih dan mengunci pergerakan badan dan kaki si penikam.

“Apa anda baik-baik saja tuan muda?” tanya salah satu pengawal keluarga Brawijaya.

“Maafkan kami yang tak menyadari ada seseorang yang menyamar menjadi anggota EO dan berencana mencelakai tuan muda,” imbuh pengawal keluarga Brawijaya.

“Tutup mulutnya dengan kain. Aku tak ingin mami dan adikku bangun mendengar suaraya teriakan jelek itu!” seru Sandi.  

Seketika salah satu pengawal tersebut mengikat kaki dan tangan serta menutup mulut si pelaku dengan dasi yang ada di leher sang pengawal.

“Angkat dia dan ikuti aku. Jangan banyak bertanya!” pinta Sandi tegas kepada kedua pengawal tersebut.

Sang penikam pun berusaha memberontak namun percuma. Sandi berjalan kearah belakang rumah. Di sana terdapat sebuah bangunan dengan ukuran sepuluh meter persegi. Bagunan tersebut terlihat seperti gudang penyimpanan. Sandi membuka pintu bangunan tersebut. Dan memerintahkan kedua pengawal tersebut untuk membawa masuk pria yang hampir mencelakainya.

 “Lemparkan dia ke dalam sana!” Perintah Sandi kepada kedua pengawal yang sedang membopong pria penikam itu.

Terdapat sebuah mulut ruang tanpa daun pintu di tengah-tengan ruangan tersebut. karena gelap samar-samar terlihat anak tangga ke arah bawah. Sandi Brawijaya menyalakan lampu agar ruangan terang.

“Tinggalkan kami berdua dan berjaga lah didepan pintu!” seru Sandi sambil menunjuk pintu masuk bangunan tersebut.

“Baik tuan muda,” ucap kedua pengawal bersamaan.

“Siapa yang menyuruhmu untuk membunuhku?” tanya Sandi sambil menginjak tangan yang ia tusuk pakai pisau tadi.

“Akkkhhhh... Akkkhhh…!!!”.  Orang yang hampir mencelakainya berteriak kesakitan namun menolak menjawab siapa yang menyuruhnya.

“Walaupun aku mati aku tidak akan menjawab pertanyaanmu!” jawab pria itu sambil merintih kesakitan.

“Kalau ternyata aku menemukan keluargamu dan mengatakan kalau kamu adalah seorang pembunuh bagaimana? Apakah kamu akan tetap membungkam mulutmu?” tanya Sandi.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Handira Rezza
maksih sudah mampir kak
goodnovel comment avatar
Cheri Ohman
bagus novelnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status