Lonceng Pengubah Takdir bukanlah artefak yang bisa dikendalikan semudah merebut pedang dari tangan lawan. Ia adalah hukum itu sendiri. Keberadaan yang lahir dari benturan takdir dan waktu, mengandung kekuatan yang tidak bisa dijinakkan oleh kehendak semata, sekalipun oleh tubuh giok.Saat Xuan Li mencoba meraih kendali atasnya, kekuatan mengerikan meledak dari inti lonceng. Aura itu memukul balik, mengalir seperti banjir yang membalik arus sungai dan menelan dirinya mentah-mentah.Dewa Langit Surgawi tertawa. Suaranya menggema di seluruh ruangan, kasar dan menindas, bagai petir yang menertawakan petani di tengah badai.“Lonceng itu bukan milikmu, bocah,” katanya sambil melangkah maju. “Itu adalah milik surga. Dan surga tunduk padaku.”Tubuh Xuan Li terlempar ke belakang. Retakan muncul di permukaan tubuh gioknya, merambat seperti sarang laba-laba. Aura yang sebelumnya kokoh kini terguncang. Suara geraman lirih keluar dari tenggorokannya saat lututnya menyentuh lantai batu altar.Di d
Ketika Dewa Langit Surgawi perlahan membalikkan badan, menatap Xuan Li yang seharusnya masih terbelenggu. Namun yang ia dapati justru hal sebaliknya.Pola cahaya yang tadinya mengikat tubuh Xuan Li kini telah retak dan runtuh sepenuhnya. Suara patahan halus menyertai pecahnya belenggu, seperti kaca yang jatuh di ruang hening. Aura tubuh giok menyembur keluar, dingin dan mematikan, bercampur dengan gelombang energi jiwa yang tak wajar.Xuan Li berdiri tegak. Tubuhnya tak lagi diguncang tekanan. Matanya tenang, namun dalam kedalaman sorotnya, menyala kilatan yang belum pernah ada sebelumnya.“Sudah cukup,” ucapnya lirih.Lalu ia bergerak.Tanpa peringatan. Tanpa basa-basi.Tubuh giok Xuan Li menyala hitam kebiruan. Energi spiritual yang berputar di dalamnya seperti gelombang bintang yang terkompresi dalam ruang kecil. Ia meninju ke depan, langsung ke arah dada Dewa Langit Surgawi.Ledakan udara tercipta seketika. Ruangan altar bergetar. Cahaya merah yang tadinya bersinar dari pecahan l
Xuan Li menutup mata, lalu menyelam masuk ke dalam kesadaran batinnya."Wu Hei," bisiknya dalam hati. "Bantu aku. Belenggu ini tidak bisa kutembus."Sosok bayangan kelam muncul dalam lautan kesadaran. Wu Hei berdiri di atas pusaran energi hitam, wajahnya menyiratkan keraguan."Kau tahu aku tidak bisa menghancurkannya," jawab Wu Hei dengan suara dalam. "Belenggu ini dibentuk dari hukum dimensi milik Raja Iblis itu sendiri. Itu bukan sesuatu yang bisa dikoyak begitu saja."Xuan Li membuka matanya perlahan di dunia nyata. Nafasnya tetap teratur. Tapi dalam hati ia kembali bertanya, "Kalau begitu, adakah cara lain?"Wu Hei diam sejenak. Kemudian ia mengangguk pelan. "Ada. Tapi tidak mudah. Energi dari mantra pengikat itu bisa diserap. Tapi untuk menyerapnya, aku butuh bantuan Wu Rong.""Lakukan," jawab Xuan Li tanpa ragu. "Sebelum Dewa Langit Surgawi mengambil pecahan Lonceng Pengubah Takdir atau tubuh ini."Namun Wu Hei justru menatapnya tajam. "Kita butuh pengalih perhatian. Serahkan pe
Lorong itu sunyi dan diselimuti kabut pekat. Setiap langkah Xuan Li dan Mo Xiang hanya menghasilkan gema samar, seperti suara mereka ditelan ruang hampa. Udara di sekitarnya terasa berat, bukan karena tekanan energi, tetapi karena sesuatu yang lebih dalam, sebuah keterasingan dimensi yang tidak wajar.Mereka telah berjalan cukup lama tanpa berbicara. Tidak ada cahaya selain kilau samar dari dinding kabut yang sesekali berkedip. Tak satu pun dari mereka berani mengedarkan energi spiritualnya. Kewaspadaan terhadap sosok yang mengawasi mereka sebelumnya masih tertanam kuat.Namun, setelah beberapa saat, mereka berhenti.Mo Xiang menatap sekeliling, dahinya mengernyit. “Kita sudah pernah melewati bagian ini.”Xuan Li memejamkan mata sejenak. Ia menelusuri kembali jejak energi di pikirannya. Hasilnya sama, mereka tidak maju. Hanya berjalan dalam lingkaran.“Formasi ilusi,” gumamnya. “Tapi ini bukan sekadar jebakan visual. Ada unsur dimensi yang ikut diputar.”Ia merentangkan tangan, menc
Mo Xiang membuka mata perlahan. Pandangannya kabur sesaat sebelum akhirnya fokus pada sosok Xuan Li yang duduk tak jauh darinya. Ekspresi Xuan Li tidak seperti biasanya. Wajahnya tegang, sorot matanya penuh perhitungan, dan napasnya sedikit berat.“Ada apa?” tanya Mo Xiang, suaranya serak. “Kau terlihat... tidak tenang.”Xuan Li tak langsung menjawab. Ia memutar pandangan ke sudut ruangan, lalu menatap balik ke Mo Xiang.“Kita sedang diawasi,” ucapnya pelan. “Aku merasakan seseorang masuk ke ruangan ini tadi. Ia tidak menyerang, hanya mengamati. Tapi aura yang ia bawa, itu milik ras iblis tingkat tinggi. Sangat terlatih, dan... sangat berbahaya.”Mo Xiang mengerutkan dahi. “Kenapa tidak langsung menyerang kita?”“Belum tahu,” jawab Xuan Li sambil menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan pikirannya. “Mungkin sedang menilai sesuatu.”Mo Xiang mencoba duduk tegak, namun tiba-tiba tubuhnya tersentak. Ia terbatuk, menahan rasa sakit dari dalam tubuhnya. Meski cadangan energi spiritual
Liang Zheng berdiri di depan balkon tinggi Istana Langit, menatap ke arah langit kelam yang diselimuti awan abadi. Angin malam di wilayah ras iblis terasa dingin menusuk, namun hatinya jauh lebih beku.Sejak lama, ia memendam rasa pada Liang Xue. Namun baginya, Liang Xue selalu seperti puncak gunung es, dingin, tajam, dan tak tersentuh. Tak peduli berapa kali ia menunjukkan kesetiaan, Liang Xue tetap menjaga jarak, menganggapnya sekadar kerabat... bukan pria yang layak dipertimbangkan.Kini, Liang Xue kembali dari celah dimensi bersama dua pria asing, salah satunya bahkan dikabarkan mengalahkan entitas darah yang selama ini jadi mimpi buruk para iblis. Liang Zheng tak bodoh. Ia melihat gelagat berbeda pada Liang Xue. Tatapan matanya saat menyebut “jangan perlakukan mereka sebagai tawanan” mengandung sesuatu... yang membuat darahnya mendidih.“Aku tidak bisa membiarkan ini berlanjut,” gumamnya pelan.Ia mengepalkan tangan. Satu-satunya cara memastikan Liang Xue tetap menjadi miliknya
Celah dimensi menutup perlahan di belakang mereka, menyisakan kesunyian berat di udara. Liang Xue berdiri dengan tubuh lemah, darah mengering di ujung bibirnya. Ia memandang sekilas ke arah Xuan Li dan Mo Xiang yang tak sadarkan diri di belakangnya.“Kalian berdua... bukan orang biasa,” gumamnya lirih.Ia menoleh pada pasukan khusus yang berdiri rapi menantinya. Para iblis itu mengenakan jubah hitam dengan pola merah yang hanya dimiliki oleh pengawal istana dalam. Aura mereka tajam dan mengancam, namun saat ini mereka semua berlutut, menunggu perintah.“Bawa mereka ke ruang pemulihan. Perlakukan sebagai tamu... bukan tawanan,” kata Liang Xue dingin. “Kalau mereka menunjukkan gelagat aneh, beri laporan langsung padaku.”“Dimengerti, Ratu Langit!” seru mereka serempak.Liang Xue menghela napas berat, lalu berjalan ke dalam gerbang utama istana. Tubuhnya menggigil, energi spiritualnya masih belum stabil. Ia tahu betul, jika ia tidak segera menutup diri dan memulihkan diri, ia bisa hancur
“Jadi kau sudah tahu siapa aku sebenarnya,” suara Xuan Li datar, dingin seperti ujung pedang yang belum pernah tercabut. “Kalau begitu, aku tak perlu menyembunyikan apa pun lagi.”Udara di sekitarnya langsung bergolak. Kilatan cahaya lembut, hampir tidak terlihat, muncul dari pori-porinya. Dalam sekejap, seluruh tubuhnya dipenuhi pola-pola kuno yang bersinar redup. Energi tubuh gioknya diaktifkan penuh—tak tertahan lagi.Tidak ada satu makhluk hidup pun yang menyaksikan wujud aslinya. Hanya entitas darah yang lahir dari jutaan jiwa terkorbankan yang kini menjadi saksinya.“Hahahaha! Tubuh giok! Aku sudah menanti saat ini selama berabad-abad!” Raungan entitas itu menggema tanpa suara, menghantam langsung ke dalam kesadaran. “Dengan tubuhmu, aku akan melampaui batas dunia ini. Tidak akan ada makhluk, dewa, atau iblis yang bisa menandingi kekuatanku!”“Tentu saja… kalau kau bisa mengambilnya dariku.” Xuan Li berdiri tegak, tanpa ragu.Cahaya di sekelilingnya berputar, menyatu dalam pusar
Suasana berubah drastis.Kabut merah yang melayang di atas sungai darah bergolak hebat. Dari kedalaman tanah, sesuatu merangkak naik, bukan tubuh, tapi kehendak jahat. Entitas itu bukan makhluk biasa. Ia adalah kumpulan kesadaran penuh dendam, lahir dari jutaan jiwa yang dikorbankan di tempat ini.Xuan Li berdiri diam, namun matanya tajam. Aura dari entitas itu menekan setiap helaan napas."Makhluk itu... bukan lagi roh. Ini kehendak yang dibentuk dari penderitaan. Jiwa yang tak pernah tenang," gumamnya lirih.Mo Xiang yang berdiri di sisinya langsung mencengkeram gagang pedang. "Kita bertarung?""Tidak seperti itu," jawab Xuan Li. "Kekuatan fisik tidak akan berguna di sini. Ini ranah kesadaran."Dengan satu gerakan tangan, Xuan Li memanggil kekuatan dari dalam Lautan Kesadarannya. Cahaya hitam menyala samar di antara jari-jarinya. Api Jiwa Gelap, teknik pengendalian jiwa tingkat dua yang hanya bisa digunakan oleh mereka yang memiliki tubuh khusus… tubuh giok.Dari telapak tangannya,