Home / Romansa / TURUN RANJANG / Perjodohan Konyol

Share

Perjodohan Konyol

Author: naftalenee
last update Last Updated: 2021-03-18 13:10:13

Pulang ke rumah itu artinya Ardhi siap mendengarkan omelan sang ibu yang katanya rindu kepada anaknya yang jarang pulang. Padahal hampir setiap dua minggu sekali Ardhi menyempatkan untuk pulang ke rumah untuk menghabiskan waktu dengan sang ibu yang katanya kesepian.

“Boy! I miss you soooo much!”

Itu adalah teriakan dari seorang wanita berusia hampir enam puluh tahun. Tampilan wanita itu begitu anggun dan rapi. Tubuh sintalnya terbalut terusan selutut sederhana yang berwarna merah muda. Meski terlihat sederhana, namun semua orang tahu bahwa harga dari baju itu jelas tidak murah. Rambut pendek sebatas bahu yang sebagian sudah memutih itu tertata rapi. Tampilan sederhana tapi berkelas. Itulah definisi yang cocok untuk wanita yang biasa dipanggil Ardhi dengan sebutan Ibu. Mantan aktris terkenal pada zamannya. Selia Prasetyo, istri tercinta ayahnya.

I miss you too, Ibu!” Ardhi menyongsong Ibu dengan langkah-langkah besar agar bisa segera memeluk sang ibu yang membukakan pintu rumah sebesar istana itu.

Meski rumah sebesar istana, nyatanya Selia itu tidak mau merepotkan asisten rumah tangganya untuk membukakan pintu. Simpel saja, ia lebih suka menyambut anaknya tanpa interupsi siapa-siapa.

“Ayo, masuk. Ibu sudah masak banyak untukmu dibantu sama koki spesial," ucap Selia dengan senyum misterius yang terulas di bibir.

“Koki spesial? Siapa?” Ardhi mengernyit tidak mengerti. Pasalnya setiap ia pulang ke rumah, Selia biasa dibantu oleh asisten rumah tangga kalau sedang ingin memasak. Selia juga tidak akan repot memanggil koki hanya untuk makan siang.

Selia tersenyum lebar. Sangat lebar hingga membuat Ardhi semakin penasaran. Juga ada perasaan tidak enak di dada yang membayangi. Ardhi paling malas dengan kejutan yang disiapkan ibunya itu.

“Ayah tidur, Bu?” tanya Ardhi ketika mereka menuju ruang makan. Mereka berdua melewati ruang tamu yang super lebar, berjalan ke sisi kiri rumah yang hanya dibatasi oleh lemari-lemari besar berisi buku dan vas berisi bunga-bunga segar yang setiap hari diganti.

“Sudah menunggu di ruang makan.”

Benar-benar hal yang tidak biasa. Semenjak terkena stroke, Randi jarang mau makan di ruang makan lagi. Laki-laki itu lebih suka makan−disuapi oleh sang istri tentu saja−di taman belakang rumah sambil menunggui ikan-ikan di kolam yang ia ternak.

Ardhi dan Selia sampai di ruang makan yang di sana sudah ada beberapa orang. Randi duduk di ujung meja di atas kursi roda elektrik yang dudukannya cukup tinggi sehingga posisinya terlihat cukup jelas.

Di sisi kiri Randi, pada deret kursi kayu itu terduduk tiga orang. Sepasang suami istri yang sudah sangat Ardhi kenal. Mereka adalah Bayu Tarendra dan Ayudia Tarendra. Pasangan itu mengapit seorang wanita yang juga sudah Ardhi kenal baik. Thalia Tarendra. Anak tunggal pasangan Tarendra yang merupakan rekan bisnis ayahnya.

Ardhi menyalami Randi dan pasangan Tarendra dengan sopan. Sementara dengan Thalia, ia membiarkan pipinya dicium wanita itu.

“Yang dimaksud Ibu koki spesial itu Thalia, ya?” tanya Ardhi setelah bergabung dengan mereka.

Thalia Tarendra adalah chef terkenal yang wajahnya bisa dilihat di televisi pada acara Master Cooking. Wanita berdarah Minang dan Jerman itu lulusan Le Cordon Bleu Culinary Art. Sekolah kuliner terbaik di Prancis yang menjadi tujuan bagi mereka yang bercita-cita menjadi koki handal.

“Aku cuma bantu Tante Selia sedikit aja,” ucap Thalia dengan senyum terukir di bibir. Cantik sekali. Ardhi mengakui itu.

“Terima kasih,” kata Ardhi.

Di hadapan Ardhi terhidang beberapa masakan Indonesia yang menggugah seleranya. Di antaranya ada rendang, oncom Leunca, dan sop buntut untuk menu makan berat. Ketiganya adalah favorit Ardhi.

“Santai saja, Ardhi. Jangan terlalu formal. Pertemuan ini bukan untuk membahas bisnis,” ujar Bayu Tarendra.

Justru itulah yang membuat Ardhi gusar. Ardhi lebih mudah menghadapi orang-orang yang ingin berbisnis dan membangun relasi dengannya daripada membicarakan di luar itu. Lebih tepatnya Ardhi tidak suka berhubungan lebih dari sekadar menjadi relasi bisnis.

“Sebelum membahas yang lain, kita makan dulu saja. Kasihan putraku pasti sudah sangat kelaparan,” ucap Selia. Menahan semua ucapan penghuni ruangan itu.

Setelah acara makan siang yang berlangsung hening, mereka berpindah ke ruang keluarga. Ruangan yang sama besarnya dengan ruang tamu. Sofa-sofa besar dan mahal terhampar di tengah ruangan itu. Ada dua guci besar yang berada di pojok ruangan. Juga lemari dari kayu jati yang memuat penghargaan-penghargaan dan piala-piala yang diraih penghuni rumah itu.

“Ayah mau kamu segera menikah.” Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir Randi yang diucapkan dengan terbata-bata.

“Saya dan ayahmu sepakat untuk menjodohkan kalian berdua,” sambung Bayu Tarendra. Kalian berdua yang dimaksud siapa lagi kalau bukan Ardhi dan Thalia? Hanya ada dua orang berbeda gender di antara mereka berenam. 

“Aku sudah menikah, Yah,” batin Ardhi menjerit. Kata-kata itu tidak bisa terucap. Benar-benar konyol. Ia memperlakukan seseorang yang ia sebut istri dengan begitu jahat dan hanya mengingatnya saat terpojok begini. Benar-benat tidak tahu diri.

Akhirnya Ardhi hanya memandang Randi dengan tatapan protes. Tatapannya tidak berhenti di ayahnya. Ia mengedarkan ke berpasang-pasang mata yang juga menatapnya dengan penuh harap.

Ternyata, hanya dirinya yang keberatan. Bahkan Thalia terlihat santai dan menerima dengan tangan terbuka.

“Maaf, apakah perjodohan ini sebagai syarat kerjasama Prasetyo dan Tarendra?” tanya Ardhi.

Ada suara kesiap dari bibir Selia dan Ayudia Tarendra. Tidak menyangka Ardhi mengajukan pertanyaan itu.

"Kenapa kamu bicara seperti itu, Nak?" Selia mencoba menenangkan anaknya yang terlihat menahan amarah. Matanya menjelaskan semua emosi itu.

"Ini terlalu mendadak," ucap Ardhi menahan geraman di bibir.

“Kalian berdua cocok dan dekat, bukan? Usia kalian pun sudah nggak muda lagi, sudah patut untuk membentuk sebuah keluarga. Kalian berdua sama-sama tidak memiliki kekasih, bukan?” Bayu Tarendra lagi-lagi angkat bicara. Mewakili Randi yang jelas kesulitan untuk membuka suara karena penyakitnya.

Ardhi menatap Thalia. Namun, wanita itu sama sekali tidak membantu. Ardhi merasa dijebak oleh orang tuanya sendiri dan juga keluarga Tarendra.

“Saya−”

“Tarendra membutuhkan penerus perusahaan," Bayu Tarendra memotong ucapan Ardhi, "kalau kamu menikah dengan Thalia, otomatis perusahaan Tarendra akan menjadi tanggungjawabmu. Thalia sudah benar-benar tidak bisa diharapkan sebagai penerus.”

Ardhi menyipitkan mata sembari berpikir cepat. “Bagaimana dengan sepupu-sepupu Thalia?”

“Tidak ada yang secakap kamu dalam bekerja, Ardhi. Thalia juga menyukaimu.”

Untuk hal ini, Ardhi tidak kaget. Thalia pernah menyatakan perasaannya kepada Ardhi setelah lulus dari sekolah kulinernya di Prancis beberapa tahun yang lalu. Namun, Ardhi tidak menerimanya karena sudah memiliki kekasih. Kalau saat itu Ardhi tidak memiliki kekasih pun Ardhi tetap akan menolak dengan halus. Ia tidak pernah menyukai Thalia sebagai seorang wanita. Thalia lebih seperti seorang adik baginya.

“Apakah saya punya pilihan untuk mempertimbangkan ini dulu sebelum saya setuju atau menolak?” tanya Ardhi. Ya, Ardhi punya beberapa pertimbangan yang perlu ia pikirkan matang-matang.

“Ardhi, kenapa ngomong begitu?” tegur Selia dengan muka penuh penyesalan yang ia tujukan untuk ketiga tamunya.

“Yah, tolong kasih saya waktu untuk memutuskan,” ucap Ardhi kepada Randi yang belum bersuara lagi. Ardhi mengabaikan teguran ibunya. Kemudian menatap keluarga Tarendra. “Maaf Om, Tante, dan Thalia. Bukan bermaksud tidak hormat, hanya saja saya terlalu terkejut dengan ini semua. Saya butuh waktu untuk mengambil keputusan.

Sebelum para orang tua kembali angkat suara, Thalia menengahi. "Ardhi benar. Dia butuh waktu," ujar Thalia dengan santun. Ia menatap Ardhi dengan tatapn lembut. "Maaf Ar, orang tua kita yang terlalu bersemangat. Kamu pikirkan dulu, ya. Aku bisa menunggu. Setelah kamu tenang dan bisa berpikir jernih, hubungi aku bisa kan? Kita bicarakan ini sama-sama."

Ardhi menyampaikan terima kasih untuk Thalia melalui matanya. Meski ia kesal karena Thalia terima-terima saja dengan perjodohan konyol ini, Ardhi tidak bisa marah terlalu lama. Ia sudah lama mengenal Thalia dan wanita itu adalah sosok yang baik. Kemungkinan besar Thalia sulit menolak permintaan orang tuanya yang ingin segera melihat anak satu-satunya itu menikah dan punya keturunan yang bisa mempertahankan nama Tarendra.

to be continued.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa [2] - (END)

    “Ardhi nggak pernah begitu waktu masih sama aku dulu. Dia nggak pernah bersikap begitu dengan siapa pun.” Arunika yang pertama membuka percakapan begitu Ardhi keluar dari ruangan milik laki-laki itu yang menyisakan dirinya bersama Sera. Ia tersenyum getir. “How can people changes a lot? What did you do to him?” “It’s just about time,” Sera menjawab dengan jujur. “And no. I didn’t do anything. Ardhi nggak berubah. Dia hanya nggak mau berusaha menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya karena dia pikir dia bisa menutupi luka di hatinya setelah ditinggal Kak Sarah dengan melakukan itu. Dan dia nggak sadar kalau yang dia lakukan membuat orang lain terluka. Membuat kamu terluka. Yang pada akhirnya juga berbalik melukai dirinya sendiri.” Sera mengendikkan bahu. Ia baru menyadari kalau ini baru kali pertama mereka berdua saling bicara kepada satu sama lain dan rasanya sungguh aneh karena Arunika bicara seolah-olah mereka cukup dekat

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa

    Ardhi bersedekap. Meski ada jarak yang memisahkan mereka lebih dari satu meter laki-laki itu tetap terlihat menjulang di hadapan Arunika. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ucapan sinis Arunika. Laki-laki itu memberikan tatapan serius yang tidak bisa ditolak oleh Arunika.“Dunia nggak berpusat pada hidup kamu aja, Arunika,” ucap Ardhi dengan serius, “You have to accept that fact. Setiap orang punya panggungnya sendiri-sendiri dan sayangnya kamu nggak bisa menyeret aku dan Sera ke panggung sandiwara hidup kamu. Jangan terus memaksakan sesuatu yang nggak bisa kamu lakukan.”Senyum sinis Arunika lenyap. Arunika mengernyit. Mempertahankan ekspresi wajahnya agar tetap teguh, tetapi gagal. Ia melepas topeng sinis sialan itu dan tersenyum sedih. Menunjukkan sisi terlemahnya di depan Ardhi.“Kalau kamu nggak cuci otaknya David, dia nggak akan membuang aku, Berengsek!”Bahkan saat mengumpati Ardhi, ia tidak terdeng

  • TURUN RANJANG   This Means War

    Sebuah kotak kardus cokelat seukuran kotak sepatu di depan pintu apartemennya langsung menyita perhatian Sera saat ia baru kembali dari rumah ibu mertuanya untuk mengambil rendang dan aneka masakan rumahan yang ia buat bersama Selia sejak pagi. Ia sangat yakin kalau saat ia pergi tadi, kotak itu tak ada di sana.Saat Sera membungkuk untuk mengambil kotak itu, Sera langsung tahu bahwa Ardhi bukanlah pengirimnya. Laki-laki kaku itu tidak pernah memberikan sesuatu secara anonim kepadanya. Tidak akan pernah lagi, karena Sera pernah mengancam Ardhi agar tidak bersikap menjadi laki-laki misterius dan penuh rahasia. Selain karena ancaman itu, Ardhi juga lebih suka mempercayakan segala hal kepada asistennya yang paling setia karena ia tak mau repot.Kotak mencurigakan itu ditujukan untuk dirinya. Namanya tertera di pojok kanan atas. Selain itu tak ada informasi lain.Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dapur, Sera membuka“Astaga, ada-ad

  • TURUN RANJANG   DEAR PEMBACA

    Halo kakak-kakak pembaca. Perkenalkan saya Nafta, penulis cerita TURUN RANJANG. Mohon maaf sekali karena ini bukan update. Setelahmenulis sebanyak 133 bab, saya putuskan untuk membuat pengumuman ini sekaligus untuk menyapa pembaca yang sudah sangat loyal dengan cerita ini. Kisah ini akan saya tutup di bab 136, yang itu artinya tinggal 3 bab lagi menuju tamat. Saya sedih sekaligus lega karena akhirnya bisa menamatkan cerita ini setelah 8 bulan lamanya menuliskan kisah Ardhi dan Sera di GoodNovel. Mungkin beberapa dari kalian merasa kalau belum siap berpisah dengan Ardhi dan Sera, tapi cerita ini memang seharusnya selesai ketika Sera sudah mengetahui rahasia di balik pernikahannya dengan Ardhi. Saya sengaja tambahkan sedikit konflik dengan memunculkan David dan Arunika untuk melengkapi cerita. So, sampai ketemu di 3 bab terakhir yang akan saya upload minggu ini^^ Mohon maaf sekali karena cerita ini tidak akan ada ekstra part. Jadi cerita akan

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up [2]

    “Mau sampai kapan kamu nggak bicara sama aku?” ujar Ardhi dengan nada sedikit geram. “You can’t do this to me, Sera. Aku nggak bermaksud menyisihkan kamu dari masalah. I’m just trying to protect you, don’t you get it?”Sera sudah mengabaikan suaminya itu sejak siang hingga menjelang malam hanya karena tidak diizinkan Ardhi untuk bertemu dan bicara secara langsung dengan David saat laki-laki itu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen mereka.Ardhi gemas sekali dengan tingkah Sera yang menurutnya terlalu berlebihan. Sudah Ardhi bilang kalau menghadapi David yang sedang emosi jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghadapi Sera yang marah kepadanya. Sebenarnya aksi kali ini lebih pantas disebut merajuk. Dan hal ini juga seringkali mempersulit dirinya karena Sera selalu sengaja melakukannya. Wanita itu hanya diam, tak menanggapi satu pun ucapan Ardhi hingga laki-laki itu bingung harus bagaimana.“Se

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up

    Roda kehidupan berputar. Kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup tak bertahan selamanya. Dan itu seringkali terjadi dalam hidup Ardhi dan Sera. Mereka sudah cukup terbiasa untuk bisa menghadapinya dengan kepala dingin saat masalah datang hingga sedikit menyisihkan kebahagiaan dan ketenangan selama satu bulan pasca hari pernikahan. David yang sempat ‘menghilang’ dan tidak muncul di acara keluarga itu kini menunjukkan batang hidung. Tepat satu minggu sebelum rapat direksi, David muncul di depan pintu apartemen Ardhi dan Sera. Dan bukannya langsung membukakan pintu untuk sepupu Ardhi itu, Ardhi dan Sera malah sibuk berdebat. Membiarkan David menunggu di balik pintu. “Kamu udah setuju kalau kita akan bicara dengan mereka. Kita, ardhi. Bukan cuma kamu sendiri.” Sera menantang Ardhi dengan tatapan tajam yang gagal membuat Ardhi terintimidasi. “Aku memang bilang gitu, Sera. Tapi nggak sekarang. Aku nggak tahu David mau bicara soal apa. Aku nggak tahu gimana suasana h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status