Share

Bab 4

Penulis: Evia Nuravianti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-18 19:27:19

Dua bulan lalu

Rombongan pencinta alam telah sampai di ranca upas tempat para pecinta alam lainnya. Kami semua briefing membagi tugas mendirikan tenda, memasak, dan aku kebagian mencari ranting bersama Azka dan beberapa teman lainnya. Aku, Azka, dan Ismi teman satu sekolah semasa SMA, tetapi kami bertiga berbeda kelas. Kami kenal saat mengikuti ekskul yang sama sampai kuliah pun kami masih menyempatkan mengikuti kegiatan pencinta alam di SMA kami dulu untuk menjaga silaturahmi dan kesolidaritasan.

“Fifi, jangan jauh- jauh nanti ilang! ” Peringatan Azka. 

“Iya ya aku deket- deket kamu deh.” Aku akui ini pertama kali mengikuti kemping di ranca upas, karena kesibukanku sebagai mahasiswi Arsitek yang selalu lembur di semester 5 ini. Aku mengikuti Azka, tiba- tiba lelaki itu hilang dari pandanganku.

Seseorang mengenakan pakaian hitam menabrakku hingga terjatuh ke atas tanah, dan membuat ranting- ranting pohon yang sudah kukumpulkan berserakan.

“Aduh!” Aku meringis kesakitan karena bokong yang terbentur akar pohon.

“Maaf!”

Satu kata itu yang dia ucapkan. Ia membantuku berdiri, lalu dia berjongkok dan membereskan ranting-ranting pohon hingga rapi kembali. Aku tidak berkata apa pun. Aku diam mematung memandang tumpukan ranting yang telah rapi.

Saat aku ingin membuka suara, laki- laki itu sudah pergi ke arah berlawanan. Aku tidak melihat dengan jelas wajahnya, karena terhalang topi yang dikenakannya. Yang kulihat hanyalah punggungnya yang semakin menjauh. Beberapa meter dari tempatku terjatuh tadi terlihat seekor ular berbisa yang tengah berdiam menatapku di tempat aku mengambil ranting tadi. Mungkin saja jika aku tidak terjatuh ular itu bisa melukaiku dan ini berkat laki-laki itu.

“Dia yang bawel jangan jauh- jauh nanti ngilang gimana, tapi dia sendiri yang ngilang. Kemana lagi aku nyari dia mana udah sore dan aku lupa jalan menuju perkemahan. Gini kalau punya otak pelupa nggak inget apapun lupa semua rutenya, aduhh.” Aku melanjutkan langkah yang menurut insting sambil meneriaki nama Azka siapa tahu dia ada di sekitar sini.

Hari mulai gelap pandanganku mulai terbatasi yang hanya mengandalkan senter yang ada dalam handphone.

“Azka! Azka! Ya ampun kemana tuh anak, aku nggak nemu tanda- tanda perkemahan.” Tiba- tiba ada yang mendorongku sampai terjatuh ke dalam jurang. Aku reflek berteriak mengapai apapun. Kakiku tergantung di udara, tidak berpijak pada apapun. Kedua tanganku semakin sakit karena mengenggam akar pohon yang kasar itu dengan kuat. Andalan satu- satunya pegangan untuk menjagaku tetap hidup. Kututup mata untuk mengurangi rasa takut yang menyelimuti. Kegelapan di dalam hutan ini menghalangi penglihatanku. Aku tidak dapat memperhitungkan seberapa dalam jurang di bawah sana. Sangat menyeramkan. 

“Tolong! Tolong! Tolong….” Aku berteriak minta tolong kepada siapapun yang mendengar suaraku, agar mau menolongku dari maut yang kini semakin mendekat.

“Tolong! Siapapun yang ada di sana aku mohon tolong aku, tolong!” Aku tidak mempedulikan tengorokan yang semakin serak, karena terus berteriak meminta pertolongan. Telapak tanganku yang licin oleh keringat mengakibatkan pegangan pada akar pohon sedikit demi sedikit merosot hampir ke ujung akar. Jantung terus berdetak kencang. Ketakutan ini semakin mengurangi keberanianku untuk terus bertahan hidup. 

Dalam hati terus berdoa agar Tuhan mengirimkan seseorang untuk menyelamatkanku dari maut. Hidupku kini hanya bergantung pada akar pohon yang aku pegang saat ini. Bila sedikit saja aku lengah dan melepaskan genggaman ini, maka aku akan…..

Satu hentakan mengagetkanku. Mataku melotot saat menyadari jika saat ini aku tidak memegang akar pohon itu. Aku berteriak sekerasnya hingga merasakan tangan seseorang yang menggenggam pergelangan tanganku.

“Jangan takut!” Suara ngebass khas laki- laki menyadarkanku bahwa aku masih hidup. 

Setelah itu, aku merasakan tubuhku terangkat ke atas. Gengaman orang itu pada lenganku terlepas, tubuhku merosot kebawah. Aku tersentak saat menyadari betapa dalamnya jurang itu. Reflex aku kembali berteriak. Tanganku mengapai apapun yang dapat menyanggaku agar tidak terjatuh ke jurang.

Dengan nafas yang memburu aku berhasil mengengam akar pohon yang lain. Aku tidak memperdulikan telapak tangan yang terasa perih.

“Pegang tanganku dengan erat.” Suara itu lagi sambil mengarahkan senter. 

Aku mengikuti intruksinya dan memegang pergelangan tangan kekarnya dengan sangat erat.

Perasaan lega menyelimuti begitu aku menjauh dari jurang. Walaupun masih di dalam kegelapan hutan, tetapi setidaknya aku tidak tengah bergantung di tepi jurang. Kusandarkan punggung pada pohon, mengatur detak jantung yang masih berdetak kencang. Aku terus mengucap syukur, karena telah selamat dari maut.

Terdengar suara yang memanggil namaku. 

“Fifi! Fidela.” Suara itu semakin dekat bersamaan dengan langkah mereka berisik. 

Senyumku terukir begitu saja saat menemukan rombongan kampus yang telah menemukanku. Kelegaan semakin meyusup ke dalam diriku. Berulang kali aku berterima kasih kepada sang maha kuasa yang telah menyelamatkanku dari maut.

Aku memeluk erat tubuh sahabatku, “Kamu nggak papa kan ?” Ismi menatapku dari ujung kaki sampai kepala.

“Aku nggak papa Ismi, berkat….”

Aku membalikkan badan untuk memperkenalkan seseorang yang telah menyelamatkanku. Dimana dia? kusapu pandangan ke penjuru hutan yang gelap, tetapi aku tidak dapat menemukan orang itu.

“Berkat siapa?“

“Tadi dia ada disini.” Aku menujuk tempat orang yang menolongku.

“Nggak ada siapapun Fidela, ayo!”

“Tapi….” Aku melihat bayangan hitam yang tampak menjauh. Aku tidak bisa menghampiri bayangan itu, karena Ismi mengenggam erat tanganku kemudian menarikku menjauh dari tempat itu. Berterima kasih dalam hati pada orang yang menyelamatkanku.

******

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • TWELVE   Bab 19

    Reiki berdiri menarik kursinya lebih dekat denganku, tanpa menatap sekeliling kafe yang menatap ke meja kamu penasaran.“Aku pastikan dulu, perempuan yang mana yang kamu maksud?” Reiki menatapku serius.Aku balik menatapnya, “Perempuan yang di rumah sakit, saat aku masih menjadi asisten pribadimu dan kamu mendapat telepon dari rumah sakit. Dan di situ aku melihatmu mesra bersama dengan perempuan itu, siapa dia?”Reiki tersenyum geli, apa yang lucu? Kenapa ekspresinya seperti itu?“Jadi, kamu nguntit?” Tatap Reiki selidik masih tersenyum geli menghiasi bibirnya.Pelayan datang membawa pesanan kami berdua, aku menghela nafas menyiapkan jawabnku. “Nggak, aku mau jawaban bukan pertanyaan.” Aku mulai menyesap minuman untuk menyembunyikan nada salah tingkah, kenapa dia malah menyerangku? Apa salahnya dia jawab tidak perlu berbelit- belit seperti itu.Reiki mengangkat tangan yang terdapat jam tangan, lalu menatapku lagi. Kali ini wajah tersenyum gelinya hilang. “Sekarang kita harus ke kan

  • TWELVE   Bab 18

    2 tahun kemudian“Fidela!” teriakan Mama mengema di setiap penjuru rumah. Ini sudah ke sekian kalinya mama berteriak.“Iya, Ma sebentar,” teriakku. Supaya mama mendengar dan tidak berteriak lagi. Dengan kedua tangan membereskan berkas yang harus di bawa ke kantor. Setelah aku di nyatakan sembuh, aku bangkit dengan bantuan orang terdekatku sebagai pil semangat untukku. Aku mencoba melamar ke berbagai perusahaan dan akhirnya aku mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan di Bandung. Jelas aku bahagia.“Cepat, Reiki udah nunggu tuh,” suara Mama bersamaan tubuhnya masuk ke dalam kamarku.Kami mulai dekat kembali, Reiki selalu mengantarku pergi ke kantor yang sama dengannya. Itu kebetulan yang menyenangkan, ternyata Reiki bekerja di sana sebagai senior Arsitektur. Setelah keluar dari pekerjaannya di Jakarta Reiki cuti untuk mencariku kembali, dan tanpa di duga kami bertemu di halaman kampus menyebabkan kameranya hancur. Itu alasan dia menerima tawaran pamannya yang meminta tolong menga

  • TWELVE   Bab 17

    Aku membuka mata begitu merasakan guncangan pada tubuh semakin kencang. Hal pertama yang aku lihat adalah kegelapan yang menyelimutiku. Aku buru- buru bangun dari posisi tidur untuk duduk dan melihat sekitar. Namun, rasa pening menyerang. Kenapa aku ada di dalam mobil ? Aku berusaha mengingat kejadian sebelumnya dan kilasan kejadian yang terjadi di rumahku terus bermunculan. Satu yang aku ingat sebelum aku tak sadarkan diri adalah aku di bawa oleh Azka.“Azka!”Aku mencari keberadaan Azka. Namun, tak ada siapapun disini. Yang ada hanya pepohonan yang rindang tanpa cahaya satu pun. Gelap.Aku meraba saku jeans, mengambil ponsel. Menyalakannya. Puluhan pesan dan panggilan tak terjawab menyerbu.Ismi : Fidela kamu dimana?Reiki : Dela, tolong angkat teleponnyaMama : Kamu dimana sayang?Papa : Fidela, telepon papa, NakDan banyak lagi pesan – pesan yang muncul. Aku pun tidak tahu ini dimana, kalau pun Azka membawaku. Mengapa tidak membawa ke rumah sakit seperti ucapannya? Suara langkah s

  • TWELVE   Bab 16

    Setelah Azka megantarku pulang, aku tidak masuk kedalam rumah melainkan kakiku melangkah menuju garasi mengeluarkan motor matic yang sudah setia menemaniku kemanapun. Aku berniat untuk ke sebuah taman yang berada di sekolah SD ku untuk mencari ketenangan dan mengenang kembali kenang bersamanya. Satu jam kemudian aku telah berada di halaman sekolah memarkirkan motorku di sini yang menjadi tempat favorit beberapa tahun silam saat aku mengunjungi sekolah ini.“Neng Fidela!” Sapa seorang lelaki paruh baya yang telah berdiri di sampingku dengan senyum menghiasi wajahnya. Aku membalas senyumnya sembari menjabat tangannya.“Mang Ujang, bagaimana kabarnya?” Mang Ujang adalah penjaga sekolahku selama ini sejak aku masih duduk di bangku SD beliau masih setia mengabdi pada sekolah ini, walaupun sekarang sudah tidak muda lagi. Tapi, pekerjaannya dapat diandalkan sekolah ini selalu terlihat bersih apa lagi tamannnya.“Alhamdulilah baik, kalau mang Ujang bagaimana?” jawabku, melemparkan pertanyaan

  • TWELVE   Bab 15

    ‘Pranngg!!!!!’ Aku terperat menghentikan langkahku yang tinggal beberapa langkah lagi menuju pintu masuk. Seperti suara benda terjatuh, tapi aku sama sekali tidak melihat benda apapun yang terjatuh di sini. Aku terlambat untuk pulang hari ini banyak sekali tugas yang harus aku kerjakan di kampus.Aku memberanikan diri untuk membalikan tubuhku, aku menyapu pandanganku ke berbagai arah, tetapi tidak menemukan seorangpun di sana. Tanpa menghiraukannya, aku kembali melangkahkan kakiku dan memutar handle pintu. Pintu di hadapanku belum terbuka dengan sempurna, tetapi suara benda terjatuh kembali terdengar dan membuat pikiranku memikirkan hal yang macam- macam. Aku menarik nafas, mencoba menghilangkan ketakutan yang semakin menyelimutiku. Aku kembali membalikkan tubuhku, tanpa disangka mataku kembali menemukan bayangan hitam itu. Astaga bayangan itu kembali, tanpa berkata-kata lagi aku membuka pintu, lalu menguncinya. Aku menyandarkan punggungku pada pintu yang telah tertutup rapat, aku m

  • TWELVE   Bab 14

    Kuatur nafas bersamaan dengan gerakan kedua tangan bergerak dalam hitungan kedelapan, kuganti gerakan lainnya sampai semua pemanasan selesai. Setelah itu kulangkahkan kaki dengan gerakan pelan mengelilingi taman komplek, jogging pagi hari ini tubuhku terasa kaku. Semenjak menjadi asisiten dosen itu aku jadi jarang melakukan olahraga di minggu pagi seperti saat ini. Berhubung dosen pemaksa tidak ada aku manfaatkan untuk olahraga seperti biasa, tapi setelah menerima telepon dan ternyata dia ke rumah sakit. Dia tidak masuk beberapa hari kemana dia, kenapa dia? Ah mungkin dia mengurusi pacarnya. Entah mengapa kenyataan itu membuat aku sesak. Apakah itu cinta? Tidak mungkin, akua tidak mungkin menyukai dosen pemaksa itu. Bukannya itu bagus, aku bisa tenang tanpa kehadirannya.“Dela!” Langkah kakiku terdiam seketika, mataku terbelalak, bukannya orang yang selalu memanggiku dengan ‘Dela’ hanya…“Fidela!” Kali ini kubalikan tubuh memperhatikan seseorang yang tengah berjalan ke arahku dengan s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status