Share

Bab 3

Aku masih tidak merasa lega sama sekali setelah keluar dari toko buku itu. Aku menaiki Bus damri yang agak penuh sedikit mengurangi ketakutanku. Aku merasa ada yang menatapku intens. Aku mencoba tidak menghiraukan perasaan cemas dan menyumbat kedua telingaku dengan headset yang tersambung ke ponsel. Mungkin, dengan mendengarkan musik perasaanku bisa lebih tenang.

Aku menghela nafas lega saat tiba di depan sebuah rumah berwarna abu- abu dengan banyaknya taman, membuat rumah tercintaku ini terkesan asri. Aku bergegas masuk dan merebahkan tubuh di atas ranjang. Akhirnya aku bisa bernafas lega karena terhindar dari keanehan di toko buku tadi. Aku berharap ini semua segera berakhir agar aku dapat menjalani hidup dengan tenang.

Aku meraih ponsel dari dalam tas. Betapa terkejutnya aku saat melihat jumlah pesan dan puluhan panggilan dari nomor lelaki pemilik kamera itu. Aku membuka salah satu pesan terbaru.

Pemilik kamera : Aku sudah ada di depan rumahmu.

Satu pesan yang membuat mataku hampir copot. Aku melihat waktu pengiriman, 10 menit yang lalu. Aku tidak janjian dengannya kenapa dia bisa ada disini? Aku berjalan menuju balkon. Seorang laki- laki berdiri tepat di depan pagar rumah. Astaga! Bagaimana kalau mama dan papa tahu kalau anaknya sudah membuat masalah. Tanpa berpikir panjang lagi, aku segera meraih ponsel, kemudian turun dengan tergesa menuju laki- laki itu sebelum orang rumah mengetahui keberadaanku.

“Fifi ! Kamu mau kemana lagi?” Suara Mama menghentikan langkahku.

Jangan panik, tenang Fidela.

Aku menarik nafas dan memutar tubuhku. “Aku ada urusan sebentar, Ma.” ucapku dengan mantap. Mama menatapku dengan tatapan meneliti, mencoba mencari kebenaran dari ucapanku.

Ponselku berdering kembali membuat pikiranku semakin kacau. Kulirik sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselku itu.

Pemilik kamera : Apa saya harus masuk.

Itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan sebuah ancaman, Aku mengetik balasannya sebelum dia nekat masuk.

Me : Nggak usah Pak, aku keluar sekarang.

Sebuah deheman menyadarkanku bahwa mama masih disini. Aku mengalihkan pandanganku ke arah mama. “Kenapa masih di sini Fi, katanya ada urusan?” Pertanyaan mama membuat otakku berjalan lambat.

“Ah iya… ya,” cengengesan tidak jelas, “Ya udah gitu aku pamit Ma.”

“Hati-hati!”

“Iya, Ma!”

Mataku langsung menemukan sosoknya saat membuka pintu rumahku. Laki- laki tinggi berdiri di depan pagar, dia mengenakan kemeja biru dongker bergaris dengan lengan kemeja yang dilipat sampai sikut, kemejanya itu dipadukan dengan celana jeans biru dan rambutnya tampak rapi sepertinya menggunakan jel rambut, sehingga dari kejauhan terlihat berkelap kelip bagaikan terdapat bintang di rambutnya. Akan tetapi, itulah yang menambah ketampanan lelaki itu. 

“Ikut aku. Kita nggak bisa bicara di sini,” ucapku berjalan melewatinya.

Namun, dia menarik lenganku di depan mobilnya, “Ayo naik!”

“Kita cuma ke taman deket sini.” Aku berbalik menarik lengannya, tapi dia bergeming.

“Tapi, mobilnya gimana?”

Aku memutar tubuh menghela nafas menahan kesel, “Biarkan mobilmu disitu, komplek ini aman nggak ada yang mau nyuri mobil kamu.” 

Meneruskan langkahku menuju taman. Dia menghela nafas gusar tapi, mengikuti langkahku menuju taman komplek.

“Dari mana kamu bisa tau rumahku ?” Aku langsung bertanya padanya begitu dia duduk di kursi bagian kosong yang berada sebelahku. Kursi panjang yang kami tengah tempati ini tampak sejuk karena dilindungi oleh pohon yang cukup rindang untuk menahan panasnya sinar matahari yang dapat membakar kulit.

“Taman ini indah juga.” Komentarnya sembari melirik ke seluruh penjuru taman komplek. 

Aku akui, komentar laki- laki ini memang benar. Taman komplek dijaga dengan sangat baik. Bunga berwarna- warni tumbuh di taman ini, ditambah dengan pepohonan rindang yang membuat taman ini tampak sejuk. Terdapat jalan setapak untuk berjalan menikmati udara segar maupun untuk berjoging mengelilingi taman. Atau kita bisa juga sekedar duduk bersantai di kursi panjang yang tersebar di taman ini. Taman ini lengkap dengan lapangan berumput yang tidak cukup besar untuk bermain anak- anak kecil.

“Dari mana kamu bisa tau rumahku?” Aku mengulang pertanyaan itu.

“Dengan identitas ini. Kartu identitas ini memudahkanku untuk mencarimu.” 

Dia memperlihatkan kartu identitas kampus yang kuberikan kepadanya saat itu dan bodohnya aku baru menyadarinya. Dia bisa bertanya kepada teman sekelasku, dosen atau entah lah dia bisa berada disini aku tidak memikirkannya, tapi identitas itu, astaga betapa cerobohnya aku melupakan identitas penting. Aku meraih kartu yang berada ditangannya. Namun, dengan gesit dia menjauhkan tangannya, lalu memasukan kartu itu ke dalam saku kemejanya.

Menyebalkan! Aku di buat kesal oleh dua orang sekaligus hari ini.

“Aku datang kemari untuk menagih janjimu,” ucapnya sembari menatapku dengan tajam.

“Sekarang juga?” tanyaku panik. Dia menganguk mantap.

Aduh, aku tidak punya uang sebesar itu sekarang.

“Aku pasti menggantinya, tapi beri aku waktu untuk mengganti kamera itu,” ucapku memelas. Ia tampak berpikir sejenak.

“Beri aku waktu.” Menatapnya memasang muka memalas, aku ingin tahu seberapa baik laki- laki di hadapnku ini.

“Baiklah, Aku akan memberimu waktu.” Senyumku merekah mendengar pernyataannya. “Hanya 3 hari.” Mataku terbelalak Senyumku langsung hilang saat itu juga.

Dasar lelaki sombong! Bagaimana bisa, aku mendapatkan uang dalam waktu sesempit itu? Aku sempat mencari tahu tentang kamera yang kupecahkan itu dan harganya sangat menakjubkan. Kamera terbaik dan termahal.

“Kalau sampai kamu nggak bisa menganti kamera itu dalam waktu yang ditentukan. nggak masalah, tapi saya akan memebicarakannya pada kepala dosen bahwa mahasisiwinya membuat onar,” ucapnya, sembari menaikan sebelah alis. Mataku melotot untuk kesekian kalinya.

Astaga lelaki ini benar- benar sombong, percuma tampan tapi, tidak punya hati sama sekali. Hhuu.

“Bagaimana?” Dia masih menatapku tajam.

Aku menghela nafas, “Baiklah, tapi aku bisa nego jadi seminggu atau sebulan?”

“Nggak.”

“Tapi…”

“Nggak ada.” Aku menghela nafas gusar. Astaga laki- laki sombong!

******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status