Share

Tua Bangka

***

Yuno tiba ke istana pukul tiga pagi, ketika semua orang masih tidur dan beristirahat. Dia diantar oleh dua ksatria yang dimintai tolong oleh Chaplin, kepala koki yang baru ia temui tengah malam tadi. Keadaan istana masih sepi, hanya beberapa kali terlihat penjaga yang berpatroli dan lolongan anjing yang mengisi kesunyian. Yuno masuk ke kamar Pangeran lalu menyalakan lampu minyak di dekat meja.

Isaac masih terlihat tidur, tetapi dahinya yang mengerinyit berlapis-lapis terlihat berkeringat. Jelas bisa diketahui kalau penyakit itu benar-benar menyiksanya. Yuno mengunci pintu kamar untuk berjaga-jaga kalau ada penjaga atau keluarga kerajaan yang mencoba masuk atau mengintip mereka. Ia kemudian mencoba tidur di sebuah sofa panjang yang ada di sisi lain kamar mewah itu.

Keesokan harinya, Yuno terbangun oleh gedoran pintu dari luar. Ia segera menyahut dan buru-buru merapikan pakaiannya yang tidak sempat ia ganti dengan baju tidur. Meskipun anak itu sebenarnya tidak pernah punya baju tidur sama sekali, juga tidak tahu di mana Isaac biasa menyimpan pakaian-pakaiannya.

“YAA! AKU SEGERA KE SANA!” Teriaknya sambil memeriksa satu per satu kancing pakaian dari atas ke bawah.

“Astaga hampir saja.”

Yuno baru menyadari kalau sekarang adalah pagi hari, cahaya matahari bisa masuk dan menerangi seisi kamar tanpa bantuan penerangan dari obor maupun lampu minyak. Ia perlu menutupi arah pandangan orang dari pintu ke kasur dengan menumpuk bantal dan sedikit merapikan bagin atasnya. Setelah selesai, dia menuliskan pesan kecil kepada Isaac yang mengatakan kalau ia akan pergi sebentar.

Bruk bruk bruk...

“YAAA! AKU DATANG!”

“Maaf menunggu lama eh WOAH!”

 Yuno terkejut melihat pria berbadan besar dan tegap yang sudah menunggunya dari tadi. Terlihat seperti ksatria kuat dengan armor kulit yang melapisi tubuh atasnya, namun wajahnya seperti bangsawan penting.

“Hei, Isaac! Aku dengar kabar kalau kau sudah sembuh. Pas sekali pagi ini aku baru sampai ke kerajaan. Ayo kita ke tempat biasa!”

“Hah?” Yuno kebingungan menanggapi sambutan tak biasa itu.

Pria berbadan besar itu mendekatkan wajahnya ke kepala Yuno, lalu mendempetkan dahinya ke dahi Yuno dengan sedikit hantukan.

“Dengar, ya! Aku tak peduli kalau kau baru saja selamat dari kecelakaan maut atau hal serupa. Selama kau sudah bisa berdiri, kita akan bermain seperti biasa. Aku tak mau ada orang lemah ampas yang nantinya akan menjadi Raja di negeri ini. Bahkan aku bisa saja membunuhmu biar cukup aku yang menjadi Raja nantinya.”

“Y-ya, baiklah...”

Yuno mengikuti orang itu dari belakang, sekilas ia baru saja mengingat sesuatu tentangnya. Orang itu adalah Duke Roland, salah satu penguasa tanah yang berada di sisi tenggara Kerajaan Torakia, adik kandung Raja. Dahulu ia pernah mengunjungi tempat tinggal Yuno untuk menangkap buronan yang kabur. Setelah buronan itu berhasil ditangkap, Duke Roland mengahajarnya di depan orang-orang hingga babak belur.

「Baba tua ini berbahaya.」Pikir Yuno ketika mereka berjalan menuju area besar seperti koloseum persegi dengan kursi-kursi penonton dibangun di sekelilingnya. Ada beberapa sasaran anak panah diletakkan berjajan di salah satu sisinya, kemudian empat pintu di masing-masing sudut bangunan. Koloseum itu tidak memiliki atap sehingga saat siang akan langsung terkena panasnya matahari, kecuali beberapa bagian di bawahnya, yang dibangun kanopi-kanopi panjang untuk tempat istirahat sementara orang-orang di dalamnya.

“Ah, Tuan? Kita akan melakukan apa?” Tanya Yuno dengan hati-hati.

“Tentu saja kita akan bermain pedang. Menurutmu apa lagi yang akan kita lakukan, hah?”

「Benar juga, sih. Tidak mungkin dia akan mengajakku untuk minum teh atau menikmati potongan kue.」

“Cepat! Ambil pedangmu!”

Yuno menuju ke arah pelayan yang memandangi mereka sambil berdiri di bawah salah satu kanopi. Pelayan itu terlihat berdiri di samping kotak-kotak kayu yang disusun dua tingkat. Ketika Yuno menghampirinya, pelayan itu membuka tutup kotak tersebut dan memperlihatkan isi di dalamnya.

“Wah, ini semua senjata?”

“Cih! Memang menurutmu apa bocah manja?”

「Dasar orang tua menyebalkan, awas saja nanti sakit pinggangmu kambuh.」

Yuno mengambil sebuah pedang panjang yang cukup berat dengan kilauan perak yang menawan. Ia mengaitkan pedang itu di pinggang sampingnya lalu mengeluarkan pedang dari sarungnya, mengarahkannya ke depan Duke Roland.

“Cih! Apa-apaan kau ini?”

“Maksudmu?”

“Aku tak tahu kau sudah jadi sebodoh apa selama lima tahun belakangan ini.”

“Hah?”

“Aku tidak masalah melawanmu dengan pedang sungguhan. Tetapi dengan longsword dan tanpa armor? Bahkan menahan pedang itu dengan kedua tanganmu saja, kau sudah kesusahan.”

Yuno memang menyadari kalau ia tidak terlalu merasa nyaman apabila harus mengangkat pedang itu dalam waktu yang lama. Kemudian setelah ia memperhatian Duke Roland, pria itu hanya memegang pedang kayu biasa di tangan kanannya, yang diletakkan di bahunya seperti petani mengangkat cangkul.

“Oh oh te-tentu aku tahu! Aku hanya penasaran saja!”

Yuno kembali ke pelayan tadi dan mengambil sebuah pedang kayu yang sebenarnya dari tadi sudah disiapkan pelayan itu. Ia kemudian  melepas pakaian mahalnya dan menggantinya dengan armor latihan dari kulit.

“Ayo maju!” Teriak Yuno menantang Duke Roland. Dia cukup percaya diri kalau hanya melawan pria tua yang kebetulan punya badan besar saja.

「Palingan kalau salah-salah bergerak, dia bisa mengalami nyeri hebat dari punggung hingga tulang ekornyaa. Sepertinya aku harus sedikit mengalah di sini.」

「Lagi pula hei, pedang ini begitu ringan.」

Yuno mengayun ayunkan pedangnya ke sana dan kemari, kemudian sedikit beratraksi seakan memancing Duke untuk menyerangnya. Duke Roland tidak terlihat memberikan respon serius, ia hanya berdiri dengan posisi yang sama dari tadi. Yuno yang tidak sabar ingin mencoba kelihaian bakat pedangnya, sekaligus ingin mengakhiri ini cepat-cepat karena matahari mulai membakar kulit mereka, mulai maju dan menyerang lebih dulu.

Yuno bergerak seperti amatir biasanya, mencoba berlari ke belakang dan memukul pinggang kiri duke yang terlihat tidak dijaga sama sekali. Duke juga tidak menggunakan armor di seluruh tubuhnya, berbeda dengan Yuno. Ketika Yuno berlari mengelilinginya, kepala Duke tidak mau repot-repot mengikuti pergerakan bocah itu, ia tiba-tiba melompat ke belakang dan menabrak Yuno hingga terjatuh.

“Hei! Bukankah kita hanya menggunakan pedang?”

“Naif sekali kau! Apa kau pikir bisa tiba-tiba teriak kepada lawanmu ketika kau berada di medan perang kalau hanya boleh menggunakan pedang?”

“Tapi Pangeran tidak akan berperang, kan?”

“Omong kosong! Aku tidak akan menyerahkan kerajaan ini kepada bocah sialan yang hanya bisa mengacau!”

Duke memutar badannya dan memukul Yuno dengan pedang kayunya. Yuno yang sudah berdiri segera memasang kuda-kuda dan bersiap menangkis serangan itu. Namun  Yuno terlihat ragu memilih kemana arah pedang itu akan mengenainya, ia bahkan sempat berpikir kalau akan ada gerakan tipuan seperti tiba-tiba pedang itu mengarah ke kanan atau tiba-tiba terlepas dan Duke akan memukulnya dengan tangan kosong.

Plak!

“Kemana matamu melihat, hah?!” Tanya Duke Roland dengan berteriak.

“Berisik!” Balas Yuno sambil mengelus bahunya yang terkena serangan.

「Apa apaan yang armor.  Ini benar-benar sialan sekali sakitnya.」

「Tapi apa ini berarti kalau tanpa pelindung, tulang bahuku bisa saja tiba-tiba terlepas?」

“Hei! Kenapa kau melamun! Ayo kita lanjutkan!”

***

“Cih! Sudah ku duga kalau kau tidak berguna.” Ucap Duke Roland sambil berjalan meninggalkan Yuno yang telentang di atas tanah.

“Astaga, apa yang sudah diajarkan Albert padamu?”

Beberapa pelayan datang menghampiri Yuno dan mencoba membantunya berdiri, tetapi Duke yang melihatnya kemudian meminta mereka untuk berhenti.

“Tidak perlu repot-repot membantu orang bodoh yang lemah itu! Kalian siapkan saja pemandian untukku!” Teriaknya berlalu meninggalkan koloseum.

Meskipun itu adalah perintah dari Duke, pelayan memilih untuk membantu Pangeran, Putra Mahkota yang terkapar di tanah. Hanya saja mereka memilih membagi tugas dengan beberapa di antara mereka mengikuti Duke Roland untuk menyiapkan pemandian.

Yuno duduk di bawah salah satu kanopi, kemudian memarnya dikompres dengan handuk hangat yang dibawa oleh  pelayan. Ia membuka armor yang ia kenakan kemudian bernapas berat.

“Astaga, apa apaan semua ini?”

Pelayan tidak berani menanggapi keluhan pelan Yuno. Setelah mereka membersihkan debu yang menempel di pakaiannya, mereka mengantar Yuno menuju salah satu pemandian lain di istana.

“Hei, kalian tahu di mana aku bisa mandi tanpa bertemu si tua sadis itu?” Tanya Yuno kepada pelayan yang berada di dekatnya.

“Ada sebuah pemandian lain yang terletak di ujung istana. Tetapi cukup jauh apabila dibandingkan dengan pemandian di dekat koloseum, Pangeran.”

“Aku tidak peduli. Bisa-bisa aku habis olehnya ketika bertemu lagi.” Jawabnya sambil menggeleng berharap latih tanding semacam ini tidak akan terulang. “Bukankah kalian para penjaga juga butuh mandi? Biasanya kalian mandi di mana?” Tambahnya lagi.

“Kami biasa mandi di pemandian biasa. Ada satu di dalam istan yang biasa dipakai para pelayan, koki, dan penjaga rendahan.”

“Baik, antar aku ke sana!”

“A-apa Pangeran yakin?”

“Tentu! Tapi sebelum itu kita kembali ke kamar dulu. Apa kalian bisa membawakanku makanan yang biasa aku makan saat sakit? Aku sedikit merindukannya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status