Share

Tua Bangka (2)

***

Setelah berlatih pedang dengan Duke Roland pagi itu, Yuno kembali ke kamar dengan diantar dua orang pelayan yang dimintai tolong untuk membawakan makanan dan handuk hangat.

“Tidak ingin langsung mandi saja, Pangeran?” Tanya pelayan itu memastikan.

“Tidak perlu.”

Yuno meminta para pelayan untuk tidak perlu repot-repot masuk, ia membawa nampan berisi makanan dengan kedua tangannya dan handuk di bahunya.

“Hai Isaac! Apa kabarmu?”

“Sialan, aku kelaparan.” Balas Isaac setelah Yuno menutup dan mengunci pintunya.

“Eh apa ini? Kondisimu membaik?”

“Entahlah, sejak pagi tadi aku sudah bisa duduk.” Terang Isaac sambil menggeser posisi duduknya ke depan, memperlihatkan kalau dia tidak sedang bersandar dengan bantal.

Yuno melebarkan tangannya, lalu bergaya melutut di hadapan Isaac.

“Selamat atas kesembuhanmu, Pangeran.”

“Oi oi apa itu? Kau seperti mengejekku.”

“Ah tentu tidak. Bahkan kerajaan pasti menginginkan Pangeran yang asli untuk sembuh, bukan?”

“Oh begitu?”

Pangeran memperhatian Yuno dari atas ke bawah, ia juga menyadari kalau Yuno bernapas berat dengan pakaian yang kotor dan tingkahnya terlihat kesal.

“Jadi, ada hal baik apa pagi ini?”

“Baiklah Isaac, kau menang. Tapi sebelum itu kau makanlah dulu.” Ucap Yuno sambil menunjuk ke arah nampan yang diletakkannya di samping kasur Isaac.

“Aku mau mandi dulu. Para pelayan bisa saja curiga kalau ada Pangeran dekil yang tak mau mandi.”

“Bukankah itu berarti kau mengakui dirimu sendiri dekil?”

“Berisik!”

“Hahahahahaha!”

Yuno keluar dari kamar untuk berjalan menuju pemandian. Tetapi karena dia lupa meminta para pelayan menunggunya sebentar di luar kamar, juga karena pikirannya sedang teralihkan setelah bicara dengan Isaac barusan, ia tak sadar kalau kakinya melangkah sendiri menuju pemandian yang ia gunakan kemarin. Di pemandian itu secara tak sengaja, ia bertemu lagi dengan Duke Roland.

“Hei, bocah! Kau sebegitu ingin dekat-dekat denganku apa?”

「Astaga sialnyaa!」

「Kalau aku lari darinya, sama saja dengan mengizinkan orang ini terus menggangguku. Selain itu aku tidak bisa melimpahkan beban ini nanti kalau-kalau dia bertemu dengan Isaac, Pangeran yang asli.」

“Eh-ehmm, tentu saja Tuan Roland! Mana mungkin aku menyia-nyiakan waktu di mana mungkin aku bisa melayangkan satu pukulan ke wajahmu.” Ucap Yuno dengan wajah bangga yang sedikit ragu-ragu.

「Wah aku bisa, pasti bisa. Sekalipun dia adalah Duke, tetapi posisi kami berdua bisa dianggap setara. Dia tidak boleh tiba-tiba emosi dan meluapkannya kepada seorang Pangeran.」

“Huh! Begitu ya?” Duke Roland menggaruki janggutnya.

“Terserahmu saja.”

“Kalau begitu, aku permisii~” Yuno menyeret tubuhnya masuk ke salah satu sisi pemandian yang cukup jauh dari tempat Duke Roland berada.

「Aah, menenangkan.」

「Tetapi tidak terduga juga, ya? Tua bangka itu tidak mengamuk? Kupikir dengan ucapan seperti itu paling tidak bisa membuat dahi keriputnya semakin berlipat? 」

Siang itu, pemandian hanya diisi oleh mereka berdua, karena kebanyakan bangsawan mandi di pagi dan sore hari, juga sesekali di waktu malam menuju pagi.

Duke Roland bangkit dari dalam pemandian, berdiri dan mulai menyelimuti tubuhnya dengan handuk.

「Woah, tubuhnya memang terlihat kekar dan parah. Dia pernah ikut perang apa ya?」

Tubuh Duke Roland terlihat tegap dengan beberapa bekas luka panjang mirip sayatan pedang, tetapi sepertinya itu adalah bekas luka bertahun-tahun silam.

Dengan proporsi fisik yang seimbang dan tegap, tidak mengherankan kalau dia juga terampil dalam berpedang. Duke Roland berbisik kepada salah satu pelayan, lalu pelayan itu mengangguk seperti ‘setuju dan mengerti’ kemudian berjalan mendekati Yuno.

“Kalau begitu sampai jumpa beberapa hari lagi, bocah! Kau tidak akan sempat mandi lain kali!”

“Tidak akan Tua Bangka!”

Untungnya Duke Roland sudah berlalu meninggalkan pemandian, meskipun sedikit gema teriakan Yuno mungkin sempat terdengar olehnya. Pelayan yang dibisiki sesuatu tadi oleh Duke Roland melapor kepada Yuno, yang mana membuatnya cukup terkejut.

“Hah? Sejak kapan aku mengatur pertemuan dengannya lagi? Selain itu berpedang? Kalau bicara soal cara menebang pohon atau berburu aku masih sanggup!”

“Saat tadi Pangeran menantang Duke Roland ketika baru sampai di pemandian.” Pelayan itu mengingatkan Yuno tentang kejadian sebelumnya.

“ASTAGA YANG ITU?”

“Kalau begini jadinya aku tidak boleh sampai membiarkan Isaac ambil bagian untuk dihajar olehnya.”

“Isaac... Pangeran...?” Pelayan itu bingung mengartikan maksud Pangeran menyebut namanya sendiri.

“Ahh bukan apa-apa! Selain itu bisa kah kau membantuku memakai baju tidur dari handuk ini?” Pinta Yuno sembari menunjuk sebuah jubah mandi yang dilipat di atas sebuah meja.

“Baju... tidur...?”

“Ah aku minta maaf. Hari ini aku terlalu lelah hingga melupakan banyak hal penting. Mungkin aku akan langsung kembali ke kamar saja.”

Pelayan itu membantu Yuno memakai dan mengikat jubah mandi yang tadi ia sebutkan. Kemudian ia berpakaian di ruang ganti dengan sebuah pakaian biasa, yang meskipun masih terlihat mahal.

“Ini sepertinya lumayan? Aku tidak bisa tahan dengan pakaian aneh yang ornamennya begitu berat dan mengikat.”

“Tolong setelah ini bawakan makanan dan obat yang biasa aku minum, ya! Kemudian bawakan satu lagi makanan biasa ke kamarku juga. Aku pikir aku cukup lapar setelah hari yang melelahkan ini.”

Yuno berjalan menuju kamar untuk menemui Isaac. Setelah ia membuka pintu dan menguncinya, Isaac menyapanya seperti biasa.

“Hei, Yuno! Akhirnya kau cukup wangi hari ini, ya?”

“Apa maksudmu aku selalu membawa bau yang tidak enak?”

“Tidak-tidak, namun sesekali baunya seperti walang sangit.”

“Kurang ajar.”

Yuno duduk di tepi kasur dan melihat ke arah nampan yang tadi sempat diletakkannya sebelum pergi mandi.

“Kau tidak menghabiskannya?”

Isaac menggeleng, membuat Yuno sedikit kesal sendiri.

“Yahh, begini lah tingkah bangsawan yang hidupnya selalu enak. Kami rakyat jelata bahkan  harus menjilati piring karena sehari bisa saja hanya makan setengah mangkuk kecil.”

Yuno mencoba menyindir Isaac dengan mengangkat setengah kedua tangannya ke samping, kemudian menutup mata dan menggeleng-gelengkan pelan kepalanya. Isaac yang merasa kesal karena dia pada awalnya cukup sering tidak menghabiskan makanan menjadi tertantang dan membalas Yuno.

“Baik, berikan makanan itu padaku. Akan aku habiskan sekarang juga.”

Tok tok tok...

“Pangeran! Makanan yang anda pintai tadi sudah kami bawakan!” Ucap seorang pelayan dari balik pintu.

“Kebetulan sekali! Kau belum sarapan juga kan tadi? Astaga bagaimana bisa kalian melewatkan makanan seenak ini? Aku bahkan hanya bisa makan daging kering saat tidak ada yang bisa diburu di hutan.”

Yuno berjalan menuju meja dan mengambil kunci pintu.

“Membeli di pasar? Jangan bercanda. Harga daging bisa untuk membeli sekeranjang gandum kau tahu?” Lanjutnya lagi ketika Isaac hampir menyeletuk soal ‘kenapa tidak beli di pasar saja. Mulut Isaac tadi bahkan sudah terbuka dan hampir mengeluarkan suara.

Yuno membuka pintu, mengambil dua nampan dari pelayan itu, lalu menuju meja di dekat tempat tidur.

“Ayo kau habiskan. Bubur yang ini masih hangat.” Yuno memberikan mangkuk dan sendok kepada Isaac. “Aku juga akan ikut makan, jadi jangan banyak protes,” sambungnya lagi

“Ya ampun. Banyak mengatur.”

“Orang yang sakit tidak boleh banyak protes. Belajarlah cara berdiri dan melompat, lalu aku akan membiarkanmu memukul wajahku untuk tiga kali percobaan.”

“Aku akan benar-benar menantikan itu.”

Yuno tidak membalas dan sibuk mengunyah daging yang terlihat sangat nikmat itu.

“Ngomong-ngomong, kau tidak akan mengelak, kan?”

“Tentu tidak.”

“Sepertinya kau cukup baik.”

“Jangan salah sangka. Aku tidak menghindar pun kau tidak akan bisa melayangkan satu pukulan ke arahku.”

“Sialan.”

“Tapi sebelum itu, aku harus menghajar si Tua Bangka terlebih dahulu.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status