Beranda / Fantasi / Tabib Cantik Milik Pangeran / 27. Kematian Bibi Lang

Share

27. Kematian Bibi Lang

Penulis: Donat Mblondo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-16 16:12:32

Dengan langkah perlahan, mereka menyusuri kembali jalur setapak yang mereka lewati sebelumnya. Jalur yang semula penuh ketegangan, kini terasa sunyi dan lengang, hanya ditemani sisa-sisa kabut yang menggantung di antara pepohonan. Sua menggenggam bungkusan akar Tieh-Lan erat di pelukannya, seperti seorang ibu yang menjaga bayinya setelah perang.

Rai berjalan setengah langkah di belakang, menjaga pandangan ke arah punggung Sua. Ia memperhatikan cara gadis itu tetap tenang, meski tubuhnya sedikit gemetar karena lelah dan suhu malam yang mulai menggigit. Ia ingin menawarinya jubahnya, tapi ia tahu, Sua bukan tipe yang menerima dengan mudah.

Langit mulai memucat keperakan saat mereka mendekati dinding luar Kediaman Perdana Menteri. Awan-awan awal pagi menyelinap di balik bayangan pepohonan. Burung-burung belum berkicau, namun angin dini hari sudah berembus, membawa aroma basah tanah dan sisa darah yang menempel di pakaian mereka.

Saat tiba di celah tembok belakang, Rai membantu Sua menaik
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   29. Ramuan Sementara

    Matahari belum benar-benar tinggi, tapi cahayanya sudah menyusup masuk melalui sela-sela tirai, menghangatkan lantai kayu kamar. Suara burung belum terdengar, tapi angin siang mulai menggantikan embun pagi.Sua terbangun dengan napas berat. Kelopak matanya terasa berat, namun jam tubuhnya tak pernah gagal. Ia menoleh ke arah jendela, tampak matahari sudah naik, condong, hampir mencapai posisi Shi Si.“Nona, Anda sudah bangun?” suara Bae Ya terdengar pelan dari sudut kamar. Ia baru saja selesai menyalakan kembali lentera kecil, wajahnya tampak lega melihat Sua menggeliat pelan di atas ranjang.Sua mengangguk perlahan, lalu mengusap wajahnya yang masih terasa berat. “Sudah jam berapa?”“Sebentar lagi mendekati waktu Shi Si, Nona,” jawab Bae Ya, menghampiri dengan langkah ringan. “Apakah Anda memerlukan sesuatu?”Sua duduk di tepi ranjang, menarik napas dalam-dalam. “Tolong siapkan biji labu, bawang putih, kulit delima, dan akar bit. Ambil yang paling segar dari dapur. Jangan sampai ada

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   28. Penemuan mayat Bibi Lang

    Beberapa saat sebelumnya.Angin dini hari menyusup dari celah jendela, membawa aroma embun dan asap lentera yang hampir padam. Bae Ya duduk diam di sudut ruangan, mengenakan pakaian halus milik Sua. Rambutnya disanggul rapi, wajahnya dibubuhi bedak tipis, dan ia tak berani bergerak terlalu banyak.Sua belum kembali. Dan semakin lama, jantung Bae Ya semakin berat menunggu kedatangannya.Ia berdiri perlahan, mengintip lewat tirai. Koridor tampak kosong, tapi bayang-bayang bergerak samar di kejauhan. Fajar belum benar-benar datang, tapi langit sudah mulai membuka mata.Perutnya bergejolak, mungkin karena cemas, mungkin karena lapar yang tak sempat ditampung semalam. Dengan langkah ringan, ia berganti kembali dengan pakaiaan pelayannya, keluar dari kamar menuju dapur belakang, berharap menemukan sisa teh hangat atau sekedar air rebusan.Lorong itu sunyi. Terlalu sunyi.Namun, begitu ia melewati tikungan menuju dapur tua, tempat pelayan biasa bergiliran mengisi air sumur, ia berhenti menda

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   27. Kematian Bibi Lang

    Dengan langkah perlahan, mereka menyusuri kembali jalur setapak yang mereka lewati sebelumnya. Jalur yang semula penuh ketegangan, kini terasa sunyi dan lengang, hanya ditemani sisa-sisa kabut yang menggantung di antara pepohonan. Sua menggenggam bungkusan akar Tieh-Lan erat di pelukannya, seperti seorang ibu yang menjaga bayinya setelah perang.Rai berjalan setengah langkah di belakang, menjaga pandangan ke arah punggung Sua. Ia memperhatikan cara gadis itu tetap tenang, meski tubuhnya sedikit gemetar karena lelah dan suhu malam yang mulai menggigit. Ia ingin menawarinya jubahnya, tapi ia tahu, Sua bukan tipe yang menerima dengan mudah.Langit mulai memucat keperakan saat mereka mendekati dinding luar Kediaman Perdana Menteri. Awan-awan awal pagi menyelinap di balik bayangan pepohonan. Burung-burung belum berkicau, namun angin dini hari sudah berembus, membawa aroma basah tanah dan sisa darah yang menempel di pakaian mereka.Saat tiba di celah tembok belakang, Rai membantu Sua menaik

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   26. Campuran bubuk kasar

    Suara langkah Shan Kerei menggema berat di antara kabut, seperti dentum palu yang memukul batu. Dua pedangnya telah tercabut, menyilang di sisi tubuhnya, dan sorot matanya menyala merah samar, mencerminkan cahaya akar Tieh-Lan yang berdenyut.Rai Yuan berdiri tegak, tubuhnya menahan nyeri dari goresan di bahu yang mulai terasa panas. Ia tak menjawab tantangan Shan Kerei, hanya menggenggam pedangnya lebih erat tanpa kata-kata.Sementara itu, Sua yang masih berjongkok merasakan langkah Shan Kerei semakin dekat. Ia tahu, waktu amannya telah habis sejak Rai mendapat luka. Gadis itu membuka kantung kecil dari pinggangnya. Di dalamnya, bukan senjata. Hanya beberapa sisa dari bahan dapur: serbuk bawang putih kering, serpih cabai merah, garam batu, dan abu arang dari kayu dapur tua.Ia menggabungkannya cepat di telapak tangan, mencampurnya dengan sedikit embun dari daun lumut. Campuran itu menjadi bubuk kasar yang menyengat. Tangannya bergerak cepat, menyobek secarik kain dari lengan jubahnya

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   25. Pertarungan

    Kabut mengental di antara mereka, menyelimuti udara dengan bau tanah basah dan jamur tua. Hening menggantung tajam, hanya suara desiran nafas berat Shan Kerei yang terdengar, seperti geram binatang lapar. Cahaya ungu dari akar Tieh-Lan memantul samar di kedua mata mereka, menciptakan bayangan-bayangan bergerak yang tak bisa dipercaya sepenuhnya.Rai Yuan berdiri perlahan, tubuhnya tegak dan waspada. Tangannya terulur ke pedang panjang di pinggangnya, namun belum mencabutnya. Tatapannya mengunci ke arah pria bertudung itu."Kau ... masih hidup rupanya," ucap Rai, datar. "Kupikir, gurun sudah menelammu hidup-hidup."Shan Kerei menyeringai, suara tawanya rendah dan dalam. "Gurun hanya menelan yang lemah, Pangeran. Tapi aku … justru berkembang di dalamnya."Sua berdiri perlahan, tubuhnya setengah berbalik. Pisau kecil masih di tangannya, akar Tieh-Lan tergeletak setengah terpotong. Ia menatap keduanya bergantian, mencoba mengukur situasi. Namun, ia bisa merasakan, dua pembunuh alami sedan

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   24. Shan Kerei

    Sua memejamkan mata. Bayangan Linjin masih bergetar di dalam benaknya. Suara teriakan gadis itu di detik terakhir hidupnya, saat tubuhnya mulai tenggelam dalam kesakitan, saat jiwanya perlahan meninggalkan dunia.Itu adalah kenangan yang selama ini menancap dalam. Rasa kebencian dan amarah kepada mereka yang berbuat kejam. Sumber tekad yang kuat untuk membalas mereka yang menyakitinya.Namun, setelah Sua berpikir. Akhirnya ia memberi keputusan. Ia merasa, ingatan saat jiwanya masuk ke tubuh ini pun sudah cukup menjadi bekal. Penghianatan Liu Chang dan Cai Ji, serta ketidakadilan sang ayah kepadanya. Ia masih memiliki ingatannya sendiri.“Aku akan serahkan ingatan terakhir, saat Liu Chang membunuhku,” ujarnya.Rai menoleh cepat, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. 'Dibunuh?'Hening sejenak. Kabut di sekitar mereka bergoyang pelan, seakan mendengar rahasia yang baru saja terucap.Rai mengangguk pelan. Lelaki itu tahu bahwa Sua pasti memiliki alasan memilih menyerah

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   23. Penjaga Akar

    Seorang gadis—usianya kira-kira sama dengannya. Rambutnya panjang, berantakan, wajahnya dipenuhi air mata dan tanah. Mata gadis itu merah dan penuh kebencian. Tangannya terjulur ke arah Sua.“Kenapa kau mengambil tubuhku …?” bisiknya. “Kenapa kau hidup … dan aku mati…?”Sua membeku. Mulutnya kering. Gadis itu ... tidak, dia tahu siapa itu. Linjin. Wujud asli pemilik tubuh ini, yang kini berdiri di hadapannya seperti hantu tak tenang.“Kau tidak tahu apa yang sudah kulalui … dan sekarang kau berpura-pura menjadi aku?” Linjin berteriak lirih, air matanya mengalir deras.Sua menggenggam tangannya sendiri erat, jantungnya berdetak terlalu cepat. “Ilusi?" gumamnya dengan sorot mata yang tak berpaling dari gadis itu.Suara Linjin semakin keras. “Ibu mencariku. Ayah membunuhku. Dan kau datang seperti penyelamat padahal kau pencuri! Kau tidak pantas menjadi aku! Kau bahkan tidak tahu bagaimana rasanya dicampakkan …”Sua memejamkan mata sejenak, lalu membuka matanya kembali dengan sorot dingin

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   22. Sosok lain

    Tangan Sua menggenggam jemari Su Ying erat, lalu ia mengangkat tubuhnya perlahan. Matanya sudah kembali dingin, keteguhan dalam sorotnya begitu kentara. “Aku harus pergi sekarang,” katanya pelan. “Mencari bahan untuk ramuan utama.”Kemudian gadis itu menoleh pada Chunying yang berdiri tegak tak jauh dari ranjang. “Aku serahkan keselamatan ibuku padamu.”“Baik, Nona. Tidak akan ada satu orang pun menyentuh beliau tanpa sepengetahuanku,” jawab Chunying tegas.Tanpa bicara lebih banyak, Sua menurunkan tirai ranjang ibunya, membenahi lentera agar tetap menyala hangat sepanjang malam, lalu melangkah keluar paviliun bersama Rai Yuan. Keduanya menyusuri lorong sempit bagian belakang kediaman, di mana para pelayan biasa melewati jalan pintas menuju dapur dan taman belakang.Sua singgah di dapur sebentar, mengambil beberapa bambu dapur yang bisa dijadikan herbal. Kemudian, ia menyamarkan wajahnya dengan kerudung, sementara Rai berjalan santai, seolah hanya mengiringi pelayan yang sedang mengan

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   21. Kasih sayang

    Air mata mengalir pelan dari sudut mata Su Ying. Ia ingin bicara. Ia ingin mengatakan banyak hal, tentang siapa sebenarnya dirinya, tentang Han Feng, tentang rahasia yang disembunyikannya dengan paksa demi menjaga putrinya tetap aman. Tapi lidahnya kelu, dan suaranya hanya terdengar seperti desah napas yang terputus."Hng ..." hanya suara berat itu yang keluar.Sua langsung menunduk lebih dekat, panik namun masih tenang. "Ibu, jangan memaksa bicara. Aku tahu ... ada sesuatu yang ingin Ibu katakan. Tapi jangan sekarang.Su Ying mengedip lemah, matanya memohon.Sua mengangguk perlahan, menggenggam tangan ibunya lebih erat. "Bertahanlah, Ibu. Dalam satu pekan ini, aku akan menyembuhkanmu."Meskipun Su Ying merasa bahwa gadis yang berada di sisinya bukan Linjin yang sebenarnya, hati wanita itu luluh dengan ketulusannya. Tatapan Su Ying menguat sedikit, seolah menanggapi tekad itu.Sua membungkuk, membisikkan kalimat terakhir tepat di telinga ibunya. “Jangan biarkan mereka melihat kelemaha

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status