Sua Luqi, seorang master herbalis terkenal dari abad ke-20, mati secara tragis ditembak kekasihnya dalam medan perang saat berjuang untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang terluka dengan keahlian herbalnya. Tanpa diduga, ia terbangun di tubuh Sua Linjin, seorang gadis malang yang dianggap lugu dan buruk rupa, yang nyaris kehilangan harapan setelah dibunuh karena pengkhianatan tunangannya. Mayatnya dibuang ke sungai terbawa arus deras hingga ke hutan dekat perbatasan kerajaan. Nasib membawa Sua bertemu Rai Yuan, pangeran bengis yang penuh rahasia. Dengan kemahiran meracik tumbuhan herbal, Sua berhasil menyelamatkan nyawa pangeran itu, di mana Rai kemudian menawarkan ia menjadi tabib pribadinya. Di balik kedekatan ini, terkuaklah misteri jatidiri sang pangeran. Sesosok makhluk ganas di balik wajah tampan. Setelah mengetahui jatidirinya, akankah Sua tetap berada di sisinya?
View MoreDor!
Suara dentuman keras disertai lesatan peluru menembus tubuh seorang gadis bernama Sua Luqi di tengah hiruk pikuk medan peperangan. "Aaaaagh!" jerit gadis itu terjatuh. Darah mengalir dari luka di dadanya, dengan kesakitan yang mendera. Hampir mengenai jantung. Ia berusaha untuk bangkit, menggerakkan tubuhnya yang lemas. Suasana semakin tegang dengan suara lolong dan teriakan prajurit yang terdengar berbaur dengan suara tembakan senjata api. Saat itu, pikiran Sua berkelana ke momen-momen tenang sebelum peperangan. Sebelum semua ini, Sua adalah seorang mahasiswa jenius yang telah mendapat julukan Master Herbalis di negaranya. Sua dikenal karena kecintaannya pada tanaman obat dan pemahaman yang mendalam tentang berbagai ramuan dan pil. Dia juga memiliki ketangkasan yang luar biasa, mampu bergerak lincah di antara tanaman-tanaman liar di hutan, menjadikannya tidak hanya pandai tetapi juga terampil. Dalam beberapa waktu sebelum perang, ia juga sempat belajar tentang titik akupuntur dan membuka pengobatan gratis untuk rakyat jelata. Ketika peperangan mulai pecah akibat konflik antara pemerintah dan pemberontak yang ingin menggulingkan kekuasaan, Sua merasa dipanggil untuk bertindak. Ia bergabung dengan kelompok medis militer, bertekad untuk membantu menyelamatkan nyawa di medan perang yang mengerikan. Bersama tim medisnya, Sua merawat prajurit yang terluka, menggunakan keterampilan herbalnya untuk meredakan sakit, dan dalam beberapa kesempatan, mempertaruhkan nyawanya untuk membantu orang lain. Namun, takdir berkata lain. Di tengah pertempuran yang brutal melawan pemberontak, sebuah peluru menghantam dadanya, menyebabkan rasa sakit yang luar biasa dan menggemparkan jiwa. "Tidak, Aku tidak bisa mati di sini!" Sepasang kaki bersepatu hitam mengkilap datang ke hadapan Sua yang sedang terkapar tengkurap di tanah. Sua yakin, bahwa orang itu yang telah menembaknya. Pandanganya perlahan memandang ke atas. "Bian Yu!" Suatu keterkejutan yang luar biasa bagi Sua. Bian Yu, kekasihnya, menggenggam sebuah pistol menatap dingin ke arahnya. Suara pertempuran semakin menghilang, dan dengan satu usaha terakhir, Sua berusaha untuk bergerak, tetapi tubuhnya ambruk. Ia terjatuh, dunia di sekelilingnya pun menjadi gelap. Tiba-tiba, Sua terbangun di suasana yang sangat berbeda. Tidak ada suara tembakan, tidak ada teriakan kesakitan. Ia membuka mata dan menemukan dirinya di tepi sungai yang tenang, dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun. Suara gemericik air dan kicauan burung menciptakan suasana damai yang kontras dengan pengalaman pahit yang baru saja dilaluinya. Ketika membangkitkan tubuhnya yang lemah, ia terkejut melihat wajah seorang gadis muda buruk rupa yang terpancar dari air sungai. Gadis itu mengenakan gaun khas kuno yang sederhana, kotor, dan berantakan. Ia juga mendapati bintik-bintik merah yang sedikit mengeluarkan nanah di tubuhnya. Sua melihat lebih dekat, ia menyadari itu adalah dirinya sendiri. "Apa yang terjadi?" ujar Sua lirih sembari memegang kedua pipi. Sekali lagi, ingatan bertubrukan dalam pikirannya. Kepala Sua berdenyut hebat merasakan bayang-bayang ingatan sang pemilik tubuh yang malang. Dua pengawal menyeret dan mendorongnya jatuh tersungkur ke tanah, membuat debu-debu beterbangan di sekeliling. Dalam kepanikan, ia berusaha bangkit dan mendongakkan kepala. Ia tertegun melihat seorang lelaki berdiri angkuh di hadapannya, menggandeng mesra seorang gadis, seolah-olah semua ini adalah hal yang biasa. “Liu Chang Hai!” seru sang pemilik tubuh, suaranya bergetar antara kecewa dan putus asa. Dia merasa terkejut dan hatinya hancur ketika melihat tunangannya ternyata terlibat dalam hubungan gelap dengan sang adik. Rasa tidak percaya dan sakit hati mengguncang batinnya. Sementara wajahnya memucat dan tatapan matanya dipenuhi kebingungan dengan luka yang mendalam. Seolah dunia di sekelilingnya runtuh seketika. Lelaki bernama Liu Chang itu, berjongkok menarik kuat rambutnya. "Kau yang buruk rupa, tak lagi pantas bersanding denganku!" Semakin kuat cengkeraman lelaki itu, lalu menghantamkan wajah sang pemilik tubuh hingga kepalanya membentur batu sangat keras. Sekali lagi, Liu Chang menjambak kuat rambut sang pemilik tubuh. Kepalanya terdongak dengan darah yang mengalir deras dari dahi. Pandangannya kabur disertai rasa sakit yang luar biasa di kepala. "Kau harus mati hari ini, sehingga aku bisa menikahi adikmu dan menjadi menantu perdana menteri." Suara begitu menekan dan keras terus menggema dalam benak Sua, mengingatkan gadis itu pada sesosok pria yang telah menembaknya, Bian Yu. Sakit dan terasa nyeri di dada. Sua bangkit terhuyung menyandarkan dirinya di bawah sebuah pohon besar yang rindang. Sekejap, ia memejamkan mata. Muncul kembali ingatan masa lalu sang pemilik tubuh. Dia bernama Sua Linjin Feng, seorang gadis yang cantik jelita, pendiam, lugu, dan polos. Saat ini, usianya telah menginjak 18 tahun. Ia merupakan puteri sulung dari istri sah pertama perdana menteri, memiliki seorang adik laki-laki bernama Zihan Feng (13 tahun), dan adik tiri perempuan beda ibu bernama Cai Ji Feng (17 tahun). Cai Ji adalah anak hasil hubungan gelap antara perdana mentri dan pelayannya. Hal ini membuat dirinya tidak terlalu diperhatikan, sehingga gadis itu merasa iri kepada sang kakak. Bahkan, ada sebuah rumor yang mengatakan, bahwa sang putera mahkota jatuh cinta kepada Sua pada pandangan pertama karena kecantikannya. Sayangnya, dia harus mengasingkan diri mengatasi krisis di wilayah pelosok sebagai bentuk hukuman karena berani mengganggu selir kaisar. Sua yang lugu dan polos jatuh cinta pada pujangga muda lulusan sarjana sastra. Ia terpikat oleh rayuan dan kata-kata indah dari seorang pemuda dari kalangan bangsawan bernama Liu Chang. Rasa iri dalam diri Cai Ji menggerogoti hati. Dia mencampurkan racun bubuk gatal secara diam-diam pada setiap makanan yang akan dimakan oleh Sua. Hal ini menyebabkan seluruh permukaan kulit di tubuh Sua terasa mendidih dan meletup-letup. Bintik-bintik merah bernanah meletup membuat rasa gatal yang tak tertahankan. Racun itu juga menyebabkan Sua menjadi lemah dan rentan terhadap penyakit. Awal penderitaan Sua pun di mulai. Dua hari sebelum pernikahannya, tak disangka, Liu Chang yang merupakan calon suaminya, secara terang terangan menyatakan hubungannya dengan sang adik. Kemudian, lelaki itu membunuh Sua dan membuang mayatnya ke sungai. Arus deras membawa tubuh Sua selama tiga hari hingga ke hutan dekat perbatasan kerajaan. Kini, ia terbangun dengan jiwa yang berbeda bersandar menatap dedaunan kering yang berguguran. Sua mengambil napas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. Sekarang, dia benar-benar paham apa yang telah terjadi "Sungguh gadis yang malang, sama seperti nasibku yang tragis," gumamnya menatap punggung tangan yang di sana terdapat bintik-bintik merah menguasai permukaan kulitnya. Cacing-cacing dalam perutnya pun bergejolak menuntut hak mereka. "Aku sangat lapar," rintih Sua bangkit tertatih, sambil memegang perutnya. Ia melangkah gontai menelusuri hutan mengumpulkan makanan dan tanaman-tanaman obat. Ketika hari menjelang malam, Sua kembali beristirahat di bawah pohon besar. Tiba-tiba, dia mendengar suara derap langkah beberapa orang. Ia pun bersembunyi di balik pohon besar itu melihat beberapa orang berpakaian serba hitam tampak sedang mengejar seseorang. “Pembunuh bayaran?” gumam Sua bertanya-tanya dalam benaknya. Tak disangka, di sisi Sua ada sesosok lelaki yang juga sedang bersembunyi. Lelaki itu tiba-tiba memeluk Sua dari belakang dengan napas terengah-engah. Keadaan ini membuat Sua terperanjat. Gadis itu membalikan badan dan mendapati wajah si lelaki memerah, matanya berkilau namun terlihat setengah linglung. "Si-siapa kau?" tanya Sua.Sua membalas dengan senyum tipis. “Hanya sedikit perawatan. Biasa, pelayan harus merawat dirinya sendiri. Tidak seperti calon pengantin.”Cai Ji tertawa pelan. “Ah, soal itu… Aku hanya ingin mampir sebentar, memberitahumu kabar baik.” Ia duduk tanpa diundang di sisi ranjang Sua, menyilangkan kaki dengan anggun yang dibuat-buat. “Sepekan lagi, aku akan menikah dengan Liu Chang.”Sua menatapnya, tenang. “Selamat,” ucapnya datar, nyaris tanpa ekspresi.Senyum Cai Ji makin melebar, tapi matanya bersinar licik. “Oh, jangan bersikap seolah Kakak tak peduli. Aku tahu betul Kakak mencintainya. Tapi lihat, akhirnya dia memilihku. Mungkin karena aku lebih… cocok.”Sua masih tak bereaksi, hanya menundukkan kepala sedikit. 'Seorang jalang dan seorang pengkhianat memang sangat cocok,' batinnya, tanpa mengubah raut wajah. Ia terlalu terbiasa menyembunyikan luka di balik senyum dingin.“Aku akan merebut segalanya darimu,” lanjut Cai Ji sambil mencondongkan tubuh, berbisik penuh kesombongan. “Liu Cha
Sua kembali ke kamarnya tepat sebelum fajar menyingsing. Udara dini hari masih menusuk kulit, menyisakan embun tipis di ujung daun yang tampak dari jendela luar.Akhirnya, Sua tiba di sebuah ruangan remang dan tenang. Di atas ranjang empuk miliknya, Bae Ya terlelap dalam posisi menyamping, selimut setengah menutupi tubuhnya. Wajah gadis itu tampak damai, bahkan senyum kecil terukir samar di sudut bibirnya.Bae Ya, pelayan muda yang selama ini tidur beralas tikar dan jerami, kini merasakan kemewahan kasur empuk dan bantal sutra untuk pertama kalinya.Sua menghampirinya perlahan, lalu mengguncang bahunya pelan. "Bae Ya... bangun. Kita harus segera bertukar pakaian."Gadis itu mengerjap pelan, mengusap matanya yang masih berat. "Nona...? Sudah pagi?" gumamnya, suaranya serak oleh kantuk. Begitu sadar bahwa ia tengah tidur di tempat Sua, Bae Ya segera bangkit dan nyaris terjatuh karena panik.Sua tersenyum kecil, meski wajahnya pucat karena lelah. "Tenang saja. Kau bebas tidur dimanapun.
Rai menunduk sedikit, menatap Sua sejenak untuk memastikan kesediaannya. Ketika gadis itu mengangguk pelan, tanpa berkata apa pun lagi, ia meraih tubuh mungil Sua dengan satu gerakan cepat.Dengan kedua lengannya yang kokoh, Rai mengangkat gadis itu dalam posisi bridal carry, seolah-olah berat tubuhnya tak seberapa. Napas Sua tercekat sejenak, jantungnya berdebar kencang saat pipinya bersentuhan dengan dada bidang pria itu."Aku akan bergerak cepat. Pegangan!" bisik Rai, nyaris seperti angin.Tanpa membuang waktu, Rai melesat dari tempatnya berdiri. Gerakannya begitu ringan dan terlatih, seperti bayangan yang meluncur di bawah cahaya bulan. Ia menyusuri sisi luar pagar, memanfaatkan kegelapan malam dan dedaunan yang rimbun untuk menyembunyikan langkahnya. Sua bisa merasakan hembusan angin malam yang dingin memukul wajahnya, tapi lengan Rai yang hangat menjaganya tetap nyaman.Satu lompatan ringan membawanya ke atap bangunan samping. Di bawah, para penjaga tampak berjaga dengan waspada
"Yang Mulia Pangeran!" ujar Sua pelan. Wajahnya menatap sosok pria di hadapannya penuh harap."Berkeliaran di tengah malam, apakah ini kebiasaanmu?" Tangan kuat pria itu menggenggam erat dan menarik Sua hingga mendarat dalam dekapannya. Tubuh mungil Sua seketika terperangkap dalam dada bidang Rai yang hangat.Sua terdiam. Dalam keheningan itu, ia bisa mendengar detak jantung Rai. Mereka saling bertatapan, mata Sua yang jernih seperti danau tenang bertemu dengan sorot tajam namun hangat milik Rai. Ada sesuatu yang tak terucap, tapi terasa jelas di antara keduanya.Sua buru-buru mendorong dada Rai dengan kedua tangannya, meski tak sekuat genggaman pria itu. Wajahnya memerah, kesadaran bahwa jarak di antara mereka terlalu dekat. Ia mengalihkan pandangannya, menatap ke samping, menghindari tatapan intens yang seolah bisa menembus isi hatinya."A-aku hanya mencari tanaman herbal," balas Sua gugup menatap sembarang arah.Rai menunduk sedikit, menyadari bahwa ada senyum samar di bibir gadis
Sua berlari secepat mungkin tanpa suara, melompat di balik pagar tanaman, merunduk dan berjalan cepat kembali ke lorong belakang kediaman. Tubuhnya gemetar oleh ketegangan, tapi otaknya bekerja cepat.Tak disangka, baru beberapa langkah ia berada di suasana yang mengangkan, Sua tiba-tiba berhenti. Dari balik bayang-bayang pepohonan, ia melihat sesuatu yang membuatnya mual.Liu Chang dan Cai Ji. Dua sejoli yang dikenal itu berdiri berdekatan, terlalu dekat. Liu Chang menelusuri pipi Cai Ji dengan ujung jarinya, sementara gadis itu tertawa pelan, matanya berbinar penuh gairah."Untuk merayakan kemenanganku," kata Cai Ji dengan suara lembut, jemarinya menggenggam erat tangan lelaki itu."Bagaimana jika seseorang menemukan kita?" Liu Chang bertanya, namun tangannya sangat lincah menelusuri setiap tubuh gadis itu hingga membuat desahan ringan."Jangan khawatir, aku memegang kelemahan ayah. Tidak akan ada yang berani menyentuhku!" balasnya dengan wajah menggoda, seolah dunia hanya milik ber
Sua menoleh pelan. "Apa yang kau lihat?"Bae Ya mendekat, wajahnya pucat. "Kepala pelayan … menyebut nama Nyonya Su.""Mereka membawa Nyonya ke aula, dan setelah itu, beliau dibawa pergi, dikurung di paviliun barat," lanjut Bae Ya.Sua menggenggam erat seprai, matanya mulai memanas. "Itu tidak masuk akal. Ibu tidak pernah keluar dari kamarnya selama berbulan-bulan! Bahkan untuk keluar ke taman saja, beliau harus ditemani dua pelayan.""Tuan Perdana Menteri mungkin sudah menyiapkan semua ini," kata Bae Ya. "Ia tahu bahwa semua orang menganggap Nyonya Su sudah tidak waras, dan sekarang ia menggunakan tuduhan ini untuk menyingkirkannya."Sua menutup matanya sejenak, menenangkan diri. Napasnya perlahan menjadi teratur kembali. “Aku tahu ayah tidak pernah benar-benar peduli pada Ibu. Tapi kali ini, dia melangkah terlalu jauh.”"Ayah bilang, dia akan mengurus kepala pelayan itu. Jadi, seperti inikah cara ia mengurusnya? Ck ck." Tak butuh waktu lama bagi Sua untuk menyimpulkan sikap ayahnya.
Sementara itu, di ruang interogasi, kepala pelayan berlutut di lantai dingin. Wajahnya penuh keringat, tangannya gemetar. Di hadapannya, Perdana Menteri Hqn Feng duduk dengan wajah keras, matanya menatap tajam seperti elang yang mengawasi mangsanya."Kau sudah cukup diberi waktu," suara Perdana Menteri terdengar dingin. "Siapa yang menyuruhmu?"Kepala pelayan menelan ludah. Seluruh tubuhnya bergetar. Ia tahu bahwa jawabannya bisa menentukan hidup dan matinya."A-ampun, Tuan…" suaranya hampir tak terdengar. "H-hamba hanya menjalankan perintah… hamba tidak tahu jika makanan itu beracun… hamba bersumpah!"Perdana Menteri menatapnya dengan sorot tajam. "Aku tidak peduli sumpahmu. Aku ingin nama!"Pelayan itu tampak berpikir mencari-cari alasan. Kemudian, dia berkata."H-hamba menerima perintah dari… Nyonya Su."Ruangan itu langsung sunyi.Perdana Menteri tersenyum puas. Sementara para pengawal yang berjaga saling berpandangan, terkejut dengan pengakuan itu."B-beliau yang menyuruh hamba m
Kekacauan segera terjadi. Para pelayan berlarian, beberapa pengawal langsung menghadap Perdana Menteri dan melaporkan situasi tersebut.Tak butuh waktu lama, sang tabib dipanggil. Perdana Menteri sendiri berjalan tergesa-gesa menuju kamar Sua dengan wajah tegang.Begitu ia tiba di dalam kamar, pemandangan yang terlihat membuatnya terkejut. Sua terbaring lemah di tempat tidur, tubuhnya tampak pucat, bibirnya membiru, dan keringat dingin membasahi dahinya. Napasnya pendek dan tersengal-sengal, seolah ia benar-benar dalam kondisi kritis."Ayah …." Suara Sua terdengar serak dan lemah. "Aku… aku merasa sangat sakit…"Perdana Menteri berbalik ke arah tabib. "Periksa dia!"Tabib itu segera mendekat, memegang pergelangan tangan Sua untuk memeriksa denyut nadinya. Bae Ya berdiri di sudut ruangan, menggigit bibir, berusaha terlihat ketakutan.Sua berusaha mengontrol tubuh agar tetap lemas. Ia menggigit bagian dalam bibirnya sedikit lebih keras hingga ada sedikit darah yang muncul, memperkuat ke
Tanpa berpikir dua kali, Bae Ya mengambil sedikit makanan dengan sumpit dan memasukkannya ke dalam mulut. Sua tertegun sesaat. Tidak ada keraguan sama sekali dalam tindakan gadis itu. Sebelum makanan itu sempat tertelan, Sua dengan cepat menepuk punggung Bae Ya beberapa kali. "Jangan ditelan!" perintahnya tegas. Bae Ya tersentak, matanya melebar karena terkejut. Refleks, ia memuntahkan makanan itu ke lantai, lalu menatap Sua dengan bingung. "Nona …?" Sua menarik napas dalam, lalu mengulurkan tangannya, mengambil sumpit, dan dengan hati-hati mengaduk makanan di mangkuknya. Ia mengangkat sedikit kuah dengan sumpit dan mencium aromanya sekali lagi. "Seperti dugaanku, ada racun di dalamnya." Wajah Bae Ya langsung pucat. Ia menatap makanan itu dengan mata gemetar sebelum beralih menatap Sua dengan ekspresi ketakutan. "T-Tidak mungkin … Nona, aku bersumpah! Aku tidak tahu apa-apa!" Suaranya bergetar, tangannya mencengkeram rok pelayannya dengan erat. Sua menghela napas. "Ak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments