“Inikah yang dikatakan dokter nomor satu? Apa yang kamu lakukan pada lengan dan pahaku? Jahitannya kenapa buruk sekali?” Sutangji bertanya sambil menatap luka bekas peluru di lengan dan di paha kanan bawah kakinya.
Asisten yang menangani keluar dari ruangan operasi lalu bicara pada Dania. “Dokter! Pasien mendengar keributan dan kabur keluar!” Dania membelalakkan mata lalu bertanya dengan emosi. “Apa kalian tidak membiusnya sebelum melakukan operasi?” “Kami berniat membiusnya tapi pasien berkeras menolak operasi jika dibius, jadi kami tidak membiusnya sama sekali.” Kening Dania mengernyit. Operasi berjalan dengan lancar, bahkan Sutangji sama sekali tidak mengaduh kesakitan ketika jarum menusuk untuk menjahit bekas luka di paha dan lengannya? Apa dia pria ajaib di muka bumi ini? Suara lantang Sutangji mengejutkan Dania. “Kamu sering melamun? Inikah dokter terkenal nomor satu di kota A? Sungguh tidal kompeten!” Ketika melihat luka dan jahitannya, Dania tahu proses menjahit luka pada paha dan lengan sama sekali belum selesai. Dania tidak bisa menahan emosinya, hari ini banyak hal buruk yang sudah terjadi. “Tuan Ji, sebaiknya Anda kembali masuk ke dalam, bagaimana mungkin seorang pasien tidak berada di tempatnya ketika pihak medis belum selesai melakukan perawatan lanjutan? Luka Anda bahkan belum selesai dijahit!” Suara lantang Dania membuat Sutangji semakin marah. Dia mencengkeram baju dokter Dania dengan satu tangan. Sutangji mendekatkan wajahnya lalu berkata tepat di depan kedua mata Dania hingga membuat pandangan mata Dania menjadi kabur dan tidak bisa melihat wajah pria berhidung mancung tersebut dengan jelas. “Lihatlah caramu menanganiku sangat buruk sekali! Kamu sudah bosan menjadi dokter di sini? Aku keluar karena mendengar keributan! Dan kamu sudah berhutang satu nyawa padaku karena menyelamatkanmu barusan, bersikap baiklah padaku! Lakukan pekerjaanmu dengan profesional!” Tatapan mata yang tajam bagai elang, ditambah kata-kata kejam mengintimidasi dan penuh ancaman membuat Dania terpaksa patuh pada perintah Sutangji. Sudah jelas di belakang Sutangji berdiri kekuasaan besar tanpa batas, salah satunya adalah pemimpin kota A dan Presdir rumah sakit tempat Dania bekerja. “Ya! Aku akan menangani lukamu, jadi kembalilah masuk ke dalam.” “Ruangan operasi terlalu menyilaukan mataku, kita pergi ke ruangan yang lebih santai saja! Apa kamu tidak bisa menanganiku di ruangan lain?” Sutangji bertanya dengan tatapan mata meremehkan. Dania menghela napas panjang lalu mempersilakan Sutangji untuk mengikutinya. “Baiklah, mari ikuti saya!” “Kamu akan membiarkan pasien berjalan kaki ke ruangan lain? Bagaimana kalau pasien pingsan di tengah jalan lalu meninggal?” Dania tersenyum miring, lalu berkata pada dirinya sendiri dalam keadaan linglung, “Apa-apaan dia? Haruskah aku membawa pesawat untuk mengangkutnya ke ruangan kerjaku?” Sutangji melotot sambil berteriak. “Hei! Aku mendengar semua kata-katamu!” “Saya akan menggunakan kursi roda untuk membawa Tuan Ji? Apakah itu cukup atau Tuan Ji perlu berbaring jadi saya akan menggunakan brankar.” “Tidak perlu! Kursi roda saja! Lekaslah!” Dania menganggukkan kepalanya, dia membawa Sutangji menggunakan kursi roda menuju ke ruangan kerjanya. Di sana Dania melanjutkan penanganan medis yang belum selesai. Saat sedang ditangani, Sutangji terus menatap wajah Dania dan juga melihat tag nama di dada Dania. Tanpa sadar Sutangji bergumam, “Dania Ansel?” “Ya?” “Aku hanya membaca namamu.” Sutangji menunjuk nama yang tertera pada jas putih Dania. “Sudah selesai, untuk perawatan lanjutan cukup ganti perban dan mengoleskan obat secara rutin.” “Kamu yang akan melakukannya untukku, mulai sekarang!” kembali terdengar nada tegas dan tidak boleh ditolak. “Ya, saya akan mengatur waktu sesuai jadwal.” Dania berusaha bersikap normal dan sopan sebagai dokter profesional. “Tidak! Aku yang akan menentukan jadwalnya!” Sutangji menatap Dania dengan sorot mata tajam bagai elang. Tidak ada senyum di bibirnya. Nada suaranya lantang, terang, dan jelas. Dania menganggukkan kepalanya, dia segera mencatat laporan pada rekam medis milik Sutangji yang dia bawa dari ruang operasi. Baru beberapa catatan dia tuliskan di sana, ponsel dalam saku Dania berdering nyaring. Dania mengambilnya dan melihatnya sejenak. Panggilan tersebut ternyata dari Guwenki. Guwenki pria sialan itu pasti sudah tahu aku datang ke vila! Jika tidak, mana mungkin dia repot-repot meneleponku! Ada juga beberapa pesan yang dikirimkan pada Dania oleh Guwenki, semuanya tentang permintaan maaf atas perilaku khilaf yang dia lakukan dengan Yulia. Guwenki juga bilang dia tidak serius menyukai Yulia dan hanya menggunakan Yulia sebagai hiburan dan kesenangan semata. Dania meremas ponselnya dengan geram. “Apa dia pikir setelah meminta maaf semuanya akan selesai? Apakah dia kira aku akan memberikan kelonggaran dan kesempatan untuknya? Kesabaranku sudah habis sekarang!” Dania melupakan keberadaan Sutangji di dalam ruangan. “Dokter Dania? Anda baik-baik saja?” tegur Sutangji. “Hah?” “Hah?” ulang Sutangji. “Saya baik-baik saja, maafkan saya!” Dania berusaha mengukir senyum di bibirnya. Dania segera menelepon asistennya untuk mengantarkan Sutangji ke bangsal pasien. “Apakah perawatan lukaku sudah selesai ditangani?” tanyanya pada Dania dengan tidak sabar. “Sudah selesai, saya sedang mengatur kamar rawat inap untuk Anda.” “Tidak, aku sangat sibuk, banyak tugas yang harus aku tangani, aku tidak membutuhkan kamar di sini!” Sutangji berkata dengan tegas lalu berdiri dari kursinya. Dania tidak mau disalahkan jika sampai terjadi sesuatu pada Sutangji. “Tuan Ji! Tunggu sebentar!” Dania berdiri dari kursinya lalu menahannya agar tidak pergi. “Kamu tidak dengar aku sangat sibuk? Untuk apa menghabiskan waktu di sini? Kalian akan menunda pekerjaan penting yang sedang aku tangani! Di kota B sedang ada wabah, banyak penduduk yang harus diselamatkan, beberapa kota lain ikut terkena dampaknya. Penjahat mulai merampok bahkan terang-terangan melawan petugas dengan pistol! Jika aku tetap di sini, berapa nyawa penduduk kota yang harus dikorbankan?” Dania terbengong, dia tidak tahu jawaban yang tepat kecuali menyuntikkan obat bius pada Sutangji! Dania selalu menyimpannya di dalam saku untuk menghadapi situasi tak terduga seperti sekarang. Ketika jarum suntik menyentuh belakang bahunya, Sutangji menoleh dan menatap Dania dengan tatapan marah serta sulit diungkapkan. Tatapan mata itu seperti tatapan dari seseorang yang akan melenyapkan nyawa Dania. Sutangji jatuh tertidur Dania menangkapnya ke dalam pelukan, tidak lama setelah itu perawat datang dan memindahkan Sutangji ke kamar vip di rumah sakit. Dania merasa cemas teringat tentang cara Sutangji menatapnya lantaran diam-diam membiusnya tanpa berdiskusi dengan Sutangji terlebih dahulu. “Apa Sutangji akan membunuhku? Tidak mungkin bukan? Ya, Sutangji adalah jenderal nomor satu di kota ini, dia tidak mungkin bertindak gegabah apalagi membunuh dokter yang sudah menolongnya!” Dania berkata pada dirinya sendiri sambil berjalan mondar-mandir di ruangan kerjanya. “Tapi, tatapan mata itu sungguh terlihat sangat kejam dan bengis! Dia pasti akan menghabisi nyawaku! Kenapa aku sungguh sial hari ini? Pacarku berselingkuh kemudian aku harus mati di tangan Sutangji? Tidaaaakk!”***Di dalam kereta kuda, Juan dan Butai terus menatap Dania dengan tatapan mata curiga dan was-was. Dania merasa dua kakak Waning menyimpan banyak pertanyaan yang ditujukan pada Dania.“Kalian kenapa bersikap canggung begini? Tanyakan saja apa yang ingin kalian tanyakan padaku.”“Kamu sungguh tidak tahu di mana Waning yang asli?” tanya Butai lantaran tidak sabar menunggu.“Aku sungguh tidak tahu di mana dia, apa dia sungguh mati? Kalau kalian bertemu dengannya aku pasti sangat bersyukur, kalian tidak ingin mencarinya?” tanya Dania pada dua kakak Waning.Juan langsung menelan ludahnya sendiri. Juan dan Butai tetap bungkam, mereka masih tidak bisa mengerti dengan semua peristiwa yang terjadi baru-baru ini.“Aku terjaga di dalam penginapan bersama Jenderal bengis itu, apa mungkin dia yang sudah membunuhnya? Apakah ini masuk akal? Sebelumnya dia sangat membenci Waning lalu tiba-tiba datang untuk melamar pagi-pagi buta!” Dania dengan sengaja mengalihkan topik per
Melihat Dania dan kedua kakaknya terus mencermati lukisan miliknya, Pak Tua segera mengambil lukisan itu kembali dari mereka bertiga.“Jangan sampai kalian merusaknya!” omel Pak Tua.Dania tiba-tiba memiliki ide. “Pak Tua, Anda yakin aku Dewi bulan? Bagaimana jika Anda keliru? Bisa saja aku hanya mirip dengannya.” Pancing Dania.“Ada di sini!” Pak Tua menunjuk ke arah pungungnya sendiri lalu menunjuk ke arah Dania. “Minta kedua kakakmu untuk memeriksanya! Aku tidak mungkin salah!”Butai dan Juan saling bertukar pandang mereka serentak menganggukkan kepala lalu bergegas memegangi Dania sementara Butai memeriksanya. Butai menyingkap baju di punggung Dania untuk memeriksanya.Dania ingat dia memang memiliki tanda lahir tersebut tapi dia tidak tahu apakah Waning juga memiliki tanda yang sama seperti dirinya, tanda lahirnya mirip seperti bulan sabit merah gelap di sisi kanan punggung bawah bahu.“Benar-benar ada,” gumam Butai.Juan tidak percaya jadi ikut melihat. “Ya, ada! Tapi Waning sam
“Ayah? Kalau kali ini aku lulus ujian kerajaan bagaimana kalau Ayah memberikan hadiah padaku?” Dania mencoba untuk membuat kesepakatan dengan Jiwenhu.Jiwenhu segera beringsut mendekat dan menatap kedua mata putrinya dengan tatapan mata bingung.“Katakan apa yang kamu inginkan?”“Klinik obat di pasar, bagaimana kalau Ayah menyewanya untukku? Aku ingin membuka klinik di sana, aku juga akan menggabungkannya dengan toko obat! Di masa depan keluarga kita akan berjaya!”Jiwenhu memikirkannya begitu lama, dia memang tidak sepenuhnya mempercayai perkataan Waning karena Waning selama ini tidak pernah memikirkan masa depan selain cinta butanya terhadap putra mahkota. Jiwenhu ingin memancingnya dengan bertanya pada Waning.“Waning, apa kamu sudah tidak ingat lagi kalau kamu ingin mendapatkan hati putra mahkota? Selama ini ayah tahu kamu sangat mencintainya, sampai-sampai tidak peduli lagi dengan kami.”“Ayah, jangan membahas masalah lain, menurutku akan lebih baik kalau keluarga kita berkembang
Waning berjalan di jalan sekitar kediaman, ini pertama kalinya Dania pergi seorang diri setelah menempati tubuh Waning. “Aku tidak bisa menyerah seperti ini, Waning sungguh konyol! Bagaimana wanita dari keluarga tabib kerajaan malah berniat menjebak putra mahkota? Dasar bodoh!” Dania terus menggerutu sepanjang jalan. Dania tidak kesulitan menemukan arah jalan karena ingatan Waning ikut menyatu ke dalam memori Dania. Untuk menghibur diri Dania pergi ke pasar, dia berjalan-jalan untuk melihat-lihat. Banyak sekali orang berjualan di pasar, awalnya Dania berhenti di depan toko yang menjual aneka aksesoris rambut. Dania merasa sangat akrab dengan pemilik toko. Dania tahu semua itu bukan tentang dirinya melainkan sosok Waning yang sangat suka berdandan dan membeli banyak perhiasan.“Nona, silahkan dilihat! Ini adalah model terbaru di toko kami! Sangat bagus, batu ini sangat berkilau dan corak warna juga sangat menarik! Banyak Nona muda bangsawan yang menginginkannya! Barang bagus ini sen
Setelah keluar dari penginapan, Bibi Sumo pelayan kediaman yang biasa melayani Waning langsung menghampirinya dan menyelimuti tubuh Dania dengan mantel tebal.“Nona Waning ke mana saja? Sejak kemarin Tuan besar terus mengutus orang untuk mencari, untungnya saya menemukan Nona lebih dulu, jika tidak maka Nona akan dihukum!” tuturnya dengan wajah cemas.Dania mengerutkan keningnya. Wanita paruh baya ini kenapa juga ada di sini? Bibi Sumo juga melayaniku di zaman kuno? Baguslah! Setidaknya masih ada orang-orang baik yang berada di sekitarku.“Aku hanya minum terlalu banyak lalu pelayan restoran membiarkan aku menginap di penginapan!” Dania sengaja berbohong.***Semenjak kejadian di penginapan, Dania yang kini menempati tubuh Waning menjadi lebih pendiam dan tidak banyak bicara. Semua orang di kediaman Waning mengira Nona muda mereka sedang sakit. Padahal diamnya Waning karena Dania sibuk memikirkan cara untuk kembali ke zaman modern, Dania tidak mau tinggal di zaman kuno apalagi menika
Setelah mengurus Sutangji dan mengirimnya ke kamar pasien, tugas Dania sudah selesai. Dania sudah membuat janji dengan keluarga Guwenki terkait rencananya untuk membatalkan pertunangan. Mobil Dania Ansel meluncur keluar dari area rumah sakit. Ketika turun dari mobilnya, sampai di ruangan utama kediaman Guwenki semua anggota keluarga terlihat gelisah, Dania tidak berniat membuka aib Guwenki jika keputusannya kali ini tidak ditentang oleh anggota keluarga dari pihak Guwenki.“Nona Dania, sebenarnya apa yang terjadi? Bolehkah kami tahu alasan Nona memutuskan hubungan antar dua keluarga?” Wajah Guwenki terlihat pucat dan gelisah, jelas sekali pria itu takut kalau sampai Dania mengatakan pada keluarga Guwenki bahwa Guwenki lah yang sudah melakukan kesalahan fatal hingga Dania memutuskan untuk memutuskan ikatan pertunangan dengan keluarga Gu.Di saat semua orang sedang menunggu jawaban dari Dania, Guwenki tiba-tiba menyela. “Kakek, Nenek, Papa, Mama, jangan salahkan Dania. Semua ini ada