Share

Bab 2: Mimpi

Author: Kata Tika
last update Last Updated: 2023-08-28 15:07:43

"Mommy …! Daddy …! Mommy …!"

Matthew melihat ayahnya sedang berusaha tetap berada di permukaan laut seraya memeluk tubuh istrinya.

Tetapi mirisnya ayah Matthew sama sekali tidak melihat ke arahnya, melainkan ke arah ibu Matthew yang sedang terpejam dan tubuhnya tampak memucat.

"Mirabeth! Mirabeth, jangan pergi! Please, jangan tinggalkan aku dan Matthew!" seru Althan, ayah Matthew, seraya mengguncang tubuh istrinya.

Mendengar seruan sang ayah, membuat Matthew menduga bahwa sang ibu sudah tidak lagi bernapas.

"Mommy …!" seru Mathew dengan air mata yang kembali berlinang.

"Mommy …!" seru Matthew lagi. Tapi kali ini ia merasakan sunyi di sekitarnya.

Hening. Sepi.

Matthew kini mendapati dirinya sedang terduduk di meja kerja yang sengaja ia buat di mansion pribadinya.

Napasnya terengah dan sepasang netranya perlahan menyisir seisi ruangan menggunakan tatapannya.

"Sial! Sudah dua puluh tahun tapi mimpi itu masih datang lagi!" umpat Matthew kesal. Ternyata lagi-lagi ia memimpikan peristiwa dua puluh tahun lalu yang telah menewaskan kedua orang tuanya.

Matthew mengusap wajahnya menggunakan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya masih menggenggam sebuah jam tangan miliknya sewaktu ia masih kecil. Ada ukiran nama Matthew Xaverius Anderson di bagian case back-nya.

Kling! Kling! Kling! Kling!

Nada dering telepon menarik atensi Matthew.

"Ya, Aiden? Ada kabar apa?" tanya Matthew to the point begitu telepon sudah tersambung.

"Selamat malam, Tuan, saya mau menyampaikan kalau The Royall Shipping Club sudah memberikan tanggapan terkait dengan penawaran afiliasi yang kita ajukan ke mereka. Perusahaan itu sekarang dipimpin oleh Tuan Bernard Gregorius dan didampingi oleh adik perempuannya, Lisya Gregorius," ucap Aiden, asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Matthew. Sebuah senyum smirk tipis membuat salah satu sudut bibir Matthew sedikit terangkat saat mendengar informasi yang disampaikan Aiden.

"Selanjutnya langkah apa yang harus kita lakukan, Tuan?" tanya Aiden yang sudah siap menerima tugas lanjutan.

"Buat janji pertemuan dengan mereka. Kita terbang ke Queenstown besok lusa dan siapkan semua berkas yang kita butuhkan," titah Matthew tanpa membuang waktu.

"Siap laksanakan, Tuan!"

Matthew memutus sambungan telepon begitu sudah mencapai kesepakatan dengan Aiden.

Ia beranjak dari tempat duduknya dan melangkah ke arah jendela besar di sisi kanan ruangan.

Tangan kirinya masih tetap membawa jam tangan miliknya yang merupakan satu-satunya benda peninggalan kedua orang tuanya.

Kini, dari ruang kerja yang ada di mansion ini, Matthew bisa memandangi city lights yang mempercantik kota Switzerland di musim semi ini.

Tok! Tok! Tok!

Atensi Matthew teralihkan sesaat ke arah pintu, "Ya, masuk!"

Begitu pintu terbuka, Matthew bisa melihat Clark yang berdiri didampingi dengan Zean, orang yang ditugaskan Matthew untuk menjadi pengawal pribadi Clark Lutof, orang yang telah menyelamatkannya pada tragedi dua puluh tahun lalu, sekaligus ayah angkatnya.

"Kamu bisa pergi. Aku mau bicara berdua dengan Matthew," pinta Clark pada Zean.

"Baik, Tuan! Panggil saya kapan pun Anda perlukan," ucap Zean sebelum beranjak pergi. Clark mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Clark? Ini sudah malam, kenapa belum istirahat?" tanya Matthew begitu Clark sudah melangkah masuk dengan sebuah cerutu di tangannya.

"Ck! Kamu bersikap seolah-olah aku ini pria yang sudah tua renta," cibir Clark dalam candanya.

"Aku rasa aku tidak berlebihan memberi perhatian seperti ini kepada pria yang empat tahun lagi sudah berusia setengah abad," tandas Matthew mengimbangi candaan Clark.

"Sialan kau, Matt!"

Umpatan Clark ini justru memancing tawa kecil dalam diri Matthew, tetapi hanya sesaat. Kini, tatapan Matthew kembali terarah pada lampu-lampu kota di luar sana.

"Besok lusa aku tidak di Swiss. Aku dan Aiden akan ke Queenstown," ucap Matthew yang seketika membuat wajah Clark menegang saat mendengarnya.

"The Royal Shipping Club," lanjut Matthew sedikit lirih. Senyum smirk lagi-lagi muncul menghiasi sudut bibirnya.

"Kamu yakin?" tanya Clark memastikan.

"Hm," jawab Matthew bergumam.

"Jadi menurutmu sekarang sudah waktunya kamu menunjukkan dirimu ke hadapan mereka?" tanya Clark sembari menghisap cerutunya. Ditatapnya Matthew yang sedang menatap nyalang ke arah luar jendela.

Matthew mengangguk, "Sudah dua puluh tahun aku sembunyi di sini, Clark. Switzerland memang tempat yang aman untukku, tapi di sini bukan tempatku. Ada yang harus aku perjuangkan di Queenstown," tutur Matthew penuh keyakinan. Sementara Clark masih terdiam, menelaah setiap penuturan anak angkatnya.

"Sudah waktunya aku mencari kebenaran dan mengungkap misteri yang tertutup selama ini," lanjut Matthew lagi yang kini berjalan mendekati Clark.

Clark mengangguk pelan. Bibir yang sedang menghisap cerutu itu tersenyum bangga, "Pergilah, dan bawa kembali hakmu."

"Hm!" sahut Matthew dengan anggukan penuh keyakinan, "Akan aku temukan semua bukti-buktinya, dan akan aku rebut kembali apa yang menjadi milik keluargaku!"

Dalam benak Matthew sudah tersimpan nama Vincent Gregorius, orang yang dicurigai memiliki peran penting dalam terjadinya kebakaran kapal pesiar yang menewaskan nyawa kedua orang tuanya.

***

Hari-hari berganti, Matthew melepas kacamata hitamnya saat menaiki private jet miliknya.

Jika boleh jujur, sebenarnya Matthew merasakan debaran yang cukup hebat di jantungnya.

Bagaimana tidak? Saat ini ia akan menuju ke New Zealand, tepatnya di kota Queenstown, kota kelahirannya sekaligus kota yang memiliki ribuan memori pada masa kecilnya dulu, termasuk memori kelam.

Tiba-tiba ia teringat pada ucapan Clark dua hari lalu, "Salah satu kejanggalan yang aku rasakan saat itu adalah Vincent tetap bersikukuh memilihku untuk memimpin pelayaran perdana itu. Padahal waktu itu usiaku baru menginjak dua puluh enam tahun, aku juga belum lama diangkat menjadi kapten pelayaran. Sedangkan di perusahaan shipping line paling besar seperti The Royal Shipping Club itu tentunya memiliki puluhan kapten yang jauh lebih profesional dan berpengalaman. Sampai sekarang aku masih belum menemukan alasan Vincent memilihku," ucap Clark waktu itu.

"Tuan?" panggil Aiden di bangku seberang.

Aiden mengernyitkan kening saat Matthew tidak memberikan respon apa pun dan justru tetap menatap kosong ke arah luar jendela yang menyajikan hamparan awan putih bersih.

"Tuan Matthew?" panggil Aiden lagi lebih keras, membuat lamunan Matthew buyar seketika.

"Ada apa?" tanyanya.

"Champagne Anda sudah habis, mau saya tuangkan lagi?" tawar Aiden penuh rasa hormat.

"Sudah cukup. Aku tidak boleh banyak minum karena urusan kita kali ini menyangkut masa lalu dan masa depanku. Ini bukan urusan sepele, Aiden. Aku harus tetap menjaga konsentrasi untuk menghadapi keluarga Gregorius," tutur Matthew menjelaskan.

"Baik, Tuan!" jawab Aiden.

***

Setelah menempuh waktu penerbangan selama lebih dari 13 jam, Matthew dan Aiden tiba di Queenstown. Sebuah mobil Limousine berwarna hitam datang menjemput mereka menuju ke salah satu hotel di tengah kota.

Kling! Kling!

"Tuan, Nona Gregorius menghubungi saya," ucap Aiden memberi informasi kepada Matthew yang duduk di bangku belakang.

"Bilang, satu jam lagi kita sampai di The Royal Shipping Club!" Matthew sedikit berseru agar Aiden yang duduk di bangku sebelah sopir bisa mendengar ucapannya dengan jelas.

"Siap, Tuan!" seru Aiden yang lantas menjawab panggilan telepon.

"Ya, selamat siang, Nona Gregorius?" sapa Aiden sopan.

"Selamat siang, Tuan Smith! Saya ingin menawarkan bagaimana kalau pertemuan kita ditunda sampai nanti malam? Kita bisa membicarakan urusan afiliasi ini sambil makan malam," tawar Lisya dari seberang telepon.

Aiden tampak serius menyimak penuturan Lisya melalui sambungan telepon.

"Baik, tunggu sebentar," ucap Aiden pada Lisya. Aiden lantas menjauhkan ponsel dari telinganya dan menoleh ke arah Matthew.

"Ada apa?" tanya Matthew polos.

"Nona Gregorius menawarkan bagaimana kalau pertemuan ini dialihkan saat jam makan malam, Tuan? Mengingat ini sudah hampir sore," ucap Aiden meminta persetujuan kepada sang CEO.

Matthew tampak berpikir sejenak, "Oke! Sementara ini kita ikuti dulu kemauannya," lanjut Matthew singkat.

"Siap, Tuan!" Aiden segera mendekatkan ponselnya lagi ke telinga.

"Hallo, Nona? Maaf membuat Anda menunggu. Tuan Lutof setuju dengan permintaan Anda untuk menunda pertemuan ini sampai nanti di jam makan malam. Tolong kirimkan lokasi tempat makan malamnya," tutur Aiden melanjutkan percakapan dengan Lisya.

"Beres, Tuan!" Aiden kembali memberi laporan.

Matthew tersenyum tipis dan membiarkan salah satu sudut bibirnya sedikit menyeringai. "Aku tidak sabar bertemu dengan keluarga Gregorius, Aiden!"

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tabir Misteri CEO   Bab 52: Mengintai Draco

    “What the hell!!” Bernard merasakan keanehan-keanehan saat berada di apartemen Norin. Bermula dari suara pecahan benda dari kamar sebelah, disusul dengan suara gaduh dari pantry. “Ada apa sebenarnya ini!?” Racau pria itu saat berbalik arah dari kamar ke pantry. “Ya Tuhan, bebaskan aku dari situasi mencekam ini, please!” desis Norin kesal. “Astaga, kenapa tempat sampah di pantry bisa jatuh berantakan?” pekik Bernard sambil menuju ke tempat sampah yang tergeletak di lantai. Norin, Sissy, dan semua orang yang bersembunyi di apartemen itu merasa tenggorokannya tercekat saat Bernard melangkah menuju pantry. “Tuan, biar saya yang periksa!” Sissy buru-buru menghentikan langkah Bernard. “Lebih baik Anda temani Nona Norin. Biar saya yang bereskan sampahnya.” Brak!! Pintu kamar terbuka, lalu tertutup dalam sekejap. “Astaga, maaf aku telah menjatuhkan lampu tidur!” pekik Nancy seraya keluar kamar. Dengan begitu, perhatian Bernard serta yang lain teralihkan ke arah Nancy. “Nancy? Are y

  • Tabir Misteri CEO   Bab 51: Gaduh

    “Apa!?”Matthew dan yang lainnya tersentak mendengar informasi yang baru saja diucapkan Norin.“Astaga kita harus bagaimana!?” tanya Norin panik.“Cepat sembunyi!” celetuk William ikut panik.“Sissy, Nancy, cepat singkirkan semua gelas ini ke pantry. Jangan sampai Bernard melihatnya!” ucap Norin sedikit gemetar melihat belasan gelas dan botol wine yang tersaji di ruang tengah.Mendengar itu, Sissy dan Nancy bergerak cepat membereskan perkakas itu.“Semuanya masuk ke ruangan lain. Kosongkan kamar Norin!” ujar Matthew memimpin yang lain.“Hanya ada dua kamar di sini, sekarang ditempati Sissy dan Nancy selama mereka tinggal di sini,” tutur Norin menjelaskan.“Tidak apa-apa, sembunyi saja di sana, ayo!” Matthew bergerak menuju ke kamar Sissy dan Nancy, diikuti yang lain.“Norin, kau ke depan sekarang dan temui Bernard. Usahakan keberadaannya di sini tidak lama,” ujar Matthew kepada Norin.Ting! Tong! Ting! Tong! Ting! Tong!Di luar, Bernard semakin tidak sabar menunggu pintu dibukakan un

  • Tabir Misteri CEO   Bab 50: Rapat Salah Tempat

    Di kediaman mewah keluarga Gregorius, Draco, orang kepercayaan Vincent Gregorius, tanpa ragu mengetuk pintu ruang pribadi atasannya.“Masuk!” teriak Vincent dari dalam ruangan.“Permisi, Tuan! Ada kabar terkini dari para anak buah yang saya tugaskan untuk mengusut kasus kemarin,” ujar Draco tanpa ragu.“Sudah puluhan tahun kau bekerja denganku, Draco. Kau paham kan informasi seperti apa yang bisa aku terima?” balas Vincent memperingati.“Informasi ini sudah valid, Tuan. Mereka sudah menemukan siapa pelaku penembakan tempo hari.”Ucapan Draco berhasil memantik keingintahuan Vincent. “Siapa mereka? Siapa yang telah berani berurusan denganku?”“Masuklah, kalian!” seru Draco kepada anak buahnya yang masih menunggu di luar ruangan.BRAKKK!!!Seorang pria babak belur dengan kedua tangannya yang terborgol tiba-tiba jatuh tersungkur memasuki ruangan di mana ada Vincent serta Draco di dalamnya.“Bangun, Bodoh!” bentak salah satu anak buah Draco sambil menarik paksa tubuh pria itu agar berjalan

  • Tabir Misteri CEO   Bab 49: Kabar yang Dinanti

    Mendengar fakta buruk tentang kebusukan perilaku Vincent Gregorius di masa lalu, telah sukses memupuk kebencian yang telah tertanam di dalam benak Matthew selama puluhan tahun.Ia mengepal geram membayangkan kelakuan biadab Vincent kala itu.Namun, satu notifikasi tanda pesan masuk telah mampu membuat pria yang tengah menginterogasi Orland Xef itu kehilangan konsentrasi.“Kita pulang sekarang!” titah Matthew kepada Aiden dan Bryan.“Siap, Tuan! Saya siapkan armada sekarang,” sahut Aiden yang lantas segera menghubungi pilot pribadi Matthew.Kedua anak buah Matthew berjalan mengikuti atasannya keluar.“Apa yang bisa aku lakukan untukmu?” pekik Orland Xef yang sontak membuat langkah Matthew terhenti.Putra tunggal keluarga Anderson itu menoleh. “Kembali ke Queenstown dan bekerja untukku. Aku butuh bantuanmu untuk memberi Vincent terapi moral.”“Tapi … aku sedang melarikan diri darinya. Aku yakin cepat atau lambat, dia pasti tahu kalau akulah orang di balik kekacauan yang terjadi tempo ha

  • Tabir Misteri CEO   Bab 48: Fakta Masa Lalu

    WELLINGTON, NEW ZEALAND“Siapa kalian!?”Seorang pria memekik terkejut karena tempat tinggalnya tiba-tiba didatangi oleh tamu tak diundang.Aiden menatap wajah pria itu lebih cermat, lalu mengangkat selembar potret wajah di tangannya hingga keduanya tampak sejajar.“Benar dia orangnya, Tuan,” ujar Aiden setelah memastikan bahwa mereka tidak salah orang.“Brengsek! Siapa kalian!? Kenapa sembarangan masuk ke rumah orang!?” Komplain sang pemilik kamar.“Seandainya kedatangan kami disambut dengan baik, kami tidak mungkin bersikap arogan semacam ini,” tutur Matthew tanpa sesal sedikit pun!CEO itu memberi kode kepada Bryan agar menutup serta mengunci pintu utama.Setelah mengangguk paham, Bryan melakukan perintah seperti yang diinginkan Matthew.“Jadi … ini tempat tinggal Anda sekarang, Tuan Orland Xef?” Tatapan Matthew tampak begitu tajam saat menuturkan pertanyaannya.“Ap-apa maksudmu!? Siapa kalian ini? Kenapa kemari!?” Orland Xef sampai terbata saat berucap. Ia memperhatikan Matthew

  • Tabir Misteri CEO   Bab 47: Wellington

    Hugo sama sekali tidak menyangka kalau El Jova berada di pihak musuh yang telah berhasil menewaskan pemimpinnya.“Apa maumu?” tanyanya kepada El Jova.“Jawab pertanyaan Matthew. Katakan yang sejujurnya. That’s it.”“Kau dan Tuan Zif sudah sepakat untuk tidak saling mengusik satu sama lain. Tapi kenapa kau berdiri di pihak lawan kami dan melakukan penyerangan?” ujar Hugo kesal.“Kelompokmu yang lebih dulu menyerang! Kenapa kalian melakukan penembakan di acara peresmian keluarga Vincent Gregorius?” tanya Matthew menginterupsi.“Ada urusan apa kau dengan keluarga Gregorius? Kami menyerang mereka, bukan kau!” hardik Hugo kepada Matthew.Plak!Tamparan keras kembali diberikan Matthew untuk tawanannya itu. “Kau melukai orang-orang tidak bersalah, Bodoh!”“Aku tidak tahu! Aku hanya melaksanakan perintah. Tuan Zif memberi perintah kepadaku, Max, dan juga George untuk melakukan penembakan beruntun itu!” teriak Hugo membela diri.“Untuk apa Zif memberi perintah itu?” sela El Jova penasaran. “Ap

  • Tabir Misteri CEO   Bab 46: Pertumpahan Darah

    Bryan serta Jarvis yang masing-masing sedang kepayahan melawan lima orang anggota mafia Eagle Snake, seketika tercengang manakala suara desingan peluru menggema di tepian danau Wakatipu, Queenstown, New Zealand.Keduanya menyadari, pasalnya, mereka datang menemui sekelompok mafia ini hanya bertiga dengan Matthew. Sisanya adalah para lawan, termasuk Max yang sempat mereka tawan.“Tuan Matthew,” gumam Jarvis dan Bryan bersamaan. Pandangan semua orang terarah pada Matthew yang sedang dikekang oleh lima orang lain anggota Eagle Snake, anak buah Zif Bayyer.“Tuan Zif!” pekik Hugo tercengang!“Tu-tuan!” gumam para anggota Eagle Snake yang lain.“Argh …! Brengsek! Bangsat!” Zif mengerang kesakitan, diikuti dengan umpatan-umpatan kekesalan saat ia merasakan tangan kanannya menjadi tempat bersarang sebuah timah panas.Pistol glock yang semula diarahkan Zif untuk menembakkan peluru ke dada Matthew pun terjatuh begitu saja.Pimpinan Eagle Snake itu menoleh ke sisi kanan untuk mengetahui siapa y

  • Tabir Misteri CEO   Bab 45: "Malam ini kau mati, Matthew!"

    “Siapkan Max dan jaga baik-baik. Jangan lepaskan dia sebelum aku mendapatkan apa yang aku mau dari Zif Bayyer.”Terdengar suara Matthew memberikan koordinasi kepada El Jova melalui sambungan telepon.“Oke. Sepuluh menit lagi kami berangkat,” jawab El Jova sebelum menutup telepon.El Jova menyimpan kembali ponselnya ke saku jaket yang dipakainya.“Taylor, keamanan markas aku percayakan padamu,” ujar El Jova pada salah satu member El Warrior yang berjaga di pintu utama markas.“Dengan senang hati, Tuan! Walaupun sebenarnya saya lebih senang jika bisa ikut berpesta dengan Anda malam ini,” sahut Taylor menyemangati.“Hahah! Jangan lupa, kau masih punya luka bekas tusukan di perutmu,” ucap El Jova sambil menunjuk perut Taylor memakai dagunya.Taylor tertawa kecil mendengar ucapan pemimpinnya. “Hahah! Baru minggu lalu kita berpesta membasmi musuh. Sekarang Tuan sudah harus berpesta menghadapi musuh yang lain. Ternyata musuh kita ada di mana-mana, Tuan.”“Tentu saja! Selama masih ada kubu-kub

  • Tabir Misteri CEO   Bab 44: "Matthew, habis kau di tanganku!"

    Bernard merasa sedikit janggal saat berjalan menuju ruang IGD dan tidak lagi mendapati orang-orang yang ia kenal.Seharusnya, entah Matthew atau yang lainnya ada di depan ruangan itu seperti hari kemarin.“Ke mana mereka? Kenapa tidak ada yang menunggui Norin?”Sementara ini Bernard hanya bisa bermonolog sambil terus melangkah.Ceklek!Pria itu merasa antusias saat melihat salah seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang IGD.“Permisi, saya ingin tahu perkembangan kondisi pasien atas nama Notin Nathania,” kata Bernard kepada sang perawat.“Norin Nathania?” ulang wanita di hadapannya.“Iya. Norin Nathania yang semalam dirawat di ruang IGD karena terkena luka tembak.”Bernard terus berusaha menyebutkan apapun yang berkaitan tentang Norin demi mendapatkan informasi.“Oh … pasien luka tembak yang semalam membutuhkan transfusi darah, ya?” “Nah! Iya, benar! Bagaimana kondisinya sekarang? Apa masih kritis di ruang IGD?”“Tidak, Tuan. Pasien itu sudah membaik. Beliau sudah dipindahkan k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status