Share

Chapter 5

Sesaat aku menelan ludah. Karena perbincangan ini. Mario satunya-satunya teman yang aku punya dan sudah aku anggap sebagai kelurgaku sendiri, dia memiliki nasib yang sama denganku hidup sebatang kara, namun ia tidak pernah ingin menceritakan tentang keluarganya, tetapi tidak apa tentang itu, aku senang ada dia di sini karena hanya dia yang perduli dengan diriku.

Kadang aku harus berhenti untuk menebak apakah hidupku akan terus seperti ini tanpa perubahan. Sekuat tenaga aku bertahan walaupun mendengar banyak ejekan dari orang-orang disekitar. Ada banyak penolakan dalam diri ini tentang apa yang sudah terjadi, tapi hidup harus terus berjalan.

Saat ini aku menyadari apabila aku tidak benar-benar berjuang tentang hidup ini. Tidak ada yang harus aku salahkan, aku tau karena pertengkaran orang tuaku hidupku menjadi serba kekurangan, tetapi sebenarnya aku sangat menyayangi mereka, apalagi aku sangat ingin bisa bertemu lagi dengan ibuku.

Walau jauh dalam lubuk hati ini ada perasaan mengganjal begitu kuat. Pada suatu titik aku mencoba untuk berhenti. Dan bertahan untuk selalu mengejar dan berharap akan balasan lain tentang perjuangan dalam hidup ini. 

Aku banyak belajar dari Mario dia banyak mengajariku segala hal tentang kehidupan, dia adalah seorang pekerja keras. Tidak memperdulikan masalah kecil yang datang dikehidupannya. Dikota ini banyak sekali orang-orang kesusahan untuk mendapatkan materi, karena pemerintahan yang amat rakus tidak memperdulikan rakyatnya sendiri.

Tingkat kejahatan amat tinggi dikota ini, terlebih lagi untuk kaum yang memiliki jabatan dan tahta, mereka ada dijalan yang gelap, mereka bisa melakukan apapun yang ingin dilakukan terhadap orang lain.

"Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Mario lirih membuatku sadar dari dalam lamunan. Wajahnya tetap menghadap ke depan, menatap serius kepadaku. Masih seperti dulu, garis tegas diwajahnya menandakan ia enggan menghadapi dunia dengan keluhan. Matanya yang bulat tajam menikam kehampaan yang menyelimutinya.

"Tidak ada, aku hanya berusaha menenangkan diriku." elak aku menutupi apa yang aku rasakan.

“Bagaimana bisa kau mengucapkan kata seperti itu, sedangkan aku paham kau sedang memikirkan masa lalu mu?” Tanyanya seraya menatapku. Aku terdiam, merebah kebelakang, kepalaku menengadah menatap langit-langit rumah, lalu menghela nafas, menerobos waktu kemasa lalu. 

“Kupikir kau mengerti… Bagaimana bisa kau mengerti sesuatu yang tak ku jelaskan?” Tanyaku keras, lalu menatapnya lagi, kini ada rasa kesal yang menyelimuti pikiranku.

"Meski mungkin orang lain yang melihatmu akan merasa iba, kasihan, tapi aku tidak. Aku selalu katakan padamu bahwa kau tak boleh mempertanyakan keadaanmu saat ini, karena apa yang tengah terjadi kepadamu, itulah yang terbaik buatmu. Setiap hidup manusia pasti akan berubah, tetapi jika orang itu ingin merubahnya, pilihan hidupnya ada ditangannya sendiri. Tidak usah bergelut dengan masa lalu itu akan menyakitkan.” kata Mario sekali lagi menasehati.

"Kau benar tentang itu, tetapi aku kira semesta tidak berpihak padaku." kataku dengan nada rendah.

"Kamu tidak akan pernah tau tentang itu, teruslah berusaha!" kata Mario menyemangati.

Aku terdiam sebentar membaca pikiran. "Sungguh hebat," ucapku dalam hati. Ia selalu bijak menanggapi hidup, seperti dulu, saat ia mengajakku keluar dari kubangan. Tapi aku baru sadar dan lupa bertanya kenapa ia datang kerumahku pagi ini, karena tidak sering dia datang ke sini.

"Oh iyaa, kamu ada perlu apa datang kesini?" tanyaku.

"Aku hanya ingin mengingatkan, kalau nanti malam acara dirumah saudagar kaya itu akan segera dilaksanakan. Aku sudah minta ijin untuk membantu pekerjaan di sana, dan nanti malam kita akan kesana." jelas Mario membawa kabar yang baik.

"Baguslah kalau gitu, aku jadi tidak perlu khawatir lagi karena tabunganku sudah hampir menipis." kataku.

"Oke, ini pekerjaan yang bagus untuk kita menambah penghasilan." kata Mario.

Meski begitu, tetap saja pekerjaan yang harus berurusan dengan manusia yang angkuh dikota ini tidaklah mudah, aku pernah melakukannya beberapa kali jauh lebih berat dari pekerjaanku di bar, beberapa kali juga aku muak melihat tingkah laku orang-orang kaya itu, membuat aku semakin tenggelam dalam pikiran-pikiran soal kesulitan yang akan aku hadapi.

Aku hanya dapat menduga-duga dan berhati-hati menjalani pekerjaan itu, tapi tidak apa pasti aku bisa melewati semua itu meski pun aku tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya.

***

Waktu berlalu dengan cepat, malam datang dengan bulan yang bersinar begitu bulatnya.

Gelap malam menjadi saksi semuanya, mengumpulkan segenap kekuatan dengan menjadi kelam, sunyi tak terdengar, jauh di ujung bumi yang tak tergapai.

Raga ini mesti belajar membatasi nikmat agar tidak terlalu terbuai dalam kesenangan yang semu. Raga ini mesti berjalan walaupun hanya kesunyian yang seringkali ditemukan. Menghindari segala pandangan yang menambah semakin banyak potensi-potensi bertambah suburnya angan-angan yang seyogyanya selalu saja mendorong hasrat untuk tidak pernah puas akan sesuatu.

Di ruangan pesta yang besar banyak hadirin yang sudah datang. Para tuan dan nyonya yang berpakaian rapih, sedang memamerkan kekayaannya denga wajah kerasnya itu. Yang paling mencolok buatku malam itu adalah Belinda dengan gaun putih yang dia kenakan di atas panggung terlihat amat cantik, aku benar-benar terpesona melihatnya.

Takdir, sebuah kata benda yang perwujudannya semu namun pasti, nyata tapi tidak jelas. Sedihnya, takdir kadang dapat mengkhianati impian. Hidup sehat sejak dini, namun wafat di usia belia. Ayahnya seorang yang amat kaya dikota ini sehingga dia mampu menggelar pesta sebesar itu, namun anaknya Bernardo seorang yang taat pesta dan maksiat, dengan secawan anggur yang ia pegang ditangan ia mampu berbual pada orang-orang, padahal nyatanya dia hanyalah pemalas yang hanya bisa menumpang hidup dengan orang tuanya. "Dengarkan! aku Bernardo anak orang terkaya dikota ini, aku ingin kalian bisa menikmati pesta ini dengan sesuka hati hahaha!" seru Bernando dengan segala kesombangannya dan tawanya itu.

Semacam itulah takdir, apa yang sudah direncanakan dan dilakoni dengan matang hari ini belum tentu masa depannya seturut dengan apa yang dikehendaki. Bak film yang dijeda pada suatu adegan kemudian dipercepat beberapa detik untuk mencapai suatu peristiwa berikutnya.

"Dari dulu aku tidak suka dengan orang ini!" geram aku melihat tingkah Bernardo.

"Siapa yang kau maksud? Bernardo kah!" tanya Mario kepadaku.

"Iya siapa lagi, dia adalah orang yang begitu angkuh. Aku terheran kenapa Belinda bisa menyukainya!" kataku sambil merapihkan cawan yang kosong di atas meja.

Mario sedikit tertawa lalu berkata padaku, "Dia punya segalanya, dia ada dimana saat melakukan kesalahan apa pun dianggap benar. Kau tidak perlu mengurusi hidupnya. Kalau Belinda bisa bersamanya, itu pasti karena kekayaan yang ia miliki."

"Tetap saja aku tidak menyukai dirinya, dia harus dibuat sadar. Bahkan ayahnya orang yang paling mempunyai pangkat dikota ini, tidak bisa menyadarkannya." kataku mencurahkan kekesalan disitu.

"Suatu hari orang itu akan sadar, waktu lebih jahat dari apa yang kita kira. Semua bisa terjadi tanpa direncanakan." kata Mario.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status