Home / Sci-Fi / Tafsir Waktu / Chapter 6

Share

Chapter 6

Author: Bias Sastra
last update Last Updated: 2021-08-09 21:23:02

Aku terus memperhatikan lagak dari Bernando, kalau saja hidupku tidak seperti ini pasti aku sudah menghampiri dan memukul wajahnya itu dengan keras.

Setelah acara makan selesai, akan dimulai pesta dansa. Bernardo berkata, “Sebentar lagi acara dansa dimulai. Siapa yang ingin berdansa denganku silakan minum anggur ini dari sepatuku!” Sambil berkata demikian ia mengangkat tinggi-tinggi sebuah sepatu pantofel yang berwarna hitam. Para hadirin terdiam. Aku berbisik kepada Mario, "aku kesal sekali, bolehkah aku memukulnya sekarang!"

"Sudalah jangan melihatnya, fokus saja dengan pekerjaanmu." seru Mario.

Tetapi saat itu terlihat Bernardo melangkah terhuyung-huyung karena sudah mabuk, menuju keatas panggung menghampiri Belinda yang sedang menghibur dengan suaranya yang merdu. "Hei! sayangku, suarumu sangat indah sekali." kata Bernardo sambil merangkul paksa Belinda saat itu.

"Lepaskan Bernardo! apa yang ingin kau lakukan." seru Belinda memberontak berusaha melepaskan rangkulannya.

"Diam kau!" bentak Bernardo sambil mencengkram keras wajah Belinda, lalu ia memasukan anggur yang ada dalam sepatu itu ke dalam mulut Belinda dengan paksa.

Hadirin tertawa dan bertepuk tangan. Wajah Belinda merah padam, setelah itu Bernardo dengan cepat melemparkan sepatu itu kearah hadirin, Lalu ia menarik paksa Belinda kebawah panggung, hilang di antara tamu-tamu. Seketika hatiku seperti membiru, penuh dengan rasa sesak aku tidak bisa berbuat apa-apa saat itu. Lalu aku duduk dikursi yang berada dibelakangku yang bisa kulakukan hanya bermuram durja, menghkhawtirkan keadaan orang yang aku cintai. Rasa kesal dan sesal menyelimuti diriku, "aku benci dengan diri ini, kenapa aku harus menjadi pecundang seperti ini." bergumam aku dalam hati seraya mengepal tangan ingin memukul wajah pria itu.

"Sudalah Akira! kau tidak perlu khawatir dia pasti akan baik-baik saja." kata Mario mencoba menenangkan diriku.

"Aku ingin pergi dari tempat ini, aku tidak tahan melihat hal seperti itu tadi." kataku dengan penuh amarah.

"Tenangkan dirimu, jika kau pergi dari tempat ini kau tidak akan mengetahui apa yang terjadi pada Belinda." kata Mario menahan kepergianku saat itu.

Sesaat aku berpikir apa yang diucapkan Mario itu ada benarnya juga, aku pun mengurungkan niatku untuk pergi dan tetap bertahan. "Benar apa yang kau katakan, aku harus bersabar sekarang." kataku menghela nafas panjang dan menahan air mata yang sebentar lagi akan keluar.

Tuhan masih menyayangiku sehingga keadaan, makanan yang aku dapati sehari-hari tetap membuatku kuat hingga sejahtera dalam kemewahan. Walaupun hanya jadi pelayan, tapi aku senantiasa menyeringai mendapati senyumku yang terpantul dari keramik-keramik mengkilap, kilauan permata pada cinderamata, dan emas perak dari para saudagar kaya dihadapanku sekarang.

Terkadang, mereka begitu angkuh mengingat orang-orang biasa tak mempedulikannya ketika merengek, mengais, memohon diberi uang atau nasi untuk menyambung nyawanya dengan masa depan. Orang biasa tidak ada yang hidup sejahtera dikota ini. 

Di sela-sela mereka aku bekerja sambil membawa nampan yang diatasnya ada cawan berisi anggur mewah, yang terkenal akan citarasanya begitu istimewa meski harganya selangit macam Cheval Blanc dari tahun 1895 dan 1921 dan Haut-Brion dari tahun 1906. "Sikahkan tuan, anggur ini begitu nikmat." kataku menawari para hadirin yang ada disitu.

Namun, ternyata pesta-pesta makan malam yang kerap diselenggarakan itu tak sesuai harapan tuan rumah. Tamu-tamu yang hadir terlihat tak terlalu menikmati jamuan makan malam yang diselenggarakan tuan rumah itu meski hidangan yang disajikan sangat istimewa.

“Sudah sempurna, Tuan. Tuan sudah sangat tampan,” ucapku yang baru saja membawa secawan anggur kepada seorang yang baru saja selesai berias.

Sang tuan mematut diri ke kaca, kira-kira sudah dua puluh kali dalam sepenglihatanku. Sampai sang kaca terlihat bosan untuk memantulkan bayangan tuannya lagi dan lagi. “Kau tak bohong?”

“Tidak, Tuan. Anda sungguh pria yang begitu tampan,” jawabku kepada orang ini, sambil menunduk.

"Benarkah, kau pelayan yang baik. Terimakasih kalau begitu. Sekarang aku bisa berbaur dengan yang lainnya." katanya melangkah menemui seorang wanita yang ada disitu.

Aku mengangguk. “Silahkan, Tuan. Semoga kau menikmati pestanya.”

Kemudian aku beranjak sambil membawa cawan kotor menuju dapur, tidak jauh dari lobi tempat diadakannya pesta. Langkahku terhenti seketika pada ruangan yang pintunya sedikit terbuka disitu, hal pertama yang aku dengar adalah suara pertengkaran seseorang. Tersentak aku saat melihat dari sela-sela pintu yang terbuka ternyata orang di dalam ruangan itu adalah Belinda dan Bernardo. Perasaanku jadi bercamur aduk disitu.

Hal yang lebih parah lagi, mataku terbelalak hatiku amat sangat sakit saat melihat Bernardo menahan tubuh Belinda dengan tangannya, dan dengan cepat ia mecium bibirnya.

Aku langsung menoleh kearah lain, hatiku menolak untuk melihat apa yang sudah terjadi, tanganku seketika terkepal karena begitu kesalnya. Tanpa pikir panjang lagi aku beranjak pergi dari tempat itu, meninggalkan pemandangan yang sangat buruk yang aku lihat. Aku pergi kearah dapur untuk menaruh cawan kotor yang aku bawa diatas meja, langkahku sangat cepat orang-orang yang berkerja dibagian dapur memperhatiakan tingkahku yang aneh menurut mereka. Lalu aku keluar dari pintu belakang, mendorong pintu yang terbuat dari kayu itu dengan kerasnya, hingga suaranya terdengar karena berbenturan dengan tembok. Aku memutuskan untuk pergi dari tempat tersebut, dengan perasaan yang amat menyakitkan.

Tidak ada yang mendengar, karena aku melihat bahwa semuanya telah hilang.

Melalui angin, dan langit naik ke atas awan membawa ketakutanku.

Dari bisikan angin, aku mendengarnya tak sengaja.

ikut meyakinkan, dan mengiyakan terasing bersama keriuhan.

Dia lakukan apa pun yang bisa ia lakukan,

melangkah, menangis, terjatuh, dengan begitu sempurna.

Harus saya rangkum dalam kata-kata.

mungkin aku tidak berharga, untuk bisa merawat cinta orang lain dalam hubungan jangka panjang.

Semua benar-benar berpisah dengan segudang kisah ceceran keluh kesah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tafsir Waktu   Chapter 102

    Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”

  • Tafsir Waktu   Chapter 101

    Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi

  • Tafsir Waktu   Chapter 100

    Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M

  • Tafsir Waktu   Chapter 99

    Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk

  • Tafsir Waktu   Chapter 98

    Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan

  • Tafsir Waktu   Chapter 97

    Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status