Home / Sci-Fi / Tafsir Waktu / Chapter 7

Share

Chapter 7

Author: Bias Sastra
last update Last Updated: 2021-08-10 21:32:06

Malam semakin sunyi dan udara dingin terasa semakin menusuk. Perasaanku amat kacau malam ini. Namun aku tetap melangkahkan kedua kakiku di tengah-tengah keheningan yang semakin mencekam. 

Ada sebuah perasaan yang rasanya keliru dan tidak pantas dilontarkan, tapi bibir ini tak mampu menahan getar hingga limbung dan ada yang terpeleset keluar dari liang ucap. 

"Sial! aku tidak sanggup hidup seperti ini." kataku dengan amarah.

Aku tidak tahu apa akibatnya setelah meninggalkan pekerjaanku, tapi aku benar-benar tidak sanggup untuk melihat kenyataan yang begitu pahit. Jiwa ini memberontak, aku tidak pernah ingin menyalahkan kedua orang tuaku setelah apa yang terjadi. Aku benar-benar menyayangi mereka walaupun aku harus hidup seperti ini.

Aku menyisiri jalan yang remang-remang di tengah kota. Berbicara pada malam yang redup, jangkrik yang begitu berisik, dan lampu kedap-kedip yang berbaris rapi seperti semut. Ada ratapan yang terpelihara di mataku, wajahku datar seperti menggambarkan mimik lukisan monalisa berabad lalu. Mimpiku baru saja diterbangkan kupu-kupu, terselip di antara sayapnya yang bercorak. Aku sedang meratapi kehidupanku. Mencoba menjadi lilin ditengah kegelapan, tanpa korek api.

Aku hanyalah lelaki yang terlalu naif untuk mencuri cahaya dari kunang-kunang. Mungkin dipikiranku duduk di lampu sorot sebuah taman kota lebih baik. Dipikiran tak ada yang salah dari menunggu hujan seribu cahaya dimalam yang buta.

Aku terdiam. Sedang menyelami kedalaman alam bawah sadarku. Namun, disebuah tempat yang orang lain tak begitu yakin dengan keberadaanku, sesuatu itu masih berdenyar dan menyala-nyala. Hingga seolah aku tak sanggup lagi berkata-kata.

Angin malam hanya memeluk tubuhku yang ringkih seperti selimut tebal. Ada bualan-bualan sinis dari gesek rumput yang bergoyang bak penari  latar. Tak kalah juga dengan suara burung hantu yang memecah sunyi. Bagiku,.. ini hanya malam yang biasa di kota asing dengan perasaan begitu asing. Oh, ternyata diriku sendiri juga sangat asing di mataku yang asing.

Waktu, ruang, dan takdir menjadi pemeran utamanya, sedangkan aku hanyalah kebetulan yang tercipta dari kisah ini.

Dan aku disini duduk sendiri disebuah bangku taman dengan kemeja putih yang tidak dimasukkan kedalam celana katun hitam, pakaianku amat berantakan sekali, karena frustasi rasanya ingin kucabik-cabik tubuhku sendiri, aku mengeram mengacac-ngacak rambut kelimisku. "Aaaaahhhh."

Dalam ragu aku mencoba mendekati seseorang yang cantik nan jelita yang tengah sibuk dengan pria lain, akulah seorang yang gagal, tangisanku memecahkan kesunyian. 

Aku menyenderkan tubuhku kebelakang, lalu memejamkan mata menenangkan hatiku yang tengah risau bersiap menunggu jawaban, jawaban yang akan menuntunku kearah yang lebih baik yang mungkin hanya ada dialam dunia entah berantah, menenangkan diri dari setiap kemungkinan yang terjadi pada malam ini. 

Tetapi ketika aku sedang memusatkan pikiran pada sebuah titik diatas langit, aku mendengar suara ringkihan dari sebelah kanan tempatku duduk "Hahaha," seketika hal itu membuatku melirik memalingkan wajah, tubuhku gemetar, tersentak saat tiba-tiba aku melihat ada seorang pria tua dengan rambut dan seluruh bulu di wajahnya yang berwarna putih duduk disebelahku. "Siapa orang ini, kenapa dia tiba-tiba ada disini. Padahal sedari tadi tidak ada orang selain aku ditaman ini." bergumam aku dalam hati.

Pria tua ini masih saja duduk di sebelahku. Matanya tajam menatap gedung hotel di seberang taman. Seperti menatap seorang bocah yang tertangkap basah mencuri. Kadang mengangguk, kadang menggeleng. Entah apa yang dipikirkan pria tua itu. Sesekali menghisap pipa yang terselip di sela bibirnya. Menghembuskan asapnya perlahan, menikmati aroma tembakau yang terbakar. Di pangkuannya, koran usang berwarna coklat itu rapi terlipat.

Pria tua ini masih duduk disebelahku. Dalam hitungan detik ia menoleh kearahku, bahkan kini tersenyum. Aku mencoba tenang dan membalas senyumnya dengan ragu-ragu, aku kira dia hanyalah seorang pria tua yang telah ditinggal oleh istrinya, jadi aku tidak perlu mengkhawatikannya.

Kemudian pria tua itu menyenderkan tubuhnya kebelakang dan membuka koran usang itu, aku pikir untuk apa dia membaca koran dimalam hari, apalagi ada yang aneh disitu, soal koran yang ia pegang. Aku belum pernah melihat koran seperti itu dikota ini, tulisan dan desainnya berbeda dengan koran-koran yang pernah aku baca. Warnanya sangat kusam kecoklatan, seperti koran keluaran jaman dahulu. Sesaat membuatku menelan ludah dan membatin "Siapa orang ini, dan kenapa dia begitu aneh sekali."

"Hujan, akan turun sebentar lagi!" katanya aku pikir dia sedang mengajakku berbicara saat itu.

Aku menguatkan diri, dan bertanya kepadanya dengan perlahan. "Maaf tuan, apakah kau sedang berbicara denganku sekarang?"

Dia menghela nafas dan menurunkan koran yang ia baca, "Aku bukan orang gila yang berbicara sendiri dan meratapi hidupku disebuah taman." katanya seakan menyindirku disitu.

Tetapi kenapa dia bisa tahu apa yang sedang aku lakukan, apa dia memperhatikanku sejak tadi. Yang aku tahu taman ini sepi tidak ada orang satu pun selain aku, apa dia mengikutiku sejak dari pesta tadi? apa dia adalah salah satu hadirin yang ada dipesta? sebab pakaiannya rapih dengan setelan jas, hanya saja sepertinya setelan jas yang ia kenakan modelnya sudah lama sekali beda dengan yang sekarang, "Ah! aku pikir itu pasti karena dia sudah tua, dan lebih lama hidup didunia ini." bergumam aku dalam hati.

"Apa yang kau lihat anak muda, apakah kau sedang merendahkan gaya busanaku?" tanyanya dengan pandangan yang tajam kepadaku.

Lagi-lagi aku dibuat kebingungan, seakan pria tua ini bisa membaca pikiranku. Apa aku yang sudah gila karena berpikir seperti itu? benar-benar aneh sekali.

"Apa yang kau bicarakan! apakah kau sedang menyindirku. Untuk apa kau disini, karena sejak tadi tidak ada orang ditempat ini selain aku. Dan kenapa kau bisa membaca pikiranku?" cecar aku dengan begitu penasaraan.

"Kau hanya melamun sejak tadi, maka dari itu kau tidak menyadari kedatanganku. Jadi benar kau menyindir gaya pakaianku, sungguh tidak sopan!" serunya membela diri.

"Maaf tentang itu, tetapi aku tidak bermaksud untuk menghina gaya busanamu. Tetapi kenapa kau tertawa tadi?" tanyaku.

"Hahaha, wajahmu sungguh lucu jika sedang ketakutan." ejek dia dengan tawa terbahak-bahak.

Aku pikir pria ini adalah seorang pria gila yang ditinggal oleh keluarganya, atau aku sedang berada diruang delusi membuatku merasa gila. Entah siapa yang gila tapi keadaan saat itu sangat aneh.

"Apa maksudmu orang tua, kau mengejek ya. Aku sedang tidak merasa takut sekarang ini!" geram aku kalau saja dia bukan orang tua pasti aku sudah memukul dirinya.

Seketika dia diam lalu berkata hal yang begitu menakutkan dengan mimik wajahnya itu menatapku dengan tajam "Aku bisa menciptakan rasa takut untukmu!"

Aku mengerutkan dahi dan menatap kebingungan kearahnya, apakah ini candaan yang dibuat olehnya tetapi aku menanggapinya dengan santai karena aku tidak yakin dengan dirinya "Hahaha, kau sedang bicara apa sih. Bicaramu seperti orang yang sedang melantur sejak tadi!!!"

"Aku tau kau sedang bersedih Akira, tidak perlu menutupi itu semua." cetus dia, membuat waktuku seakan berhenti, angin disekitar tidak terasa lagi, kesunyian benar terasa ketika pria tua ini bisa tahu dan menyebutkan namaku.

"Aa..aa.. apa baru saja kau menyebutkan namaku? bagaimana kau tau namaku? gagap aku bertanya dengan penuh penasaran.

"Aku tau namamu, dan banyak lagi yang aku tau tentangmu. Kau disini bersedih untuk seorang wanita dan kehidupanmu yang kelam bukan!" cetusnya.

Benar-benar tidak bisa dijelaskan oleh nalar, pria tua ini bisa mengetahui segala tentangku. Aku sampai tidak bisa berkata-kata lagi disitu. "Bagaimana orang ini bisa tau tentang kehidupanku," bergumam aku dalam hati.

"Hahaha, sekarang kau terdiam kan tidak bisa berbicara!" katanya tertawa lagi mengejekku disitu.

"Siapa kau sebenarnya pria tua?" berseru aku seketika karena sudah muak dengannya karena aku pikir dia seperti sedang mempermainkanku sekarang.

"Kau belum boleh tau siapa diriku, tapi aku punya penawaran yang menarik untukmu?" katanya dengan wajah serius.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tafsir Waktu   Chapter 102

    Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”

  • Tafsir Waktu   Chapter 101

    Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi

  • Tafsir Waktu   Chapter 100

    Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M

  • Tafsir Waktu   Chapter 99

    Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk

  • Tafsir Waktu   Chapter 98

    Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan

  • Tafsir Waktu   Chapter 97

    Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status