Share

Chapter 9

Aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut, suara langkah terdengar semakin berat, mendekat. Tiba-tiba saja bunyi tetesan air jatuh kelantai mengiringi suara cakaran di tembok penjuru ruangan, "Apa itu setauku atap rumahku tidak ada yang bocor dan rusak." gumam aku dalam hati. Semuanya terjadi begitu cepat. Dingin, gelap, ketakutan.

Semuanya terasa janggal malam ini, kenapa ini harus terjadi padaku. Aku harap kantuk segera datang. Lenyap seketika, meninggalkan luka.

"Gelap... Di mana aku?" aku bertanya sembari mendengar suara. Suara dari jantungku sendiri yang berdegup mengejar ketakutannya. Tubuhku bergeliat dan menimbulkan suara lain dari gemertak sendi tubuhku. Suara dari tubuh jauh lebih jelas dari pandanganku yang hitam.

Tidak ada yang lain kecuali aku. Aku tidak mendengar sebuah pantulan dari apapun. Pantulan yang selalu aku rasakan seperti kemarin. Dari sebuah cahaya, sampai sensasi melihat bayangan seseorang didekat jendela. Hanya diriku sendiri dikamar ini.

Mataku mencoba melihat sekeliling berusaha menerjam setitik kecil cahaya untuk menerka sekitar. Kiri kekanan, atas kebawah, depan kebelakang semua arah yang memungkinkan aku coba. Kosong. Hanya itu yang aku hasilkan dari usahaku. Mataku terasa tertutup setelah semua itu.

Tanganku digerakkan. Sebuah usaha untuk meraih sesuatu yang berada disekitar. Jemariku tidak menggenggam apapun. Tidak sekalipun mengenai sesuatu kecuali kegelapan. Aku seperti sedang berada di alam bawah sadarku. Tubuhku membujur. Merasakan bagaimana rupa pria tua yang tersenyum didalam mimpi. Dingin dan misterius.

Keringatku mulai deras. Menyelimuti setiap jengkal kulitku. Menyadarkan keberadaan sebagai satu-satunya makhluk dikegelapan ini. Aku terpejam. Tetapi otakku bekerja agar semua secara tidak logis. Kegelapan ini. Kekosongan ini, ketiadaan ini. Benar-benar membuatku keliru. Mulutku bergumam. Ingataku membawa kedalam sebuah kejadian dimana aku selalu berada dibawah tekanan. 

Baru saja aku terpejam dalam tidur, tiba-tiba mata lelahku yang terpajang menangkap banyak darah didinding rumah tepat dihadapanku ketika itu. "Ada apa ini kenapa tubuhku tidak bisa digerakkan." bergumam aku ketika tiba-tiba tubuhku sedang berdiri didekat tempat tidur. Nafasku seketika terhenti. Dan seketika aku mendongak keatas melihat banyak darah yang akan mengguyur tubuhku.

Detik-detik pertama aku hanya bisa mematung melihat pemandangan di atas kepalaku, nafasku tiba tiba tertahan dan dingin seketika menyetrum tubuh dari kaki hingga kepala. Kerongkonganku seakan tercekat dan bahkan aku lupa caranya berteriak.

Aku bangun dari tidurku tersentak, melihat disekeliling kamarku tidak ada yang berubah, semua pada tempatnya, tumpukan buku di sisi tempat tidur, terletak di tempat yang semestinya. Aku bertanya pada diriku, perasaan aneh macam apa ini? mungkin ini cuma perasaanku saja atau mungkin ini hanya semacam efek samping dari tidurku yang kurang nyenyak dimalam sebelumnya.

Pintu kamar aku buka, aku menghirup dalam-dalam udara yang ada disekitar, seolah aliran udara yang masuk itu memberi energi tersendiri pada pagi itu. Tapi setelah aku mulai tersadar dari rasa kantuk, tepatnya tersadar secara penuh, aku melihat sesuatu yang ganjil dari jendela kamarku.

Dengan penuh tanda tanya aku melihat ke luar jendela dan apa yang tersaji di depan mataku sungguh lagi-lagi membuat rasa takut mulai menjalar dalam diriku.

Tepat diseberang jalan aku melihat pria tua yang semalam berdiri termangu dengan raut muka datar tanpa ekspressi seperti yang kulihat dalam mimpiku semalam.

Aku putuskan untuk pergi keluar rumah untuk menemui pria tua itu, banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya, tetapi ketika aku membuka pintu dengan segala cahaya dari luar masuk kedalam rumahku, lagi-lagi pria itu lenyap tak nampak disana. 

Keadaan ini membuatku khawatir, Banyak hal buruk yang aku temui. Ditengah kekacauan ini aku bingung, limpung dan seakan tidak ada sandaran, tentang apa yang harus aku lakukan.

Aku melangkah menuju dapur dan duduk dikursi dekat meja makan menyandarkan tubuh kebelakang kursi yang terbuat dari kayu itu, sambil mengingat mimpi semalam, mencari-cari alurnya dari awal sampai akhir, aku menampilkannya lagi di angan-anganku. Sempat terbangun dalam keadaan yang sama seperti dalam mimpi, raut wajah ketakutan, terkejut hingga terasa nyata dan terbawa dalam bangun saat aku diguyur begitu banyak darah dalam mimpi.

Teringat dengan jelas pula malam itu listrik padam, lampu tiada yang bersinar, gelap gulita menambah kecemasan yang di rundung pilu. Kuputar ingatanku lebih jauh sebelum aku mendapat mimpi itu.

Meski telah tuntas tapi kenapa pikiran ini tak bisa jernih. Aku menuangkan segelas air dari atas meja lalu menenggaknya melewati kerongkonganku yang kering. Butir keringat yang menggulir dikepala dan leherku, atau juga sepasang mata merah ini yang memancarkan lemas, lebih disebabkan karena dugaan-dugaan tentang kemungkinan terpelik yang akan dialami; "apa lagi setelah ini, mungkinkah ada yang lebih buruk. Ah, kuharap tidak, batinku bergejolak, semoga bisa berdamai. Tapi, jika bisa berdamai.

Belum selesai aku menenggak air minum yang kedua, tersamar aku melihat seseorang duduk dikursi yang berada bersebrangan denganku. Aku terkejut, terbatuk-batuk karena air yang aku minum sampai melewati hidungku. Apa yang kulihat disitu sangat mustahil adanya? aku melihat pria tua yang tadi menghilang dipinggir jalan, kini ada dihadapanku. Dari mana orang ini datangnya?

"Hey! tenang Akira kenapa kau terburu-buru?" tanya pria tua ini dengan santainya.

"Ba..bagaimana kau bisa ada dirumahku, kau ini apa?" gagap aku menjawab dirinya.

"Kau selalu tidak sadar dengan kedatangan orang ya, bagaimana dengan tidurmu apakah nyenyak?" pria tua ini langsung memotong pembicaraan tanpa menjawabku.

"Untuk apa kau mengetahui tentang mimpiku, apakah kau ini hantu?" bentak aku padanya karena sudah dibuat bingung.

"Hahaha!" pria tua ini malah tertawa terbahak-bahak seperti sedang mendengarkan lelucoan.

"Apa yang kau tertawakan? tidak ada yang melucu saat ini." kataku dengan nada menekan.

"Apa aku tidak salah mendengar, kau berbicara tentang hantu barusan. Apa kau percaya hantu Akira?" katanya sambil terus tertawa.

Aku kira pria ini sudah gila, kenapa dia begitu santai seperti ini. Setelah banyak ketakutan yang aku alami karena disebabkan oleh dirinya.

"Tentu saja tidak sebelum ini, tapi setelah melihatmu aku percaya sekarang." kataku.

"Tenang Akira, hantu itu tidak ada. Aku hanya manusia biasa, tetapi jika aku menjelaskan siapa diriku sebenarnya, apa kau akan percaya!" jelasnya meyakinkanku.

Aku sesaat berpikir menatap pria tua aneh ini. "Tentu saja aku tidak percaya padamu, kau adalah orang aneh yang selalu datang dengan tiba-tiba dan lenyap dengan sekejap mata. Bagaimana aku bisa percaya." kataku.

"Itu terserah dirimu ingin percaya atau tidak, aku juga malas menjelaskannya, tapi aku mempunyai penawaran untukmu." katanya sambil membakar sebatang rokok yang menyelinap dijemarinya.

"Aku sudah pernah menjabnya bukan! aku tidak tertarik dengan tawaranmu itu!" jawab aku dengan penuh percaya diri.

"Hem, coba kau pikirkan lagi. Apakah kau tidak ingin mendapatkan kekayaan? Dan apakah kau tidak ingin mendapatkan wanita yang kau cintai itu?" tanya dia semakin meyakinkan.

Rasa percaya diriku seketika memudar saat dia menawarkan hal itu kepadaku, aku mulai berpikir tapi juga tidak yakin dengan kebenaraan yang pria tua ini bicarakan.

"Hem, kenapa harus aku? Kenapa kau tidak mencari orang lain saja?" kataku.

Dia tersenyum tipis dan tatapannya semakin serius melihatku, "Kau adalah orang yang terpilih Akira. Jangan menyia-nyiakan kesempatan ini. Pikirkan lagi tentang segalanya.

Dalam hitungan detik aku langsung terbuai, menundukan kepalaku memikirkan tawarannya. "Mungkin saja dia benar-benar serius dengan ini, kalau memang benar pasti aku bisa merubah hidupku lebih baik lagi. Keinginanku untuk bisa bersama Belinda bisa terwujudkan." kataku membatin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status