LOGINKevin merasa hatinya seperti tercabik-cabik. Dia merasakan sakit yang luar biasa dan tak tertahankan. Bahkan suaranya pun menjadi serak, lalu berkata, "Raisa, jangan paksa aku...""Apa aku memaksamu? Kau yang sudah memaksaku! Aku sudah bilang berkali-kali! Tapi kau yang nggak mau dengar!"Raisa meronta dengan panik, tetapi Kevin terlalu kuat.Raisa pun menggertakkan gigi dan menjegalnya, membuatnya lengah dan jatuh ke lantai.Meskipun Kevin bereaksi cepat, kepalanya tetap membentur lantai, dan sempat merasa pusing sesaat.Memanfaatkan kesempatan itu, Raisa segera bangkit. Kevin bereaksi cepat, meraih bahu Raisa dan menekan satu tangan ke belakang kepalanya. Dengan tarikan kuat, dia mempersempit jarak di antara mereka.Air mata Raisa jatuh ke wajahnya, lalu berkata, "Kevin, cepat bilang, di mana Suri?"Kulitnya yang tersentuh air mata Raisa terasa seperti terbakar.Kevin menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau kau janji mau kembali, aku akan memberitahumu!""Kau mimpi!" Sorot mata Rai
Raisa tidak pernah menaruh harapan pada Kevin, namun hatinya masih sangat terluka. Dia tak dapat memahami, sehingga dirinya dipenuhi amarah. Dia berkata, "Kevin, kau nggak mencintaiku, jadi kenapa kau terus mengikatku?"Karena keterikatannya itu, Raisa akhirnya bersekutu dengan Bravi.Karena itu, dia tidak takut pada Kevin!Namun, hati manusia memang tak terkendali.Raisa tidak takut pada Kevin, tetapi setiap kali dia bertemu dengan Kevin, luka masa lalu muncul kembali berulang kali. Raisa merasa sedih dan terluka.Dan setiap kali bertemu, Raisa harus menghidupkan kembali kenyataan bahwa Kevin tak pernah peduli padanya dari awal hingga akhir.Hal ini tak diragukan lagi memperdalam rasa sakitnya!Raisa tak tahan lagi dan bertanya, "Kenapa? Kenapa kau masih terus menggangguku?" Setiap pertanyaan menggedor gendang telinganya. Kevin tak bisa lagi duduk diam. Dia berdiri. Jarang sekali dia mengungkapkan pikirannya kepada Raisa, tetapi saat itu, dia hampir saja berkata bahwa dia tidak ingin
Kevin sangat peduli pada Siska, sehingga Raisa tak bisa menyalahkan semua hal ini pada Suri, kalau tidak, amarah Kevin akan terarah pada Suri.Raisa yang harus disalahkan, jadi dia berbohong!Tetapi ini bukan kebohongan.Jika mencintai seseorang, tentu saja tak akan bisa menerima kalau pasangan kita memberi perhatian berlebihan terhadap perempuan lain.Jadi, kata-kata itu semua berasal dari hati Raisa!Dia baru mengungkit hal ini setelah perceraian, meskipun sia-sia.Tetapi daripada menahannya sendiri, ternyata meluapkan perasaannya, lebih baik dari yang dia bayangkan.Kevin mendapatkan jawaban yang pasti, jawaban yang ingin didengarnya, dan dia benar-benar merasa tenang.Saat menenangkan diri, rasa jijik di sorot mata Raisa membuatnya panik.Jantung Kevin menegang. Dia menggertakkan gigi sebelum berkata, "Kenapa kau nggak bilang waktu itu?""Apa gunanya kalau aku bilang?""Mana mungkin nggak berguna? Kalau kau nggak bilang apa-apa, mana aku bisa tahu apa yang kau pikirkan? Mungkin aku
Ucapan Kevin benar-benar arogan!Raisa tidak lagi peduli pada Kevin, dia bahkan sangat ingin meninju pria itu. Namun, kata-kata memang bisa sangat menyakitkan, dan tatapan mata bisa sangat menusuk hati. Raisa bahkan bertanya-tanya apakah dia sudah berutang sesuatu pada Kevin di kehidupan sebelumnya!"Kita sudah bercerai. Walaupun aku menikah sama laki-laki lain sekarang, itu sudah nggak ada hubungannya sama kau! Mengerti?"Kevin sudah kebal terhadap semua itu. Dia sama sekali tidak peduli dengan kemarahan dan keluhan Raisa, lalu berkata, "Nggak perlu kau ingatkan, aku juga sudah tahu."Kevin berkata, "Aku cuma mau bertanya satu hal. Kalau kau nggak menjelaskan dengan benar, jangan harap bisa bertemu Suri lagi."Tangan Raisa yang terkulai di samping, mengepal, lalu perlahan mengendur, dan mengepal lagi. Sorot matanya berkilat dingin dan tajam.Kevin bersungguh-sungguh.Dia menggertakkan giginya dan berkata, "Mau tanya apa?""Bukannya lebih baik kalau kau mendengarkanku dari tadi?" Kevin
Raisa berdiri di pintu, mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Dulu, Kevin mudah marah dan cepat tersinggung, tetapi dia bukan tipe yang akan menculik orang begitu saja, walau sedang bertengkar sekalipun. Oleh karena itu, Raisa tidak tahu apa yang akan dilakukan Kevin.Apa pun skenarionya, wajah Raisa sangat pucat dan tegang dipenuhi kekhawatiran.Dia terdiam beberapa saat, tangannya hendak menyentuh gagang pintu, namun pintu tiba-tiba terbuka dari dalam.Raisa langsung mendongak.Dia melihat wajah Kevin yang dingin dan tajam seperti pisau.Dia sangat mengenal wajah itu, tampan, tegas dan gagah. Siapa pun yang melihatnya untuk pertama kali pasti akan terkesima dengan penampilannya. Namun di mata Raisa, Kevin hanyalah seperti sup penawar mabuk yang sudah basi, tampak menjijikkan.Raisa mengepalkan tinjunya, amarahnya yang terpendam langsung meledak. Di bawah tatapan dinginnya, Raisa menuntut dengan suara dingin, "Kevin, kalau kau punya masalah, hadapi saja aku! Kalau kau berani menyakit
Sorot mata Kevin semakin dingin, emosi negatif di dalam dirinya bergejolak liar.Sekarang dia harus mengakui fakta bahwa Raisa sudah memengaruhi emosinya.Dia tidak pernah memberi Raisa kekuasaan sebesar itu untuk memengaruhinya, namun hal itu tetap saja terjadi.Kevin tidak mau mengakuinya, tetapi hatinya benar-benar tak bisa dikendalikan.Sudah lama dia tidak merasakan hal semacam itu, dan rasanya sungguh tidak menyenangkan.Kevin teringat perkataan David dan Rey, dia tiba-tiba mencengkeram gelas itu dengan erat, jari-jemarinya memutih, seolah-olah dia akan menghancurkan gelas itu sedetik kemudian!...Keesokan harinya, hari bekerja.Saat Raisa hendak pergi ke kantor, dia bertemu dengan Bravi.Mereka bertukar pandang, dan Raisa seperti biasa, menyapanya dengan sopan, "Pak Bravi."Bravi pun mengangguk, tidak berkata apa-apa lagi.Interaksi semacam itu tampak wajar saja, tetapi mungkin hanya imajinasinya saja, suasana saat itu terasa sangat canggung.Sesampainya di tempat parkir, merek







