Saat Raisa mengalami keguguran, Kevin malah asyik merayakan kepulangan mantan kekasihnya. Tiga tahun pengabdian dan pengorbanan yang dia lakukan, hanya dianggap tak lebih dari sekadar pengasuh dan koki di rumah. Raisa pun merasa sakit hati dan bertekad untuk bercerai. Bahkan sahabat yang tahu tentang hubungan mereka menganggap Raisa seperti lem yang kuat dan tak bisa dilepas sama sekali. "Aku yakin kalau Raisa akan kembali dalam satu hari." Namun Kevin menyanggahnya, "Satu hari? Kelamaan, paling lama setengah hari, dia pasti kembali." Raisa sudah mantap ingin bercerai, dia memutuskan untuk tidak menoleh lagi ke belakang dan mulai sibuk dengan kehidupan barunya, sibuk dengan karier yang pernah ditinggalkannya, dan sibuk membangun relasi baru. Seiring berjalannya waktu, Kevin mulai kehilangan sosok Raisa di rumah. Kevin tiba-tiba panik. Di sebuah pertemuan industri, dia melihatnya sedang dikelilingi kerumunan orang-orang yang kagum padanya. Dia pun bergegas maju tanpa peduli apa pun, "Raisa, apa kamu belum cukup membuat masalah?" Bravi tiba-tiba berdiri di depan Raisa dan mendorongnya dengan satu tangan, lalu berkata dengan tegas, "Jangan sentuh kakak iparmu!" Kevin tidak pernah mencintai Raisa selama ini, tetapi ketika dia sudah jatuh cinta padanya, tak ada lagi tempat tersisa untuknya.
View More“Kalau begitu, doakan saja mereka.” Opini warganet baik di dunia maya maupun nyata, sebenarnya tidak jauh berbeda. Oleh karena itu, Raisa tidak terlalu terkejut.Suri terdiam beberapa saat. Di satu sisi, dia senang karena Raisa tampaknya sudah tidak terlalu peduli, tetapi di sisi lain dia merasa muak dengan pria brengsek itu.Bagaimanapun juga, Raisa yang terpenting.Dia tidak ingin peduli, maka biarkan saja. Suri pun menahan rasa muaknya dan tidak melanjutkan pembicaraan. Setelah mengobrol sebentar, keduanya menutup telepon.Memang benar, Raisa sudah tidak tertarik lagi pada berita tentang Kevin dan Siska, tetapi tetap saja dia membuka topik terhangat di internet. Dia langsung mengabaikan nama keduanya.Dia menggulir dari atas hingga bawah, tetapi tidak menemukan nama Bravi. Semakin besar proyek amal ini terekspos, tentu semakin baik. Pihak Keluarga Sastranegara pasti akan mempromosikannya secara besar-besaran.Dengan adanya sosok seperti Bravi, hanya dengan menyebarkan satu foto sa
“Itu cuma asumsi, kenyataannya sama sekali nggak masuk akal. Jadi, jangan membantahku dengan fakta. Aku cuma penasaran saja mau tahu pendapatmu.”“Oh ya, satu lagi, anggap saja dia nggak ada hubungan sama Kevin. Kalau Bravi menyukaimu, kamu gimana?”Bayangan yang tidak sesuai kenyataan hanyalah angan-angan. Raisa tidak suka berandai-andai. Tetapi karena ini hanya obrolan santai dengan sahabat, dia tidak terlalu mempermasalahkannya.Dia pun memikirkannya dengan serius.“Pertama, anggap Bravi menyukaiku. Kedua, dia nggak ada hubungan sama Kevin. Kalau begitu, mungkin jarang yang akan menolak dia, kan? Soalnya, Bravi itu ganteng, kaya, dan punya tubuh yang bagus. Itu saja sudah cukup bikin perempuan senang.”Suri bertanya, “Jadi, apa jawabanmu?”“Pandangan seseorang akan berubah sesuai dengan pengalaman hidupnya. Suri, setelah aku gagal dengan Kevin, kamu tahu apa perubahan paling besar dalam diriku?”“Pandangan soal cinta?”“Benar. Pandanganku tentang cinta berubah. Kalau soal pertemana
Raisa akhirnya merasa tenang.Bravi sangat berprinsip, jika bukan uangnya, sepeser pun tak akan dia ambil. Tetapi jika memang miliknya, dia pasti akan menerimanya.Setelah makan malam, Raisa mulai membereskan bekas makan mereka.Bravi berkata, “Biarkan saja, itu bukan tugasmu. Ada orang yang beresin nanti.”Raisa tahu dia punya kebiasaan bersih dan rapi, jadi dia mulai membereskan lebih dulu. Karena sudah setengah jalan, dia sekalian merapikannya sampai bersih. Terakhir, sambil membawa kantong sampah dan jas luarnya, dia berkata, “Selamat malam,” lalu membuka pintu dan pergi.Bravi saat ini sudah duduk di sofa. Dia melihat pesan yang sebelumnya dikirim oleh Richard.[Tadi saat aku bilang mau antar Raisa pulang, eh kau tiba-tiba bilang bosan dan malah ikut pulang. “Tiba-tiba”mu itu terlalu mencurigakan. Ayo ngaku, sebenarnya kau yang ingin mengantar Raisa pulang kan?]Bravi menjawab, [Iya.][Dasar licik! Sudah kuduga!]Richard menulis, [Maksudmu apa, sih? Tadi waktu Raisa bilang terim
Saat melihat Bravi tidak mengganti sepatunya, Raisa pun membatalkan niatnya untuk pulang mengambil pelindung sepatu.Dia sudah pernah datang ke rumah ini dua kali sebelumnya, dan setiap kali datang, rumah itu selalu bersih dan rapi, seolah-olah ada yang membersihkannya setiap hari.Namun sebelumnya, Raisa sendirian, tapi hari ini Bravi juga ada di sana. Ada sedikit rasa tidak nyaman. Tetapi, masih bisa diatasi.Raisa meletakkan tas berisi jas Bravi, lalu membawa makanan ke meja makan, membukanya satu per satu dengan sangat alami seolah-olah sudah sering melakukannya.Setelah mencuci tangan, Bravi duduk di meja makan.Raisa pun berkata, "Silakan makan, Pak. Selamat malam."Baru saja hendak pergi, suara dingin pria itu terdengar, "Sebanyak ini, aku nggak akan habis."Porsi makanan itu memang sudah dikurangi separuh oleh Raisa, tetapi Bravi sebelumnya memesan untuk empat orang, meskipun setengahnya, masih tetap tidak akan habis.Raisa hanya ingin pulang dan beristirahat. Dia sempat ragu
Pandangan Bravi sejak tadi beralih dari wanita itu. Dia menunjuk ke arah makanan yang memenuhi meja. "Makan dulu."Richard langsung mengajak Raisa untuk bergabung.Raisa memperhatikan wajah Bravi. Dia tampak tenang, tidak bisa ditebak apa yang dipikirkannya. Tetapi karena tidak bicara apa pun, mungkin karena sudah dianggap lolos.Dia melirik makanan di atas meja, lalu berkata, "Aku pulang duluan, kalian makan saja."Richard terkejut. "Kok buru-buru banget, ada urusan?"Raisa mengangguk pelan. Richard menyikut Bravi dan berbisik, "Suruh dia tinggal di sini." Dia mengerti, Raisa hanya akan mendengarkan kata-kata bosnya.Tapi Bravi tampak acuh tak acuh. Raisa pun bangkit berdiri, nada bicaranya sopan tapi berjarak, "Pak Bravi, silakan dilanjutkan. Saya pulang dulu, terima kasih untuk malam ini."Richard ikut berdiri. "Kenapa harus sesopan itu? Cuma masalah kecil saja. Kalau bukan karena Bravi lebih cocok untuk menghukum gadis bau kencur itu, aku pasti yang akan datang membantumu. Lebih
“Benar, aku masih ingat terakhir kali main kartu, bosmu menang. Tapi kami berempat, masing-masing menang besar, dan memenangkan kembali semua uang yang susah payah dia menangkan, bahkan dia masih harus nombok,” kata Richard dengan penuh kemenangan.Raisa menoleh ke arah Bravi. Dia tak berkata apa-apa, itu berarti memang benar.“Ayo lanjutkan,” kata Angga.“Kami nggak akan mengalah,” tambahnya.Surya juga mengangguk setuju.“Hari ini kita tiga pria sejati, nggak perlu jaga gengsi.”Richard semakin bersemangat melihat kekacauan. Bravi jarang sekali menetapkan target untuk Raisa, akan membosankan jika langsung menang. Dia harus terus kalah, agar bisa terus bermain.Menghadapi tantangan dari ketiganya, Raisa tersenyum. “Nggak masalah, ayo.”Richard langsung bersemangat dan berkata, “Wah wah wah, Bravi, sekretarismu menantang kami! Kau bertaruh kami yang menang atau sekretarismu ini yang menang?”Bravi masih tampak malas untuk berbicara.Raisa yang biasanya dingin seperti mesin, kini menjaw
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments