Aku sama sekali tidak curiga padanya, aku percaya bahwa Miranda adalah gadis yang baik, dia sopan dan tahu diri. Sejak bergaul dengannya aku jadi merasa punya teman yang benar-benar mengerti perasaanku, aku sering mengajaknya curhat dan dia merupakan pendengar yang baik, ia selalu memberiku solusi dan bisa membuatku terhibur.
Suatu hari kuajak ia ke rumah, tadinya ia menolak dengan alasan sibuk, tapi karena aku mengundangnya dengan cara mendesaknya maka dia tidak punya pilihan lain.Pertama kali masuk ke rumahku wanita itu tercengang melihat interior rumah, baru di masuk saja kami sudah disambut dengan foyer dan meja konsole marmer italy, ada cermin estetik di bagian, lalu menuju ke tengah, ada tangga kembar menuju lantai, sebelah kanan ruang tamu dan sebelah kiri ruang keluarga dengan smart tv ukuran jumbo. Di bagian void ada lampu gantung dengan desain mewah dan meja bundar dengan vas rangkaian bunga Peony berukuran besar.Dia tercengang menatap rumahku."Kenapa aku suka desain rumahmu Mbak artistik dan sangat estetik. Tapi sayang tidak ada foto keluarga," ujarnya tertawa kecil."Aku aku memajang foto keluarga di lantai 2 karena menurutku itu tidak harus diperlihatkan kepada semua orang yang datang.""Hmm, prinsipmu bagus. Seorang wanita memang hanya pantas memamerkan diri di hadapan suaminya," jawabnya. Tapi beberapa saat kemudian ia seolah menyadari perkataannya sendiri yang jomplang dengan isu bahwa ia seorang penggoda suami orang. Wanita itu tersenyum gugup dan nampak gelisah menyembunyikan perasaannya sendiri. Iya menundukkan pandangan dan meremas jemarinya sementara aku hanya tersenyum dan berusaha menenangkannya."Santai aja, aku orang yang terbuka. Aku sudah bilang anggaplah aku seperti kakakmu dan rumah ini anggaplah seperti rumahmu sendiri.""Iya, Mbak."Aku sendiri tak terlalu ambil pusing, selama ia tidak berhubungan dengan suamiku maka aku tidak berhak mencampuri kehidupan pribadinya.""Hai Tante ..." Anak-anakku yang baru pulang sekolah menyapa Miranda yang kuperkenalkan kepada mereka.Ivanka dan Nora yang ini duduk di kelas 4 SD sementara Zain dan Malik duduk di kelas 2 SD. Dua pasang kembar kebanggaanku itu, mereka terdidik untuk bersikap sopan dan ramah terhadap tamu."Hai, senang bertemu kalian, namaku Miranda, Aku adalah sahabat Ibu kalian.""Senang berjumpa Anda tante," jawab Ivanka anak sulungku yang cantik.Tidak membutuhkan waktu lama untuk dia akrab bersama anak-anakku, wanita yang memang berprofesi di bidang seni itu langsung mengajari anak-anakku untuk melukis dan mendesain. Pun anak-anak sangat menyukainya, mereka antusias menggambar dan mengobrol ria dengan Miranda. Aku sendiri ke dapur dan menyiapkan buah tanpa firasat apa apa.Kring ... Ponselku berdering saat aku sedang memotong apel. Biasanya menjelang jam 03.00 sore seperti ini Suamiku akan pulang dari kantornya. Kebetulan aku meminta asisten untuk masak lebih banyak karena aku ingin memperkenalkan Mas Alfian dengan Miranda lewat makan siang bersama, siapa tahu mereka bisa bekerja sama.Bukan tanpa alasan Aku sendiri sudah melihat hasil kerja miranda di mana itu sangat relate dengan pekerjaan suamiku. Jika dia menarik mirandakan perusahaan dan timnya, mungkin itu akan menambah nilai suamiku sehingga ia bisa dipromosikan."Sayang kau masak apa?" Suamiku selalu menanyakan hal itu sebagai kebiasaannya dia memang terbiasa dengan hidangan rumah dan jarang sekali makan di luar."Aku masak semur ayam dan sup. Juga pecel dan sambal hati bumbu pedas.""Ah aku benar-benar lapar mendengarnya tapi sayang Aku tidak bisa pulang sekarang karena aku ada rapat dadakan dengan pihak departement store yang akan bekerjasama dengan kami.""Oh, kalau begitu tidak apa-apa, Mas. Sejujurnya aku ingin memperkenalkanmu dengan desainer interior yang aku bicarakan kemarin, dia berbakat sekali, dia datang ke rumah dan kini sedang menggambar dengan anak-anak.""Oh, ya, sayang sekali aku tidak bisa menemuinya. Kurasa idemu untuk mempekerjakan seorang desain interior di perusahaan jasa pembangunan akan menguntungkan. Dengan demikian kami bisa membuka departemen baru di mana itu akan semakin menambah pendapatan perusahaan kami. Aku juga akan mencari orang-orang yang sama seperti kandidat yang kau calonkan.""Sayang sekali kalian tidak bisa bertemu hari ini ya...""Iya," jawabnya pelan. "Boleh tahu nama desainer itu?""Miranda Valencia.""Oh ... be-benarkah!" Mendadak suamiku terdengar ragu dan gugup."Kenapa Mas? Kau mengenalnya?""Ti-tidak, a-aku baru pertama kali mengenalnya. Ka-kalau begitu aku tutup telponnya ya." Mendadak suamiku jadi gagap dan sepertinya ia terkejut sekali."Ya sayang, hati-hati di perjalanan pulang ya.""Ya."Kututup telepon lalu melanjutkan pekerjaanku. Di saat bersamaan Miranda datang dan terlihat membawa palet cat air ke dapur."Aku ingin mencuci palet ini.""Letakkan saja di situ biar asisten yang mencucinya tanganmu bisa kotor," ujarku."Ah, tidak apa apa," jawabnya sambil menuju wastafel dan menyalakan keran."Aku senang dengan anak anak Mbak, aku nyaman saat berada di sekitar mereka. aku juga bermimpi suatu saat bisa menikah dan memiliki banyak anak sepertimu," ujarnya."Aaamiin, Semoga apa yang kau harapkan bisa terjadi.""Sebenarnya aku ingin jujur juga....""Apa itu?" Aku langsung menghentikan aktivitasku mengupas buah."Sebenarnya rumor itu benar adanya, Aku sedang menjalin hubungan dengan pria beristri," jawabnya dengan ekspresi sedih. Sontak aku terkejut dan pisau terlepas dari tanganku. Aku tercengang mendengar pengakuannya tapi tidak pantaslah aku untuk menghakiminya karena aku sendiri tidak tahu Apa latar belakang yang menyebabkan semua itu terjadi."Ekm, begitu ya....""Aku tahu setelah ini Mbak akan membenciku ... Tapi ada beban tersendiri ketika aku tidak jujur padamu, padahal dari sekian banyak orang di kota ini satu-satunya orang yang mengajakku berteman dan peduli padaku, hanya kamu Mbak." Dia mulai bercerita sambil meremas tangannya."... Aku tidak ingin menyembunyikan apapun agar Mbak tahu persis dengan siapa Mbak berteman. Kalau Mbak memang tidak mau bergaul denganku lagi, aku akan pergi sekarang," ujarnya dengan air mata menetes."Situasinya sulit sekali ya..." Aku juga jadi canggung sendiri mendengar penuturan Miranda."Aku berusaha untuk tidak terjebak dengan hubungan itu, tapi semakin ingin menjauh semakin gila rasanya diri ini. Aku berusaha melupakannya tapi semakin berusaha, aku semakin depresi. Andai bisa memilih dengan mudah, aku lebih baik mati saja daripada terjebak dengan perasaan seperti ini," ujarnya dengan air mata yang begitu memilukan.Aku jadi iba tapi di sisi lain aku tidak mengerti apa yang harus aku lakukan dengan dirinya. Mau marah tapi aku tidak berhak, kalau aku mengakhiri pertemanan dengannya, hanya karena ia punya hubungan pribadi seperti itu, rasanya itu sama sekali tidak etis.Bagaimana ini."Kemarilah ...." aku langsung mendekap wanita itu ke dalam pelukanku, sementara ia semakin tergugu di bahu ini dengan pilu.Aku mengerti sekali bagaimana dilema perasaan yang sedang dialami wanita itu. Ia pasti sangat jatuh cinta dengan kekasih kebanggaannya di mana ia selalu menceritakan hal baik-baik tentang pria pujaannya itu. Dia bahagia bersamanya dan bangga memilikinya.Tapi di sisi lain lelaki itu punya istri. Bagaimanakah perasaan istrinya yang sudah setia menunggu di rumah. Pasti wanita itu akan tercabik-cabik perasaannya kalau tahu suaminya berkhianat. Ketika seorang wanita sudah dilukai dan kecewa maka akan sulit mengembalikan perasaan dan kepercayaannya. Jika wanita itu merasa murka dan memilih bercerai bagaimana pula nasib anak-anak mereka. Ah, aku harus menghentikan Miranda untuk terus berada di antara hubungan pasangan halal. Dia cantik dan karirnya cemerlang, dia pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik dan hanya mencintai dia satu-satunya sebagai wanita."Kemarilah,
Sudah dua tahun hubungan kami, tapi Mas Alfian belum kunjung menunjukkan keinginannya untuk melamarku. Ya, dia tidak mungkin melakukannya karena kesepakatan Kami adalah melanjutkan hubungan seperti ini saja tanpa pernah terungkap ke publik apalagi sampai dibawa ke jenjang pernikahan.Kata orang, Hanya wanita bodoh yang mau jadi gundik seumur, hanya wanita yang tidak tahu diri dan tidak menghargai solidaritas sesama wanita yang akan menyakiti makhluk yang sama seperti dirinya."Aku harus bagaimana?" Aku kembali termenung sambil memeluk diriku, duduk di sisi dinding yang pemandangannya langsung mengarah ke gedung gedung dan situasi kota di malam hari. Kelip lampu lampu begitu cerah, berbeda dengan masa depanku yang belum jelas arah tujuannya.Ting tong!Bel apartemenku berdering, aku langsung bangkit karena sudah tahu siapa yang datang. Begitu kubuka pintu, mas Alfian yang sudah di sana dan menatap diri ini dengan tajam."Sayang, Alhamdulillah kamu mampir juga," ucapku yang tak sa
Aku terbangun dalam posisi tidur sendirian, kucari suamiku dengan dada berdebar, isu perselingkuhan yang sedang merebak di komplek kami membuat diriku khawatir kalau ternyata pelakunya adalah suamiku.Dengan langkah yang begitu cepat kau cari dia ke semua sudut rumah sehingga aku mendapatinya tertidur di sofa dalam keadaan TV yang masih menyala. Kuhampiri dirinya lalu kubangunkan dia dengan perlahan."Mas.""Iya?""Pindah ke kamar yuk, kau dari mana aja sih.""Urusan kerjaan." Ia menggeliat lalu bangun dan beranjak di kamar dengan langkah yang lesu. Waktu menunjukkan pukul 03.00 pagi dan aku sama sekali tidak menyadari kedatangannya."Maaf ya, karena belakangan ini aku jarang menemanimu atau memberimu nafkah batin.""Iya Mas, tak apa, aku mengerti kau sibuk.""Aku menyiapkan hadiah dibawa sofa ruang tv sebagai bentuk permintaan maafku yang jarang menemanimu.""Oh ya, kok sempat-sempatnya kamu menyiapkan hadiah padahal kamu sangat pusing dan sibuk dengan kerjaan Mas?""Bagiku, Tidak ad
Lututku langsung gemetar, dadaku berdebar seolah jantung direnggut dari rongga dada. Aku syok sekaligus mulai timbul berbagai penafsiran dalam benakku mengingat sekarang ini santer sekali isu perselingkuhan di mana pelakunya adalah salah satu diantara kami yang ada di komplek ini."Ada apa sayang?" Tanya suamiku yang mengejutkanku dari belakang aku langsung membalikkan badan dan gugup.Aku berusaha tersenyum meski bola mataku dipenuhi genangan air mata, ia terheran-heran melihatku."Ada apa sih?" Ketika melihatku memegang label pakaian pria itu langsung mengerti."Oh aku bisa jelasin, sebenarnya aku mau beli baju berwarna putih tapi ketika melakukan pembayaran, aku berubah pikiran kalau warna merah lebih pantas untukmu, makanya tanpa sengaja ada dua struk belanja.""Oh begitu ya...."Aku seketika langsung merasa lega."Aku yakin Kau pasti syok dan banyak pikiran," ujarnya sambil memelukku."Iya Mas, aku nyaris saya tak mampu bernapas membayangkan semua masalah ini.""Sudahlah, jangan k
"Ada apa Miranda?" Aku langsung mendekat dan menanyai wanita itu sementara ia semakin pucat dan terus menggelengkan kepala dengan muka yang syok."Mas ...." Ia langsung meneteskan air mata, mimik bibirnya mengisyaratkan bahwa ia kenal betul suamiku."Jadi kau kekasih suamiku?" tanyaku dengan tenggorokan tercekat. Ia juga menelan ludah dengan susah payah. Wanita itu kehabisan kata-kata kecuali hanya bisa menggeleng dan menolak argumenku."Jadi, ini gaun yang katamu kau berubah pikiran, Mas?" tanyaku pada Mas Alfian.Mas Alfian dengan segala kegugupan dan rasa bersalahnya segera mendekat dan menarik tanganku lalu mengajakku untuk bicara lebih jauh ke pintu utama."Tolong jangan bikin keributan aku bisa menjelaskannya," desisnya, Miranda yang juga tengah kebingungan dan syok juga mengikuti kami lalu langsung mendengarkan perkataan, suamiku."Mas, inikah sebabnya kamu melarang saya bersahabat dengan mbak Ghaida, ternyata dia istrimu, Mas?" Kelihatannya wanita itu juga terkejut, ekspresi
Sebenarnya aku tidak ingin pergi ke acara jamuan makan itu karena aku punya tugas untuk mendesain ruangan sebuah apartemen milik klienku.Mungkin aku berusaha membantu Mbak Gaida meski aku tak jarang meluangkan waktu dan meninggalkan pekerjaan. Bagiku menjaga hubungan pertemanan dan keakraban sungguh sangat baik, ditambah sekarang ini jarang sekali kita bisa mengenal orang-orang yang tulus.Mbak Gaida sangat baik dan memperlakukanku dengan layak. Dia sangat tulus padaku bahkan membelaku meski aku sudah mengatakan padanya bahwa saat ini aku telah menjadi hubungan dengan seorang lelaki yang sudah punya istri. Dia tidak menghakimi apa lagi menghujatku. Dia menghargai pilihanku meski Ia tetap memintaku untuk mengakhiri hubungan karena mengingat hal itu akan menyakiti istri dari pacarku.*"Aku izin pergi ke mall bersama temanku ya," ucapku kepada kekasihku saat aku sedang meneleponnya di jam istirahat. 2 jam lagi mbak gaida akan menjemputku jadi aku harus segera bersiap."Temanmu yang m
Tak mau terlalu lama terkapar di kamar mandi, aku segera bangkit untuk mencuci muka dan memperbaiki riasan wajahku. Tertatih diri ini meraih sisi wastafel, berdiri tubuhku menatap pantulan cermin yang menggambarkan diri ini begitu menyedihkan.Selagi aku di atas sini entah apa yang dilakukan Miranda dan Mas Alfian, wanita itu secepat kilat memenangkan hati semua orang sementara aku tidak bisa berbuat banyak.Kalau ternyata wanita itu tahu jika selama ini aku adalah istri kekasihnya, maka tentu saja sekarang dia dan Mas Alfian yang sedang merayakan kebodohan dan kenaifanku. Aku bisa bayangkan mereka saling melirik dan tersenyum melihat betapa syoknya diri ini mengetahui kalau mereka saling kenal.Kususuri tangga dengan sandal biasa, kutinggalkan sepatu hak tinggi yang sudah kukenakan sejak tadi. Aku muak, aku benci kembar dengan wanita itu seakan semuanya sudah diatur oleh Mas Alfian, kejadian hari ini seakan sesuatu yang sudah disetting agar terjadi sesuai dengan kehendak seseorang.S
Sepulang dari rumah Mbak Gaida.Sepanjang malam Mas Alfian terus berusaha menghubungiku, dia terus minta maaf atas ketidak sengajaan yang terjadi di rumahnya tapi aku mengabaikannya. Ia terus minta maaf dan mengancam kalau aku tidak kunjung membalas pesannya maka dia akan mendatangiku ke apartemen.(Aku mau tidur, cukup mengirim pesan, aku pusing Mas, masalah yang ada cukup menekan pikiranku. Aku mohon agar kau bisa memikirkan langkah selanjutnya esok hari, agar aku dan istrimu dapat keadilan.) Begitu balasku.(Keadilan macam apa yang kau tuntut, kau tahu sendiri hubungan kita akan ke mana arahnya.)(Aku memang bodoh, Mas. Aku mau dijadikan selingkuhan olehmu. Aku tahu persis bahwa aku hanya gundik yang dipakai untuk memuaskanmu, aku hanya pemuas nafsumu kan, tak payah aku berharap, jadi jangan memilihku!"(Jangan berpikir begitu. Kau tahu persis bahwa aku mencintaimu.)(Kata cinta saja tidak cukup membuktikan perasaanmu, sudah cukup Mas! Besok istrimu akan mengajakku berjumpa, ak