Share

6. G: kasihan tapi harus bagaimana

"Kemarilah ...." aku langsung mendekap wanita itu ke dalam pelukanku, sementara ia semakin tergugu di bahu ini dengan pilu.

Aku mengerti sekali bagaimana dilema perasaan yang sedang dialami wanita itu. Ia pasti sangat jatuh cinta dengan kekasih kebanggaannya di mana ia selalu menceritakan hal baik-baik tentang pria pujaannya itu. Dia bahagia bersamanya dan bangga memilikinya.

Tapi di sisi lain lelaki itu punya istri. Bagaimanakah perasaan istrinya yang sudah setia menunggu di rumah. Pasti wanita itu akan tercabik-cabik perasaannya kalau tahu suaminya berkhianat. Ketika seorang wanita sudah dilukai dan kecewa maka akan sulit mengembalikan perasaan dan kepercayaannya. Jika wanita itu merasa murka dan memilih bercerai bagaimana pula nasib anak-anak mereka. Ah, aku harus menghentikan Miranda untuk terus berada di antara hubungan pasangan halal. Dia cantik dan karirnya cemerlang, dia pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik dan hanya mencintai dia satu-satunya sebagai wanita.

"Kemarilah, duduk di sini," ucapku sambil menarik tangannya lalu mengajaknya duduk di teras samping. Anak-anak masih sibuk dengan gambar dan cat air mereka di depan TV.

"Kemarilah Miranda, biar aku bicara." Wanita yang masih mengusap air matanya itu seolah tidak berdaya untuk mengikuti semua perkataanku.

"Dengar Dik, aku mengerti perasaan bahwa kau sangat mencintai lelaki itu, siapapun dia. Tapi coba kau pikirkan andai kau jadi istri dari lelaki itu. Tidakkah kau akan sangat terluka jika kau tahu suamimu berhubungan dengan wanita lain?"

Ia mengangguk dan air matanya semakin deras, ia mencoba menghalau tangisannya tapi semakin ia mencoba semakin saja ia menangis. Aku jadi semakin kasihan saja.

"Aku merasa bersalah sampai puncaknya aku menelan banyak pil tidur untuk bunuh diri. Kekasihku mengetahui hal itu dan dia langsung melarikanku ke rumah sakit, dia menangis dan meraung di pelukanku serta memohon kepadaku agar tidak melakukan hal bodoh lagi. Dia bersumpah dia tidak bisa hidup tanpa aku dan kalau aku mati maka dia pun akan ikut bunuh diri."

"Separah itukah? Apakah perasaan dan hubungan kalian sudah begitu jauh?" tanyaku dengan leher tercekat, aku jadi merasa iba kepada wanita yang diselingkuhi oleh suaminya itu tapi di sisi lain aku kini bersahabat dengan pelakornya.

Tidak menjawab perkataanku tapi, Miranda semakin saja tenggelam dalam tangisannya.

"Aku tidak melihat kebohongan di wajah kekasihku saat ia mengatakan kalau dia akan mengakhiri hidupnya begitu aku meninggalkannya. Dia bilang selama kehidupannya sudah begitu tertekan oleh kepentingan istri dan perintah mertuanya! Dia bilang hanya saat bersamaku saja dia bisa bernafas saja dan menikmati hidupnya dengan baik."

"Sungguhkah?"

"Iya Mbak."

"Ya Tuhan.... Lalu kenapa lelaki itu tidak bercerai saja dari istrinya Jika dia memang memilih dirimu. Jujur dan memilih salah satunya, lebih baik dibandingkan dia harus Jadi pecundang yang terus menyembunyikan permainan kotornya."

Miranda semakin tenggelam dalam tangis begitu aku menyebut perselingkuhan mereka sebagai permainan yang kotor.

"Mbak, kau pasti berada di pihak wanita itu!"

"Tidak juga Miranda, aku juga kasihan padamu," jawabku sambil meraih tangannya.

"Meski aku tidak tahu apa yang harus kuputuskan tapi makasih ya mbak,.sudah mendengarkan semua curhatanku..."

"Iya Miranda... Keputusanku tetap ingin kau mengakhiri hubungan dengan lelaki itu selama ia tidak memilih sendiri keputusannya."

"Aku akan coba bicara padanya."

"Baguslah, semoga lelaki itu bisa mengambil keputusan," jawabku sambil menghela napas.

Usai makan siang dengan anak-anak Miranda yang sudah terjebak dengan kesedihannya akhirnya memutuskan untuk pulang. Ia mencium tanganku lalu melambaikan tangan pada anak-anak lalu meluncur pulang.

Ah, dalam hatiku, Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik semoga wanita cantik itu menemukan takdir terbaik dalam hidupnya. Sayang sekali wanita muda berprestasi sepertinya harus menjadi istri kedua, dia akan menerima cacian dan stigma buruk di mata masyarakat. Ah, sungguh kasihan.

*

Beberapa saat kemudian suamiku pulang, ia nampak penat dan kusut sekali dengan jas yang sudah ia sampirkan di bahunya. Melihat ia lesu seperti itu aku segera menyambut dan memeluknya.

"Bagaimana hari ini?"

"Baik, tapi aku lelah sekali, sepertinya otakku menciut disedot oleh tekanan yang banyak."

"Pergilah ganti baju dan cuci tanganmu akan ku tunggu Kau Di meja makan Mas."

"Iya,sayang," ucapnya sambil membelai lembut tanganku.

"Ayah ... liat ini, kami menggambarnya dengan sahabat Bunda..."anak-anak keempat anakku menghambur ke arah ayahnya lalu memperlihatkan lukisan tangan mereka dehn antusias.

"Bagus sekali."

"Tante Miranda mengajarkan kami cara menggambar yang baik."

"Wow, kalau begitu dia baik sekali, Ayah harus berterima kasih padanya karena dia akan membuat anak-anak Ayah menjadi ahli gambar yang hebat."

"Iya ayah."

Melihat gambar anak-anakku dan mereka ceria dengan hasilnya, suamiku langsung tersenyum padaku dan berkata,

"Sepertinya wanita yang kau rekomendasikan padaku itu cukup berbakat..."

Aku hanya tersenyum dan mengangkat bahu lalu menjawabnya,

"Sudah kubilang."

*

Malam ini suamiku tidak kemana-mana iya memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak dan menonton tayangan kesukaan mereka.

Aku sendiri segera mandi dan langsung berdandan cantik serta mengenakan pakaian tidur terbaik. Aku minta pada asisten untuk menidurkan anak-anak tepat waktu sehingga aku dan suami masih punya momen untuk bersama.

Saat masuk ke kamar dan mendapati diri ini sudah duduk cantik di atas tempat tidur suamiku tersenyum dan langsung, ia menggodaku, sambil mencoba mengacak rambutku. Ia memperlakukan diriku dengan mesra sampai aku tidak kuasa jatuh ke dalam pelukannya.

Tring ...

Entah kenapa ponselnya selalu berdering di jam 10.00 malam dan seperti biasa dia pasti akan selalu meninggalkanku.

Suamiku tidak menjawab ponselnya tapi ia langsung bangun dan mengambil jaketnya.

"Ada apa sih sebenarnya Mas, Kenapa setiap malam kau selalu pergi?"

"Selalu saja ada masalah. Sungguh kalau aku bisa memilih aku tidak ingin terus berada dalam situasi seperti ini. Percayalah aku juga mendambakan bisa tidur dan bermesraan denganmu istriku," ujarnya sambil mendekat dan mengecup keningku lalu melangkah pergi begitu saja.

"Haruskah aku mengikutimu!" Tiba-tiba kalimatku membuat Mas Alfian berubah wajahnya menjadi tidak senang.

"Kalau kau sudah tidak percaya denganku maka berperanlah sebagai tulang punggung keluarga maka aku akan duduk di rumah saja dan mengurus anak-anak." Begitu jawabnya dengan wajah tak senang.

Aneh sekali suamiku

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status