Share

4. G:. suamiku di mana

POV gaida.

Kenapa Mas Adrian pergi terburu-buru begitu saja saat kami baru saja hendak memadu asmara. Aku rindu sentuhan dan pelukannya yang hangat sampai pagi, di mana itu sudah jarang sekali terjadi.

Aku merindukannya, sangat, aku merasa suamiku adalah milikku dalam status, tapi, kadang aku merasa sama sekali tidak memiliki hatinya atau mengenalnya, entah kenapa bisa begitu.

Kenapa, di saat ia sudah mengenakan hijamah dan bersiap untuk tidur tiba-tiba dia langsung pergi.

"Halo, selamat malam Valerie," ucapku pada asisten pribadi Mas Alfian.

"Iya Nyonya...." Dia memanggilku seperti itu karena dia dulu bekerja sebagai asisten orang tuaku.

"Apa suamiku punya pekerjaan atau tugas penting malam-malam begini sehingga dia harus pergi."

"Setahu saya tidak ada Nyonya. Apakah ada masalah? apa ada yang bisa saya bantu?"

"Tidak Terima kasih Valeri."

"Sama sama."

Benarkan! Dia sama sekali tidak punya tugas mendadak di kantornya. Lalu, ke mana dia pergi malam-malam begini, entah kenapa hatiku mulai gelisah dan tidak tenang, aku tak mengerti Mengapa tiba-tiba aku merasa berdebar dan seorang ada firasat yang mengatakan bahwa suamiku sedang tidak baik-baik saja.

Apakah terjadi sesuatu pada mertuaku atau anggota keluarganya yang lain, sampai-sampai Mas Alfian tidak mau menceritakannya padaku?

*

Aku menelpon mertuaku dan ipar-iparku tapi Mereka bilang mereka baik-baik saja dan ada di rumahnya. Mereka bilang kalau suamiku tidak datang. Lalu di mana dia sekarang.

Karena kegelisahanku semakin memuncak aku sampai tidak bisa tidur, aku mondar-mandir di dalam kamarku seperti setrikaan sambil berpikir dalam dan bingung sendiri. Ku dudukkan diriku di depan kaca rias lalu kupandangi pantulan wajahku.

Apakah aku sudah berubah jelek sehingga dia sudah tidak berkenan bersamaku, ataukah aku sudah tidak sepenting dulu sehingga aku bukanlah prioritas untuk menghabiskan waktu dengannya? Tapi sikap mesra dan perhatiannya tidak berubah. Kalau soal waktu dan kesibukan, harusnya aku mengerti, posisi nggak ada direktur pelaksanaan sekaligus penanggung jawab utama atas semua kebijakan dan regulasi proyek-proyek dalam perusahaannya. Seharusnya aku paham hal itu.

"Ah, iya, benar juga," desisku. "Suamiku adalah pria baik-baik yang selalu bisa mempertahankan harga diri dan kesetiaannya."

Tiba-tiba saja aku tertawa sendiri sambil menepuk keningku, disaat bersamaan aku juga melihat koleksi hadiah-hadiah yang diberikan Mas Alfian dari balik kaca riasku. Kalau dia tidak mencintaiku untuk apa dia harus menyisihkan hasil keringatnya untuk membelikan hadiah dan perhiasan untukku. Tidak, dia lelaki baik dan aku tak boleh memupuk kecurigaan.

(Sayang kau di mana?) Hingga pukul 12.00 malam pesanku belum dibaca juga.

Aku yang penasaran akhirnya menelpon hingga tak lama aku kemudian suamiku dari seberang sana menjawab.

"Ada kendala di proyek di mana aku langsung kemari untuk menyelesaikan semuanya, melakukannya malam ini juga karena besok ada pameran penting." Ia terengah menjawab perkataanku seakan-akan ia baru saja selesai berlari maraton, di saat bersamaan timbul kecurigaan dalam benakku, apa jangan-jangan ia baru saja selesai memadu asmara dengan seorang wanita hingga Ia tidak mampu mengendalikan nafasnya.

Oh Tidak, jangan ada godaan iblis yang akan menggoyahkan pernikahanku!

"Di mana kamu Mas?"

Ia langsung mengirimkan foto selfie dirinya di sebuah lobby hotel dengan latar belakang STAN produk perusahaannya. Aku langsung paham, Dia sedang menghandle persiapan pameran besok.

"Oh maafkan aku Mas."

"Iya sayang, aku mengerti kekhawatiranmu. Aku bersyukur masih dikhawatirkan oleh seseorang karena wujud cinta dari seorang wanita adalah kecerewetan mereka," ujarnya Sambil tertawa. Aku hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum sendiri.

"Kalau begitu Jangan tunggu aku lagi tidurlah lebih dulu karena kau harus bangun pagi dan menyiapkan anak-anak kita ke sekolah. Ivanka dan Nora sudah tidur kan?"

"Iya mas."

"Bagaimana dengan Zein dan Malik?"

"Mereka juga sudah pulas."

"Alhamdulillah. Aku bahagia bisa menyediakan tempat yang nyaman untuk istri dan keempat anakku serta memberi mereka makanan yang layak. Sampai saat ini semua yang aku lakukan, bahkan sampai mengabaikan waktu istirahatku, adalah demi membahagiakan kalian. Jadi jangan meragukanku, Gaida."

"Iya Mas."

"Makasih ya sayang, selamat tidur."

"Daah."

Kuletakkan ponsel dan langsung merebahkan diriku dengan tenang. Aku tidak perlu terlalu banyak berasumsi lagi, cukup kujalani peranku sebagai seorang istri dan ibu, lalu akan kuterima sisanya sesuai dengan apa yang terjadi.

*

"Eh kamu tahu nggak kalau anggota yang baru bergabung Minggu lalu itu kabarnya dia suka menggoda suami orang?" begitu kaya Erlina sahabatku saat kami sedang yoga.

"Ah, jangan bergosip atau bercerita tentang orang lain di mana kamu tidak mengetahui yang sebenarnya. Aku mengenalnya, dia baik, namanya Miranda."

"Kok kamu begitu yakin sih, dari bentukan dan penampilannya aja, dia seperti orang kampung yang baru mengenal kehidupan kota dan gaya hidup mewah."

"Ah, jangan berkata begitu, bagiku, semua orang yang menjadi sahabatku adalah sama, terlepas apa latar belakang dan bagaimana kehidupan mereka. Miranda adalah seorang desainer interior yang sukses, jangan membuat isu."

"Tapi dia seharusnya tidak masuk keanggotaan premium klub ini, bagaimana kalau rumor itu benar adanya, tentu klub kita akan tercoreng."

"Ah, sudahlah," ucapku sambil mengibaskan tangan dan menjauhi erlina.

Kuhampiri miranda yang kebetulan ambil handuk dan minum. Kusapa dia dan gadis muda itu membalas dengan ramah.

"Bagaimana kabarmu hari ini?"

"Baik, Mbak."

"Bagiamana kalau kita makan sup seafood setelah ini."

"Menarik sekali, tapi saya harus pergi ke rumah Klien untuk melihat desain dan bentuk ruangannya."

"Oh sayang sekali," ujarku tersenyum.

"Mbak ...." Wanita itu terlihat menunduk saat mengatakan itu.

"Ada apa?"

"Apa Mbak juga mendengar dan tentang diriku di sekitar komplek dan club ini?"

"Iya, tapi aku tak peduli," jawabku.

"Aku tidak nyaman Mbak," desisnya dengan air mata menggenang.

"Selama tuduhan mereka bukanlah kenyataan kau bisa mengabaikannya. Aku percaya kau adalah wanita baik-baik yang tidak akan pernah melakukan perbuatan tercela. Aku akan selalu berada di pihakmu dan mendukungmu Jadi kau jangan khawatir," ujarku padanya.

"Ya ampun makasih, Mbak, di saat dunia membenci dan mencelaku, Mbak justru mendukungku aku sangat berterima kasih....." Ia langsung berbinar dan memelukku, aku sendiri tersenyum dan menepuk punggungnya dengan penuh ketulusan.

Tidak ada kebencian atau kecurigaan, karena aku percaya jika orang baik pasti akan bertemu dengan orang-orang yang baik pula.

Aku tidak pernah menyangka bahwa orang yang ku peluk sekarang dialah yang akan menusukku dari belakang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status