Share

Takdir Cinta Arkan
Takdir Cinta Arkan
Penulis: Aililea (din din)

Mimpi bodoh!

'Anggap saja ini suatu mimpi, yang hanya datang untuk menguji diri kita. Meski aku tahu kamu setia, tapi semua ini tidak seperti nyata. Carilah gadis yang ada di depan matamu dan bukan hanya sebuah semu yang bisa kamu tatap lewat mimpi. Kamu pemuda yang baik, karena itu dapatkanlah kebahagianmu dengan merelakanku, aku berterima kasih ketika kamu mau hadir dalam hidupku. Namun, aku merasa bersalah karena seperti memberi sebuah harapan palsu yang tidak akan pernah kamu dapatkan.'

Napasnya terdengar memburu, rongga dadanya terasa terhimpit ketika mengingat chat terakhir yang ia terima dari mantan kekasih yang berada di daratan berbeda. Cinta jarak jauh memang tidak mudah, dia diputuskan sehari setelah hari kelulusannya tepatnya sekitar dua tahun yang lalu.

Arkan Hardiwijaya umur dua puluh tiga tahun, Direktur muda di Hardiwijaya Group. Sebagai pemuda yang sudah terlanjur menjadi budak cinta, ia masih tidak terima dengan pemutusan sepihak sang kekasih yang sudah ia pacari secara online selama empat tahun. Bahkan dirinya sampai terbang ke Australia untuk mencari keberadaan gadis yang sudah membuatnya tergila-gila. Lah, dia pikir Australia itu kota kecil? Itu Benua, Astaga!

Frustasi karena selama satu minggu di sana dia tidak mendapatkan apapun, akhirnya Arkan memilih mundur. Memang mungkin gadis itu bukanlah jodohnya meski dia sudah mencintainya sepenuh jiwa dan raga.

Arkan sedang berlari di atas Treedmill seraya membayangkan setiap kata yang terus terngiang di telinganya selama dua tahun tapi tidak bisa terhapus. Sudah menjadi kebiasaannya setiap pagi setelah bangun tidur dengan wajah tertekuk karena mimpi buruk diputuskan sang kekasih, membuatnya melampiaskan rasa yang menghimpit rongga dadanya dengan berlari, mengeluarkan peluh untuk menghilangkan rasa frustasinya.

"Kenapa mimpi bodoh itu tidak bisa hilang!" gerutunya.

Pintu apartemennya terbuka, sang kakak tiri masuk membawa rantang susun yang sudah pasti isinya pasti makanan.

"Ya ampun, Ar! Ini jam berapa? Ish ... Direktur nggak bisa jadi suri tauladan bagi karyawan!" gerutu Alesha kakak tiri Arkan.

Setelah kejadian enam tahun lalu, di mana Alesha tahu siapa sebenarnya Arkan, akhirnya wanita itu memilih untuk menerima. Lagi pula memang sejak awal dia juga sudah menyayanginya seperti adik kandung, kalau sekarang memang benar adik, sama ayah beda ibu lalu kenapa? Bukankah lebih baik dari pada adik sepupu.

Alesha menaruh rantang yang ia bawa ke meja, lantas menyambar handuk kecil di sofa dan mendekat ke arah Arkan yang tidak memperdulikan ucapannya.

Menekan tombol off pada alat kontrol Treedmill, Alesha menatap sang adik yang sudah bermandikan peluh, ia kemudian melempar handuk yang ada di tangannya.

"Mimpi buruk lagi?" tanyanya yang sepertinya tahu betul dengan kebiasaan dan sifat adik tirinya itu.

Arkan mengusap peluh di wajah, kemudian menatap kakaknya dengan seutas senyum. "Kakak kok pinter banget, sih!"

Pemuda itu turun dari Treedmill kemudian berjalan menuju dapur untuk mengambil air dari dispenser. Menenggak cairan bening yang ada di gelas hingga tandas.

"Mandi sana! Udah jam berapa ini, hah! Bagaimana perusahaan bisa maju kalau Direkturnya saja pemalas!" omel Alesha seraya membuka rantang makanan yang ia bawa.

"Oke, Kak! Ih ... tambah tua tambah bawel!" selorohnya yang langsung berlari ke kamar sebelum rantang yang ada di tangan sang kakak meluncur ke arahnya.

"Heh ... dasar bocah!" seru Alesha yang disusul dengan sebuah tawa.

Setengah jam berlalu, Alesha sudah menata sarapan untuk Arkan di meja makan. Selama ini Arkan memilih tinggal di apartemen ketimbang ikut Alesha di rumah sang suami, ayahnya meninggal karena sakit dan ibu kandung Arkan pergi entah ke mana.

Arkan keluar dari kamarnya dengan setelan jas yang tentu saja membuatnya terlihat lebih dewasa, selama ini Alesha selalu menyempatkan membawakan makanan untuk Arkan setiap pagi karena ia tahu jika tidak ada yang mengurus adiknya itu. Satu tahun lalu, Alesha melepas jabatan direkturnya kepada Arkan untuk bisa fokus merawat putrinya dengan Alvin yang kini berusia empat tahun.

"Ar! Cari istri napa? Masa iya, aku suruh kesini tiap pagi hanya buat nganterin kamu makanan sama mbenerin dasimu!" protes Alesha.

Wanita itu merapikan dasi adiknya yang belum rapi, kemudian mengusap dasi itu agar tidak kusut setelah selesai. "Hah ... serasa punya dua suami kalau gini!" kelakar wanita satu anak itu.

"Dih ... Kak! Kak kira cari istri kayak beli cabe di pasar, tinggal bilang cabe lima ribu langsung dapet!" seloroh pemuda itu yang kemudian langsung mendudukan diri di kursi makan.

"Hahahah. Jangan salah, Ar! Cabe kalau lagi mahal, juga perlu tawar menawar!" Jiwa pelit emak-emak muncul ketika membahas masalah harga sembako meski sudah pasti mampu beli walau harga cabe sekilo dua ratus ribu.

"Nah! Itu tahu, cari calon istri nggak mudah, apalagi kalau belum bisa melupakan tambatan hati yang pergi!" Jujur Arkan pada sang kakak.

Alesha mendesah kasar, ia teringat dua tahun lalu saat Arkan datang padanya dan meminta izin dengan setengah memaksa seperti orang gila harus hari itu pergi ke Australia karena ingin mencari tambatan hatinya yang memutus hubungan jarak jauh mereka, membuat patah hati pemuda itu. Sampai Alesha tidak habis pikir, pemuda itu kira mengurus visa dan lain-lain satu jam jadi, sampai-sampai pemuda itu ngotot harus terbang ke benua itu hari itu juga. Alvin sampai ikut mencak-mencak kesal karena Alesha gantian memaksa suaminya untuk mengurus visa dan pasport Arkan secepat yang ia bisa.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wida
Arkan sma aku aj
goodnovel comment avatar
Adsa
my arkaaaannnn
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status