Home / Romansa / Takdir Cinta Arkan / Pusat Perbelanjaan

Share

Pusat Perbelanjaan

last update Last Updated: 2021-03-26 20:53:26

"Mas Feri! Kamu kerja sama Daddy sudah berapa tahun?" tanya Jessie yang masih duduk di kursi penumpang dengan menyangga dagu menatap jalanan.

"Sudah sekitar lima tahun, Non!" jawabnya.

Jessie mendeham, tatapannya masih tertuju pada jalanan yang sangat ramai sore itu. "Jangan pangil aku 'Non', bisa nggak Jessie aja!" pintanya.

"Ya, tapi nggak sopan!" Feri terlihat kikuk.

"Nggak apa, kalau kamu manggil 'Non' aku malah merasa aneh saja, lagi pula kamu nggak terlalu cukup tua dari aku, coba 'ku tebak! Umurmu pasti dua puluh delapan, hanya lebih tua dua tahun dariku, 'kan," ucapnya menebak.

Feri mengusap tengkuknya kikuk, ia nyengir kuda seraya melirik bayangan Jessie dari kaca spion.

Mobil itu masih melaju, tatapan Jessie menajam ketika melewati Mall terbesar di kota itu, apalagi kalau bukan PG Mall. "Apa dia masih kerja di sana? Kalau iya, maka aku tidak akan pernah pergi ke sana," batin Jessie.

Mall itu adalah tempat bekerja Arkan dulu, saksi bisu pertama kali dia dan Arkan bertemu, jika bukan karena Mall itu mungkin dia tidak akan pernah mendapatkan cinta Arkan. 

Akhirnya mobil yang dinaiki Jessie sampai di basement apartemen tempatnya tinggal untuk sementara di Indonesia. Feri membantu gadis itu mengeluarkan koper dan mengantarnya naik ke unit yang akan ditempati.

"Mobilnya saya tinggal ya," kata Feri mengulurkan kunci mobil yang memang untuk gadis itu.

"Iya, Mas! Makasih ya!" ucap Jessie mengulas senyum seraya mengambil kunci itu dari tangan Feri.

"Saya permisi!" ucapnya lagi. 

Feri kemudian pergi meninggalkan Jessie di apartemen sendirian. Gadis itu terlihat mengeksplore tiap ruangan apartemen elite yang disiapkan oleh ayahnya. Apartemen itu memiliki tiga Tower, Jessie sendiri menempati Tower 'B'. Sepertinya Finlay memang mempersiapkan semuanya dengan matang, nyatanya semua perabotan yang terdapat di ruangan itu semuanya baru dan tertata sempurna. Bahkan lemari penyimpanan makanan dan lemai pendingin sudah terisi dengan berbagai bahan makanan dan minuman.

"Ish ... Daddy! Ternyata bukan acara dadakan." Jessie mendesah kasar.

Ingin melepas lelah, Jessie memilih membaringkan tubuhnya di atas tempat, penerbangan selama tujuh jam membuat tubuhnya begitu terasa pegal.

-

-

-

-

Hari berikutnya Jessie masih bersantai di apartemennya, ia masih enggan keluar dari ruangan itu. Hari ini adalah Weekend, jadi perusahaan pastinya tutup, karena itu ia berpikir untuk tidak kemana-mana. Jessie tampak membolak-balikan dokumen yang diberikan oleh Feri, ia ingin memperlajari situasi perusahaan sebelum terjun secara langsung.

Seharian gadis itu habiskan dengan hanya mempelajari berkas-berkas yang benar-benar membuatnya pusing, tidak mengerti kenapa kinerja perusahaan ayahnya bisa sampai anjlok, bahkan uang kas perusahaan tidak bisa menutupi kekurangan kebutuhan produksi. "Apa ada yang korupsi?" Jessie bertanya-tanya, ia terlihat memijat pelipisnya.

Hari berikutnya, Jessie tampak panik ketika mendapat sebuah panggilan. "Kya!!! Dari mana dia tahu nomorku!" teriaknya panik.

"JESSIE!!!! Bocah kurang ajar!!!!"

Suara memekik langsung terdengar dari seberang panggilan. Jessie sampai menjauhkan sedikit benda pipih miliknya itu dari telinga seraya mengelus dada.

"Hehehehe. Hai, bagaimana kabarmu?" tanyanya tanpa dosa.

"Buruk!! Aku nggak mau tahu, siang ini pergi ke Cafe Janji jiwa, kalau nggak datang awas! Aku obrak abrik perusahaanmu!" ancam seseorang dari seberang panggilan.

Panggilan itu mati, Jessie mendesah frustasi. Ia sampai menyembur poni yang jatuh ke matanya hingga naik turun. "Ya Ampun, ini baru dua hari, tapi masalah sudah datang. Aku harus cari alasan apa?"

"Mas Feri, aku belum bisa keperusahaan hari ini. Aku kesana besok, ya!" pinta Jessie lewat sambungan telpon.

Setelah mendapatkan jawaban dari sekretarisnya, Jessie langsung menyambar tasnya dan kunci mobil yang tergeletak di meja. Ia segera turun menuju basement menggunakan lift.

Jessie mengemudikan mobil menuju tempat janjian. Namun, ia teringat sesuatu. "Hais! Bagaimana bisa aku tidak memberi hadiah!" 

Jessie mengedarkan pandangan ke sisi jalan, ia akhirnya belok ke sebuah pusat perbelanjaan. Memarkirkan mobilnya sedikit serampangan, kemudian turun dan berjalan dengan terburu-buru. Sepasang mata memperhatikannya, tapi Jessie tidak mengetahuinya, ada banyak pasang mata di sana, tidak mungkin ia berpikir kalau ada yang memperhatikan.

Ia segera masuk, tempat yang ia tuju adalah sebuah toko perlengkapan Baby and Kid's. Ya, Jessie akan bertemu dengan Jihan, yang tentu saja pasti akan bersama Shelly. Jihan memiliki seorang putra berumur tiga tahun dan Shelly tengah hamil, itulah info yang ia dapatkan. Selama ini Jessie memang memutus hubungan dengan kedua temannya itu, tapi ia tidak kehabisan akal untuk tahu informasi tentang kedua temannya.

Jessie memilih membelikan putra Jihan sepasang sepatu dan setelan kemeja anak, sedangkan untuk Shelly ia bingung mau kasih apa. Meras cukup, Jessie kembali ke mobil dan mengemudikannya pergi dari pusat perbelanjaan itu. Baru berjalan beberapa menit, ia ingat akan sesuatu.

"Ya ampun! Kenapa bisa lupa! Shelly sangat suka kopi robusta!"

Jessie mendesah kasar, bisa-bisanya ia lupa dengan kesukaan temannya itu karena panik tapi bercampur senang.

Jessie melihat sebuah mini market, ia lantas memarkirkan mobil dan masuk ke sana, berharap jika apa yang ia cari ada.

Gadis itu menyusuri lorong yang terhimpit deretan rak display barang, mengamati deratan barang mata Jessie tertuju pada rak display khusus kopi bubuk. Gadis itu berjalan ke sana di mana ada pemuda yang sedang berdiri menatap deretan aneka kopi di rak dengan wajah bingung.

Pemuda itu terlihat menengok kanan dan kiri, seperti mencoba mencari seseorang yang bisa ia mintai pendapat.

Jessie yang melihatnya bersikap biasa, ia mendekat tapi matanya tertuju pada deretan kopi yang berjajar rapi.

"Maaf bisa bantu saya?" tanya pemuda itu pada Jessie.

"Boleh, bantu apa?" tanya Jessie balik dengan seutas senyum.

Jessie menatap kebingungan, karena pemuda itu malah terdiam dengan senyum bodoh hanya menatapnya tanpa mengatakan sesuatu.

"Maaf, mau minta bantu apa, ya?" tanya Jessie sekali lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Cinta Arkan   Ending

    Dani diminta tinggal di apartemen Arkan, ia menyediakan segala kebutuhan bocah kecil itu, tidak lupa Arkan memberikan pendidikan yang terbaik untuk bocah yang sudah resmi menjadi bagian dari keluarganya.Arkan sendiri masih tinggal di rumah Alesha, tapi ia sesekali tetap menengok Dani di apartemen. Arkan menunggu Chloe benar-benar bisa diurus sendiri, ia tidak ingin jika kesibukannya membuat Chloe kurang perhatian.Kini hari-hari Arkan mulai berwarna, Chloe yang sudah bertambah usianya semakin lucu dan menggemaskan. Bahkan saat berumur satu tahun, Chloe bisa sudah bisa mengucapkan beberapa kata meski belum jelas."Pi, Pi!" Chloe berceloteh di dalam kamar, ia terlihat memainkan kakinya dengan sesekali menggigit jempol kaki lalu tertawa renyah.Alesha yang menyadari jika sang keponakan sudah berbicara pun merekamnya, ia mengirimkan video pada Arkan yang berada di kantor.Arkan seda

  • Takdir Cinta Arkan   Ambil satu memberi dua

    Arkan langsung mengambil Chloe dari gendongan Alesha begitu sampai di rumah, bayi mungil itu langsung berhenti menangis begitu tangan Arkan menyentuhnya."Hah, dia maunya sama kamu, Ar!" seloroh Alesha begitu Chloe diam."Dia 'kan sayang sama papinya, iya 'kan sayang!" Arkan mengecup kening Chloe.Alesha tersenyum, kemudian menatap kotak yang dibawa Arkan, ia membuka kotak itu untuk melihat isi di dalamnya."Apa ini Ar?" tanya Alesha.Arkan yang mendengar pertanyaan Alesha pun langsung menoleh ke arah wanita itu, kemudian Arkan menjawabnya, "Itu buatan tangan Jessie untuk Chloe, saat itu dia dengan sepenuh hati membuatnya."Alesha mengulas senyumnya, ia mengambil apa yang ada di dalam kotak dan mengamatinya dengan seksama."Ini sangat cantik, Jessie ternyata begitu pandai," ucap Alesha mengagumi hasil karya Jessie.Arkan mengulas senyumnya, ia kembali memperhatikan Chloe yang sedang minum. Ada rasa yang tidak bisa dideskripsikan dalam

  • Takdir Cinta Arkan   Suratan takdir

    Siang itu Arkan kedatangan tamu, Jihan dan Shelly tampak mengunjungi suami temannya untuk melihat keadaan Arkan juga bayinya."Maaf, kami tidak tahu dengan keadaan Jessie hingga akhirnya dia pergi," ucap Jihan penuh penyesalan, bagaimanapun Jessie dan Jihan sudah berteman semenjak mereka sekolah dasar.Arkan tersenyum masam, ia kemudian berkata, "Tidak apa-apa, lagi pula memang semuanya terjadi begitu cepat. Aku sendiri masih merasa jika Jessie belum pergi."Jihan menatap Arkan, melihat betapa kusutnya wajah pria itu. Shelly sendiri tidak berkata apa-apa, wanita itu juga merasa kehilangan teman yang selalu bisa membuatnya tertawa dan marah, kini semuanya tinggal kenangan semata yang hanya bisa disimpan dalam hati."Jessie adalah teman yang baik. Ia selalu bisa menghibur kami ketika dalam keadaan sedih. Bagiku, Jessie sudah seperti adik, meski kami sering bertengkar, tapi dia tidak pernah menganggapnya serius. Aku me

  • Takdir Cinta Arkan   Teman tidur

    'Semilir angin membelai kalbu. Kudapati hati yang membeku.Terlalu lama kamu diam membisuSebab engkau telah terbujur kaku'Arkan menatap Chloe yang tidur di baby box, melihat betapa lucunya bayi itu. Arkan mengulurkan tangan, mengusap pipi Chloe dengan jari telunjuk."Apa mami menemuimu? Jika iya, katakan padanya kalau Papi rindu," ucapnya pada bayi mungil itu.Chloe masih memejamkan mata, bibir bayi itu hanya terlihat sesekali menyesap sesuatu dalam lelapnya. Arkan mendekatkan wajahnya, ia mengecup kening Chloe sebelum pada akhirnya meninggalkan bayi mungil itu.Arkan kembali ke kamar, untuk sementara ia memang tinggal di rumah Alesha karena belum bisa mengurus Chloe sendirian.Arkan berbaring di atas tempat tidur, ia menatap langit-langit kamar hingga akhirnya ia memiringkan tubuhnya, menatap sisi kosong ranjang itu. Keheningan menemani dirinya, rasa lelah, pedih, sakit, dan juga keke

  • Takdir Cinta Arkan   Isi pesan Jessie

    Alesha langsung masuk begitu saja ke kamar Arkan tanpa mengetuk pintu, ia melihat adiknya yang hanya duduk tanpa melakukan apapun. Alesha melihat cambang tumbuh di wajah tampan adiknya, bahkan kini bulu halus itu mulai menutup dan menghilangkan wajah tampan Arkan."Ar!" panggil Alesha.Arkan menoleh, ia menatap pada gendongan Alesha. Seakan enggan melihat bayi itu, Arkan kembali memalingkan wajah."Kenapa bawa dia ke sini?" tanya Arkan.Alesha menghela napas kasar, ia menidurkan bayi mungil itu di atas tempat tidur Arkan."Kamu tidak akan mendapatkan apa-apa dengan terus meratapi kepergiannya, yang ada kamu akan melewatkan banyak hal dan kesempatan yang ada," ujar Alesha dengan tatapan yang masih tertuju pada bayi mungil yang kini tertidur pulas.Alesha mengalihkan tatapan pada Arkan, ia bisa melihat sikap tak acuh adiknya itu."Bayi ini tidak bersalah, Ar! Dia juga

  • Takdir Cinta Arkan   Pemakaman

    Hari itu menjadi hari terkelam bagi Arkan, hujan seakan tahu kesedihan yang tengah dirasakan pria itu. Begitu tanah menutup makam Jessie dan pusara ditancapkan dengan sempurna, langit menumpahkan genangan air yang sudah tersimpan membentuk awan hitam dilangit.Arkan masih berdiri di depan pusara mendiang istrinya, ketika semua orang berlari mencari tempat berlindung. Hujan menyamarkan air mata yang kembali tumpah, Arkan menatap nama yang tertera di pusara itu, benar-benar nama yang akhirnya ikut terkubur dalam hatinya.'Jika cinta bisa membawa sebuah kebahagiaan, maka cinta juga bisa memberikan sebuah penderitaan'Arkan melangkahkan kakinya meninggalkan pemakaman itu, setiap langkah begitu terasa berat. Beberapa bulan kebersamaan kini hanya sebuah kenangan yang ikut terkubur dengan kepergian sang istri.___Lala menatap Arkan yang baru saja kembali dari pema

  • Takdir Cinta Arkan   Kembali ke Indonesia

    Selagi Arkan masuk melihat keadaan Jessie, Alesha dan Alvin memilih melihat keadaan keponakannya. Mereka diantar perawat menuju ruangan khusus tempat perawatan bayi itu."Karena prematur, bayi ini harus masuk inkubator sampai kondisi tubuhnya mencapai batas normal bayi pada umumnya," ujar perawat itu.Alesha mengangguk mengerti dan berterima kasih pada perawat itu. Alesha menatap bayi Jessie yang sangat kecil karena berat badannya hanya satu koma lima kilogram dengan beberapa alat penunjang pada tubuhnya. Alesha menyentuhkan tangan di atas kaca bagian atas yang menutup dan melindungi bayi itu."Dia sangat mungil dan lucu," ucap Alesha yang tidak bisa mengalihkan tatapan dari bayi Jessie, matanya terlihat berbinar bahagia menyambut kehadiran keponakannya di dunia."Iya, lihat pipinya yang merah." Alvin yang berdiri di belakang sang istri menimpali ucapan Alesha, pria itu ikut menatap bayi mungil yang masih memejamkan mata."Hidungnya sangat mirip Arkan,

  • Takdir Cinta Arkan   Berpulang

    Arkan duduk menatap pintu ruang operasi, kedua telapak tangannya tampak menutup sebagian wajah, matanya terlihat merah karena menahan amarah dan rasa sakit serta kekecewaan."Berikan kami keajaiban, aku mohon berikan kami keajaiban!" Arkan terus bergumam dengan kedua kaki yang digerakkan untuk menutupi rasa gugup.Alesha menatap adiknya, ia tahu jika Arkan benar-benar sedang berada dalam kebimbangan. Ia ikut berdoa untuk adik iparnya, semoga saja bayi dan Jessie bisa keluar ruangan dengan keadaan selamat dan sehat.Lampu indikator pada pintu ruang operasi terlihat menyala berwarna hijau, menandakan jika tindakan operasi telah selesai. Arkan langsung berdiri dan menghampiri dokter yang baru saja keluar, ia benar-benar merasa cemas dengan keadaan sang istri."Bagaimana keadaannya?" tanya Arkan langsung.Dokter itu menatap Arkan, kemudian menatap anggota keluarga lainnya. Sepertinya pria itu membawa kabar buruk dan baik bagi Arkan."Kami sudah

  • Takdir Cinta Arkan   Pilihan

    Jessie melirik pada Arkan yang sedang berjongkok di samping ranjang, ia tengah membersihkan sesuatu di sana. Karena kondisi Jessie yang lemah membuatnya harus menggunakan selang untuk buang air kecil, kini Arkan sedang membersihkan kantung yang sudah penuh. Jessie merasa malu dengan hal itu, bagaimanapun sudah seharusnya dirinya yang melayani suaminya, tapi kini dirinyalah yang dilayani oleh Arkan."Ar, itu pasti menjijikkan," kata Jessie lirih, ia sampai memejamkan matanya ketika bicara.Arkan menengok ke atas dengan seutas senyum, ia kemudian membalas ucapan istrinya, "Tidak juga, bukankah ini yang namanya hidup semati, aku akan ikut merasakan kesusahan yang sedang kamu alami. semua kita tanggung bersama. Ingat itu!"Arkan berdiri kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membuang apa yang baru saja dikeluarkan dari kantung. Arkan keluar dari kamar mandi setelah benar-benar membersihkan tangan sebelum menyentuh Jessie, bagaimanapun kebersihan sangat diutam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status