Share

Bab 3 Membesarkan Hati

Kesabaran adalah cara terbaik untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik.

***

Satu minggu berlalu.

Sabtu ini Afikah berangkat kuliah seperti biasanya dengan diantar Rayyan. Kebetulan ia libur pada hari sabtu dan minggu.

Di tengah perjalanan ponsel Afikah berbunyi. Tanda ada pesan masuk.

@Ridho

[Hai Vika, apa kabar? Aku sekarang di jakarta]

@Afikah 

[Masya Allah, iya kah? Kapan kamu datang, Dho?]

Send.

@Ridho

[Kemarin, ini lagi liburan satu bulan lebih, hampir dua bulan ding]

@Afikah

[Wuih, seneng nih, Nasywa juga libur nggak ya?]

Send.

@Ridho

[Nggak tau kita kan beda, Nasywa di Amrik aku di Australia]

@Afikah

[Berharap Nasywa juga libur]

Send.

@Ridho

[Ketemuan yuk, di kafenya mamanya Nasywa]

@Afikah 

[Kapan? Aku izin suamiku dulu ya]

Send.

@Ridho

[What? Kamu sudah menikah]

@Afikah 

[Iya, Dho]

Send.

@Ridho

[Tega kamu, Fik. Nikah nggak ngasih kabar, apa kamu nggak pernah menganggapku sahabat kamu, kamu juga nggak pernah ngerti perasaanku, beneran tega kamu]

@Afikah 

[Maaf, kamu kan jauh, aku nggak bisa ngabari, pasti kamu juga nggak bisa hadir]

Send.

@Ridho 

[Beneran aku kecewa sama kamu]

@Afikah

[Maaf ... Maaf 🙏🙏🙏]

Send.

Centang dua biru, tapi Ridho udah nggak membalasnya. 

"Ridho beneran kecewa sama aku, bagaimana ini? Nasywa juga pasti kecewa kalau  aku bilang sudah menikah dan tidak ngabari dia," batin Afikah. 

Rayyan sejak tadi hanya melirik Afikah yang sibuk dengan ponselnya, ia merasa diabaikan oleh istrinya.

"Serius banget balas chat nya," ucap Rayyan membuyarkan lamunan Afikah tentang sahabat-sahabatnya.

"Iya, Mas. Ini sahabat aku yang kuliah di Australia ngirim pesan, bilang saat ini sedang libur dan sudah pulang ke Jakarta," ungkapnya.

"Oo ... Emang siapa namanya?" tanyanya.

"Ridho."

"Cowok?"

Afikah mengangguk. Afikah menyadari Rayyan  terlihat tidak suka. 

"Aku punya dua sahabat waktu sekolah dulu, sejak SD sampai SMA, Ridho dan Nasywa. Kami sangat dekat seperti saudara." Afikah menceritakan pada Rayyan  tentang sahabat-sahabatnya.

"Tapi nggak ada, Sayang.  Persahabatan antara cowok dan cewek tidak menimbulkan benih cinta, meskipun kamu tidak tapi mungkin saja sahabat kamu itu menyimpan perasaannya padamu," ucap Rayyan.

"Ya, tebakan kamu benar, Mas. Memang Ridho mempunyai perasaan padaku, tapi jujur aku tidak, memang dulu pernah ada secuil perasaan tapi sudah aku kubur dalam-dalam. Dan saat ini, hatiku, cintaku bahkan duniaku hanya ada dirimu, hanya ada namamu tidak ada sedikitpun nama laki-laki lain," batin Afikah.  

"Mas tenang saja, insyaallah ... Aku bisa jaga diri, Ridho itu baik, dia sangat menghormatiku, dia sahabatku dan selamanya akan seperti itu. Kami tidak ada hubungan lebih kecuali persahabatan," ucap Afikah terlalu baik hati. 

"Ya sudah, kamu turun nggih! sudah sampai nih, nanti aku jemput ya," ucapnya meredam rasa cemburu di hatinya. Tak rela saja Afikah dekat dengan laki-laki lain.

"Iya, Mas. Makasih ya," ucap Afikah. Ia turun setelah Rayyan membukakan pintu mobilnya, Afikah menyalaminya mencium punggung tangan sang suami sebelum masuk ke gerbang kampus.

Pukul 1 Afikah keluar dari kampus saat ini dirinya menunggu Rayyan menjemputnya tadi ia sudah me ngabari Rayyan kalau sudah selesai. Afikah menunggu di parkiran. Ponselnya berbunyi.

@Ridho

[Fik, Kamu aku tunggu di kafe milik mamanya Nasywa, segera ke sini ya]

@Afikah

[Aku masih menunggu suamiku menjemputku] send.

@Ridho

[Emangnya kamu ada di mana?]

@Afikah

[Aku di parkiran kampus] send.

@Ridho 

[Kamu kuliah?]

@Afikah

[Iya, ikut program non reguler, jurusan pendidikan] send.

@Ridho

[ Bagaimana kalau aku jemput?]

@Afikah 

[Nggak usah, ini suamiku dalam perjalanan ke sini] send.

@Ridho

[Aku tunggu secepatnya ya]

Rayyan sudah sampai saat Afikah sudah selesai berkirim pesan dengan Ridho. Ia langsung turun menghampiri sang istri.

"Sudah lama nunggu ya?" tanyanya.

"Nggak kok, Mas. Belum lama cuma 10 menit."

"Ya sudah ayo pulang!" ajaknya. 

"Mas, kita mampir ke kafe tempatku bekerja dulu ya, nemuin Ridho, bersama kamu, sekalian aku mau kenalin kamu ke dia," ucapnya.

Sejak menikah Afikah sudah tidak bekerja lagi di kafe, Rayyan tidak mengizinkannya. Sebagai gantinya Rayyan sekarang ikut menjadi donatur tetap pantinya bu Rani sama seperti oma dan bundanya, bahkan Rayyan juga menggaji kurir untuk antar kue bu Rani menggantikan Afikah, awalnya bu Rani dan Afikah menolak bantuan Rayyan  tapi karena bujukan Rayyan, juga Amirah dan Kenzo mereka berdua menyetujuinya.

"Oke, kalau begitu aku juga pingin kenalan sama sahabatmu itu, bagaimana sih rupanya Ridho itu," ucapnya.

Tidak perlu waktu lama, karena jalanan terlihat lenggang, mereka berdua sampai di kafe itu.

Afikah langsung mencari di mana Ridho. Dirinya juga berulang kali menyapa rekan-rekan kerja dulu dengan ramah. Afikah menggandeng tangan Rayyan supaya Rayyan mengikutinya. 

Afikah melihat Ridho sedang berbincang dengan seorang perempuan  yang tidak di ketahui Afikah siapa perempuan  tersebut karena perempuan itu duduk membelakanginya.

Afikah menyapa Ridho dengan Rayyan yang masih  tetap berada di belakangnya. 

"Assalamu'alaikum, Ridho, " sapanya.

Ridho langsung melihat ke arah Afikah, ia terkejut, karena Afikah sekarang sudah berhijab dan semakin cantik. Ridho masih  tercengang melihat Afikah, rindu ... ya, Ridho sangat merindukan Afikah, gadis yang selama ini dirinya cintai, dan kini gadis itu sudah menikah, Ridho melihat tangan Afikah yang menggandeng tangan seseorang membuat Ridho kembali lagi ke dunianya, menyadarkan dirinya dari lamunannya. Dirinya sadar Afikah sudah menjadi milik pria lain. Rayyan melihat tatapan Ridho pada Afikah terlihat sangat tidak suka, Rayyan melihat tatapan penuh cinta dan syarat akan kerinduan pria itu pada istrinya. Ia seorang laki-laki ia sangat mengerti arti tatapan itu.

"Hai, Dho, kok malah bengong, nggak jawab salamku juga," ucap Afikah.

"Hehehe, iya deh. Wa'alaikumussalam," jawabnya sambil nyengir.

Ridho ingin mengajak Afikah salaman dan ingin memeluk perempuan itu. Namun Afikah dengan sigap menangkupkan kedua tangannya di dada. 

Ridho nyengir melihat sahabatnya sudah berubah semakin alim.

"Kenalkan ini suamiku, mas Rayyan, ucapnya memperkenalkan Rayyan.

Perempuan yang sejak tadi duduk membelakangi mereka langsung berdiri saat mendengar nama Rayyan. 

Rayyan menyodorkan tangannya untuk mengajak Ridho berjabat tangan dan dibalas oleh Ridho. 

"Mas Rayyan ...," sapa gadis yang duduk bersama Ridho tadi.

Rayyan dan Afikah melihat ke arahnya dan keduanya sedikit terkejut.

"Anin ...," jawab keduanya. 

"Lho, Kak. Kalian sudah saling kenal?" tanya Ridho. 

"Iya, aku sangat mengenal mereka, ini mas Rayyan, kami sudah menjalankan ta'aruf tapi tiba-tiba mas Rayyan  membatalkan itu, karena perempuan miskin, bekas perempuan nggak bener ini merebutnya dariku," ucapnya lantang, membuat semua pengunjung kafe melihat ke arah mereka.

"Ti-tidak  itu tidak benar," ucap Afikah.

"Aku nggak nyangka, Fik.  Kamu seperti itu. Kak Anin ini sepupuku, kamu kok tega sih ngerebut milik orang lain," ucap Ridho.

"Maaf, Kamu siapa, menghakimi sepihak orang tanpa ada bukti? Afikah tidak pernah merebutku dari Anin, aku membatalkan taaruf itu karena merasa tidak cocok dengan Anin, dan setelah melihat bukti cctv kelakuannya 'lah yang membuatku membatalkannya," ucap Rayyan membela Afikah. 

"Kamu sudah dewasa, seharusnya kamu menyadari kesalahanmu, tidak malah membalikkan fakta dan mengkambing hitamkan orang lain untuk menutupi kesalahanmu," ucap Rayyan pada Anin.

"Aku pastikan, akan membuat hidupmu menderita, aku akan membalas rasa maluku ini dengan rasa yang menyakitkan untukmu," ucap Anin pada Afikah lalu pergi meninggalkan kafe itu, yang di susul oleh Ridho. 

"Maafkan aku, bila aku salah faham, aku tidak mengerti masalah kalian, tapi aku harus mengantarkan kakak sepupuku, lain kali kita akan bertemu lagi, permisi," ucap Ridho menyusul Anin dengan terburu-buru.

Afikah dan Rayyan hanya menggelengkan kepala mereka.

"Mas, mau pesan atau langsung pulang?" tanya Afikah. 

"Terserah kamu, maunya apa," jawab Rayyan. Ia masih sedikit kesal.

"Kita pesan dulu yuk!" ajak Afikah sambil menarik lembut tangan Rayyan. Membuat Rayyan kembali melunak. Melupakan kejadian barusan.

"Ok, siap boskyu yang cantik  ...," goda Rayyan.

Afikah malu dan memukul dada sang suami.

"Tau nggak hobiku sekarang apa?"

"Hmm ... Nggak tau ... Emang Apa?" tanyanya.

"Sini aku bisikin," ucap Rayyan mendekatkan bibirnya ke telinga Afikah. 

"Godain istri cantikku," bisiknya merdu di telinga Afikah, membuat Afikah tersenyum malu.

"Apaan sih? Ngegombal aja," ucap Afikah malu-malu. 

Rayyan tersenyum. "Emang beneran! ngapain ngegombal, hm ...," godanya sambil menaik turunkan alisnya.

"Udah ah, Mas. Jadi pesan apa ini? Biar aku bilang mbak Ayin."

"Terserah kamu aja! Kamu sukanya apa, aku juga suka kok, Sayang."

Afikah tersenyum. "Oke, siap ...."

Setelah menghabiskan pesanannya Afikah dan Rayyan pulang ke rumah. Di rumah hanya terlihat Vika yang sedang duduk santai di ruang keluarga.

Rayyan dan Afikah masuk dan  mengucapkan salam pada omanya. Vika menjawab salam itu.

"Yang lain pada kemana, Oma?" tanya Rayyan.

"Mengantarkan Renata takziyah ke rumah temannya," jawab Vika sambil melirik Afikah. 

"Kalau opa?" 

"Opa kamu main golf sama komunitasnya," jawabnya. 

"Mas, aku langsung  bantu bik Ijah masak untuk makan malam ya," pamit Afikah. 

Rayyan mengangguk. "Mas ke atas mandi dulu ya," ucapnya. 

"Iya."

"Bik Ijah tolong kasihkan makan ikan-ikan di kolam samping, tadi belum sempat dikasih makan!" ucapnya memerintah. 

"Iya, Nyonya."

Selepas kepergian bik Ijah, Vika mendekati Afikah.

"Kamu jangan besar kepala, merasa  semua orang yang ada di rumah ini menyayangimu, mereka belum tau saja sifat aslimu. Aku tau kamu menikahi cucuku hanya ingin uangnya dan harta kami 'kan?" ucapnya pelan namun penuh penekanan. 

"Oma salah, yang oma tuduhkan pada saya itu salah, saya mencintai mas Rayyan bukan uang dan hartanya," ucapnya.

Vika tersenyum memyeringai. "Aku sangat meragukan ucapanmu itu," ucapnya.

"Kenapa oma membenci saya?" tanyanya. 

"Karena aku tau kamu bukan perempuan yang baik untuk cucuku, dan aku tidak menyukaimu, jangan tanyakan alasannya, karena aku pun tidak tau jawabannya, yang aku tau! Aku sangat dan sangat tidak menyukaimu," ucapnya sambil melangkah pergi, karena diliriknya bik Ijah sudah datang.

Afikah mengelap air matanya yang jatuh di pipinya, setelah Vika pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status