Kesabaran adalah cara terbaik untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik.
***
Satu minggu berlalu.
Sabtu ini Afikah berangkat kuliah seperti biasanya dengan diantar Rayyan. Kebetulan ia libur pada hari sabtu dan minggu.
Di tengah perjalanan ponsel Afikah berbunyi. Tanda ada pesan masuk.
@Ridho
[Hai Vika, apa kabar? Aku sekarang di jakarta]
@Afikah
[Masya Allah, iya kah? Kapan kamu datang, Dho?]
Send.
@Ridho
[Kemarin, ini lagi liburan satu bulan lebih, hampir dua bulan ding]
@Afikah
[Wuih, seneng nih, Nasywa juga libur nggak ya?]
Send.
@Ridho
[Nggak tau kita kan beda, Nasywa di Amrik aku di Australia]
@Afikah
[Berharap Nasywa juga libur]
Send.
@Ridho
[Ketemuan yuk, di kafenya mamanya Nasywa]
@Afikah
[Kapan? Aku izin suamiku dulu ya]
Send.
@Ridho
[What? Kamu sudah menikah]
@Afikah
[Iya, Dho]
Send.
@Ridho
[Tega kamu, Fik. Nikah nggak ngasih kabar, apa kamu nggak pernah menganggapku sahabat kamu, kamu juga nggak pernah ngerti perasaanku, beneran tega kamu]
@Afikah
[Maaf, kamu kan jauh, aku nggak bisa ngabari, pasti kamu juga nggak bisa hadir]
Send.
@Ridho
[Beneran aku kecewa sama kamu]
@Afikah
[Maaf ... Maaf đđđ]
Send.
Centang dua biru, tapi Ridho udah nggak membalasnya.
"Ridho beneran kecewa sama aku, bagaimana ini? Nasywa juga pasti kecewa kalau aku bilang sudah menikah dan tidak ngabari dia," batin Afikah.
Rayyan sejak tadi hanya melirik Afikah yang sibuk dengan ponselnya, ia merasa diabaikan oleh istrinya.
"Serius banget balas chat nya," ucap Rayyan membuyarkan lamunan Afikah tentang sahabat-sahabatnya.
"Iya, Mas. Ini sahabat aku yang kuliah di Australia ngirim pesan, bilang saat ini sedang libur dan sudah pulang ke Jakarta," ungkapnya.
"Oo ... Emang siapa namanya?" tanyanya.
"Ridho."
"Cowok?"
Afikah mengangguk. Afikah menyadari Rayyan terlihat tidak suka.
"Aku punya dua sahabat waktu sekolah dulu, sejak SD sampai SMA, Ridho dan Nasywa. Kami sangat dekat seperti saudara." Afikah menceritakan pada Rayyan tentang sahabat-sahabatnya.
"Tapi nggak ada, Sayang. Persahabatan antara cowok dan cewek tidak menimbulkan benih cinta, meskipun kamu tidak tapi mungkin saja sahabat kamu itu menyimpan perasaannya padamu," ucap Rayyan.
"Ya, tebakan kamu benar, Mas. Memang Ridho mempunyai perasaan padaku, tapi jujur aku tidak, memang dulu pernah ada secuil perasaan tapi sudah aku kubur dalam-dalam. Dan saat ini, hatiku, cintaku bahkan duniaku hanya ada dirimu, hanya ada namamu tidak ada sedikitpun nama laki-laki lain," batin Afikah.
"Mas tenang saja, insyaallah ... Aku bisa jaga diri, Ridho itu baik, dia sangat menghormatiku, dia sahabatku dan selamanya akan seperti itu. Kami tidak ada hubungan lebih kecuali persahabatan," ucap Afikah terlalu baik hati.
"Ya sudah, kamu turun nggih! sudah sampai nih, nanti aku jemput ya," ucapnya meredam rasa cemburu di hatinya. Tak rela saja Afikah dekat dengan laki-laki lain.
"Iya, Mas. Makasih ya," ucap Afikah. Ia turun setelah Rayyan membukakan pintu mobilnya, Afikah menyalaminya mencium punggung tangan sang suami sebelum masuk ke gerbang kampus.
Pukul 1 Afikah keluar dari kampus saat ini dirinya menunggu Rayyan menjemputnya tadi ia sudah me ngabari Rayyan kalau sudah selesai. Afikah menunggu di parkiran. Ponselnya berbunyi.
@Ridho
[Fik, Kamu aku tunggu di kafe milik mamanya Nasywa, segera ke sini ya]
@Afikah
[Aku masih menunggu suamiku menjemputku] send.
@Ridho
[Emangnya kamu ada di mana?]
@Afikah
[Aku di parkiran kampus] send.
@Ridho
[Kamu kuliah?]
@Afikah
[Iya, ikut program non reguler, jurusan pendidikan] send.
@Ridho
[ Bagaimana kalau aku jemput?]
@Afikah
[Nggak usah, ini suamiku dalam perjalanan ke sini] send.
@Ridho
[Aku tunggu secepatnya ya]
Rayyan sudah sampai saat Afikah sudah selesai berkirim pesan dengan Ridho. Ia langsung turun menghampiri sang istri.
"Sudah lama nunggu ya?" tanyanya.
"Nggak kok, Mas. Belum lama cuma 10 menit."
"Ya sudah ayo pulang!" ajaknya.
"Mas, kita mampir ke kafe tempatku bekerja dulu ya, nemuin Ridho, bersama kamu, sekalian aku mau kenalin kamu ke dia," ucapnya.
Sejak menikah Afikah sudah tidak bekerja lagi di kafe, Rayyan tidak mengizinkannya. Sebagai gantinya Rayyan sekarang ikut menjadi donatur tetap pantinya bu Rani sama seperti oma dan bundanya, bahkan Rayyan juga menggaji kurir untuk antar kue bu Rani menggantikan Afikah, awalnya bu Rani dan Afikah menolak bantuan Rayyan tapi karena bujukan Rayyan, juga Amirah dan Kenzo mereka berdua menyetujuinya.
"Oke, kalau begitu aku juga pingin kenalan sama sahabatmu itu, bagaimana sih rupanya Ridho itu," ucapnya.
Tidak perlu waktu lama, karena jalanan terlihat lenggang, mereka berdua sampai di kafe itu.
Afikah langsung mencari di mana Ridho. Dirinya juga berulang kali menyapa rekan-rekan kerja dulu dengan ramah. Afikah menggandeng tangan Rayyan supaya Rayyan mengikutinya.
Afikah melihat Ridho sedang berbincang dengan seorang perempuan yang tidak di ketahui Afikah siapa perempuan tersebut karena perempuan itu duduk membelakanginya.
Afikah menyapa Ridho dengan Rayyan yang masih tetap berada di belakangnya.
"Assalamu'alaikum, Ridho, " sapanya.
Ridho langsung melihat ke arah Afikah, ia terkejut, karena Afikah sekarang sudah berhijab dan semakin cantik. Ridho masih tercengang melihat Afikah, rindu ... ya, Ridho sangat merindukan Afikah, gadis yang selama ini dirinya cintai, dan kini gadis itu sudah menikah, Ridho melihat tangan Afikah yang menggandeng tangan seseorang membuat Ridho kembali lagi ke dunianya, menyadarkan dirinya dari lamunannya. Dirinya sadar Afikah sudah menjadi milik pria lain. Rayyan melihat tatapan Ridho pada Afikah terlihat sangat tidak suka, Rayyan melihat tatapan penuh cinta dan syarat akan kerinduan pria itu pada istrinya. Ia seorang laki-laki ia sangat mengerti arti tatapan itu.
"Hai, Dho, kok malah bengong, nggak jawab salamku juga," ucap Afikah.
"Hehehe, iya deh. Wa'alaikumussalam," jawabnya sambil nyengir.
Ridho ingin mengajak Afikah salaman dan ingin memeluk perempuan itu. Namun Afikah dengan sigap menangkupkan kedua tangannya di dada.
Ridho nyengir melihat sahabatnya sudah berubah semakin alim.
"Kenalkan ini suamiku, mas Rayyan, ucapnya memperkenalkan Rayyan.
Perempuan yang sejak tadi duduk membelakangi mereka langsung berdiri saat mendengar nama Rayyan.
Rayyan menyodorkan tangannya untuk mengajak Ridho berjabat tangan dan dibalas oleh Ridho.
"Mas Rayyan ...," sapa gadis yang duduk bersama Ridho tadi.
Rayyan dan Afikah melihat ke arahnya dan keduanya sedikit terkejut.
"Anin ...," jawab keduanya.
"Lho, Kak. Kalian sudah saling kenal?" tanya Ridho.
"Iya, aku sangat mengenal mereka, ini mas Rayyan, kami sudah menjalankan ta'aruf tapi tiba-tiba mas Rayyan membatalkan itu, karena perempuan miskin, bekas perempuan nggak bener ini merebutnya dariku," ucapnya lantang, membuat semua pengunjung kafe melihat ke arah mereka.
"Ti-tidak itu tidak benar," ucap Afikah.
"Aku nggak nyangka, Fik. Kamu seperti itu. Kak Anin ini sepupuku, kamu kok tega sih ngerebut milik orang lain," ucap Ridho.
"Maaf, Kamu siapa, menghakimi sepihak orang tanpa ada bukti? Afikah tidak pernah merebutku dari Anin, aku membatalkan taaruf itu karena merasa tidak cocok dengan Anin, dan setelah melihat bukti cctv kelakuannya 'lah yang membuatku membatalkannya," ucap Rayyan membela Afikah.
"Kamu sudah dewasa, seharusnya kamu menyadari kesalahanmu, tidak malah membalikkan fakta dan mengkambing hitamkan orang lain untuk menutupi kesalahanmu," ucap Rayyan pada Anin.
"Aku pastikan, akan membuat hidupmu menderita, aku akan membalas rasa maluku ini dengan rasa yang menyakitkan untukmu," ucap Anin pada Afikah lalu pergi meninggalkan kafe itu, yang di susul oleh Ridho.
"Maafkan aku, bila aku salah faham, aku tidak mengerti masalah kalian, tapi aku harus mengantarkan kakak sepupuku, lain kali kita akan bertemu lagi, permisi," ucap Ridho menyusul Anin dengan terburu-buru.
Afikah dan Rayyan hanya menggelengkan kepala mereka.
"Mas, mau pesan atau langsung pulang?" tanya Afikah.
"Terserah kamu, maunya apa," jawab Rayyan. Ia masih sedikit kesal.
"Kita pesan dulu yuk!" ajak Afikah sambil menarik lembut tangan Rayyan. Membuat Rayyan kembali melunak. Melupakan kejadian barusan.
"Ok, siap boskyu yang cantik ...," goda Rayyan.
Afikah malu dan memukul dada sang suami.
"Tau nggak hobiku sekarang apa?"
"Hmm ... Nggak tau ... Emang Apa?" tanyanya.
"Sini aku bisikin," ucap Rayyan mendekatkan bibirnya ke telinga Afikah.
"Godain istri cantikku," bisiknya merdu di telinga Afikah, membuat Afikah tersenyum malu.
"Apaan sih? Ngegombal aja," ucap Afikah malu-malu.
Rayyan tersenyum. "Emang beneran! ngapain ngegombal, hm ...," godanya sambil menaik turunkan alisnya.
"Udah ah, Mas. Jadi pesan apa ini? Biar aku bilang mbak Ayin."
"Terserah kamu aja! Kamu sukanya apa, aku juga suka kok, Sayang."
Afikah tersenyum. "Oke, siap ...."
Setelah menghabiskan pesanannya Afikah dan Rayyan pulang ke rumah. Di rumah hanya terlihat Vika yang sedang duduk santai di ruang keluarga.
Rayyan dan Afikah masuk dan mengucapkan salam pada omanya. Vika menjawab salam itu.
"Yang lain pada kemana, Oma?" tanya Rayyan.
"Mengantarkan Renata takziyah ke rumah temannya," jawab Vika sambil melirik Afikah.
"Kalau opa?"
"Opa kamu main golf sama komunitasnya," jawabnya.
"Mas, aku langsung bantu bik Ijah masak untuk makan malam ya," pamit Afikah.
Rayyan mengangguk. "Mas ke atas mandi dulu ya," ucapnya.
"Iya."
"Bik Ijah tolong kasihkan makan ikan-ikan di kolam samping, tadi belum sempat dikasih makan!" ucapnya memerintah.
"Iya, Nyonya."
Selepas kepergian bik Ijah, Vika mendekati Afikah.
"Kamu jangan besar kepala, merasa semua orang yang ada di rumah ini menyayangimu, mereka belum tau saja sifat aslimu. Aku tau kamu menikahi cucuku hanya ingin uangnya dan harta kami 'kan?" ucapnya pelan namun penuh penekanan.
"Oma salah, yang oma tuduhkan pada saya itu salah, saya mencintai mas Rayyan bukan uang dan hartanya," ucapnya.
Vika tersenyum memyeringai. "Aku sangat meragukan ucapanmu itu," ucapnya.
"Kenapa oma membenci saya?" tanyanya.
"Karena aku tau kamu bukan perempuan yang baik untuk cucuku, dan aku tidak menyukaimu, jangan tanyakan alasannya, karena aku pun tidak tau jawabannya, yang aku tau! Aku sangat dan sangat tidak menyukaimu," ucapnya sambil melangkah pergi, karena diliriknya bik Ijah sudah datang.
Afikah mengelap air matanya yang jatuh di pipinya, setelah Vika pergi.
Kesabaran adalah obat terbaik dari segala kesulitan. Sabar dan ikhlas kunci sukses menjalani segala cobaan yang Allah berikan, agar hati dan keyakinan kita tetap kuat bertahan. Ditengah kepungan badai yang menghantam, kuat menjalaninya selagi dirinya tetap bersamanya.***Ucapan Vika masih terngiang di telinga Afikah. "Bagaimana oma bisa menilaiku seperti itu, apa yang ia sangkahkan itu sangat salah, bahkan sedikit pun aku tidak memikirkan tentang harta keluarga ini," batin Afikah.Afikah melamun saat dirinya memotong dan meniris bawang. Tanpa dirinya sadari tangannya terkena sayatan pisau itu, bik Ijah yang melihat darah di jari Afikah, segera menyadarkan Afikah. "Non, jarinya non Afikah berdarah, kok bisa sih, Non? Berdarah seperti itu, tapi tidak berasa," ucap bik Ijah panik, ia segera mengambil kotak p3k dan mengobati luka sayatan di jari Afikah. "Maaf ya, Bik. Saya sudah merepotkan bibik," ucapnya."Iya, Non. Untung saja luka sayatannya nggak dalam. Lain kali hati-hati ya," u
Kebahagiaan yang didapatkan dengan perjuangan akan terasa lebih membahagiakan daripada hanya didapatkan dengan cara instan. Dan saat inilah kesempatan kita untuk berjuang agar merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.***Satu bulan berlalu.Saat ini keluarga Adinata sedang sibuk menyiapkan acara pengajian di kediaman mereka nanti siang. Besok adalah acara akad nikah Niken yang akan diadakan di rumah keluarga Adinata. Sengaja Devan menyuruh Amran dan Revi untuk mengadakan acara itu di rumahnya.Afikah terlihat sibuk membantu bu Rani dan bik Ijah di dapur menyiapkan katering. Renata dan Alika juga ikut membantu. Amirah bertugas mengurus parsel yang akan diberikan pada anak panti dan jamaah pengajian. Ambar, Vika dan Devina juga sibuk membantu Amirah. Ambar dan Devina terlihat semangat dan bahagia bila Amirah menceritakan tentang Rayyan dan Afikah. Amirah selalu memuji menantunya, Afikah. Lain halnya dengan Vika dirinya tetap diam tidak merespon sama sekali. Membuat Amirah sedih dan k
***Fitnah adalah drama kebencian dari jiwa-jiwa kelam yang iri dengan kebahagian yang kita dapatkan.Ketika segelintir gosip kejam dari mulut ataupun dari media lain yang dikirim seseorang mewarnai namaku lalu kamu mempercayainya begitu saja, hanya ada dua kemungkinan. Kamu tidak mengenal aku dengan baik. Atau, kamu tidak mengenal orang yang mengatakan itu dengan baik.(Afikah~ Takdir Cinta)***Satu bulan setelah resepsi pernikahan. Rayyan masih menunda bulan madu mereka karena dirinya begitu disibukkan dengan seminar yang diadakan rumah sakit milik keluarganya di seluruh rumah sakit cabang milik keluarga Adinata di kota-kota besar lainnya. Kebetulan Rayyan sebagai moderator dari seminar itu. Ia meminta maaf pada Afikah karena tidak ada waktu untuk istrinya, dirinya harus sering keluar kota untuk memimpin seminar itu. Afikah sangat mendukung Rayyan dan tidak mempermasalahkan hal itu. Afikah sangat mengerti Rayyan melakukan itu karena tuntutan pekerjaan."Maaf ya, Sayang. Bulan madu
Tidak perlu membela diri mati-matian. Karena mereka tidak membutuhkan penjelasanmu. Jelaskan seadanya dan biarkan waktu yang membuktikan kalau yang mereka sangkahkan terhadapmu itu salah.Ingat ....Sabar itu indah dan kuat. Dan fitnah adalah kesempatan untuk melatih kesabaran.***3 hari berlalu. Afikah menjalankan tugasnya seperti biasa di rumah keluarga Adinata. Membantu bik Ijah memasak, menyiapkan makanan serta berkebun bersama Amirah. Vika masih sama, saat dirinya berkumpul dengan Amirah, ia akan pergi menghindar kalau Afikah ikut dalam kebersamaan mereka. Hari ini, Rayyan pulang dari Surabaya. Afikah menyambut sang suami dengan bahagia. Dirinya sudah sangat merindukan Rayyan. Meskipun setiap hari mereka saling berkomunikasi lewat video call, namun hal itu tidak serta merta menghilangkan kerinduan keduanya."Sayang, aku sangat merindukanmu," ucap Rayyan. Saat ini mereka berdua sudah ada di kamar mereka.Afikah tersenyum lembut. "Sama, Mas. Aku juga merindukanmu."Selepas sho
Sabar itu melelahkan, tapi aku percaya sabar membuat semua indah pada waktunya.Ketika kamu sabar dalam menahan amarah, maka kamu telah menyelamatkan ribuan penyesalan.***Sudah hampir satu bulan Rayyan mendiamkan Afikah, Afikah masih mengerjakan tugasnya dengan baik sebagai seorang istri dan menantu di keluarga Adinata. Afikah sudah memeriksakan kandungannya meskipun Rayyan tidak pernah mau menemaninya. Bahkan sejak pertama kali ia periksa untuk pertama kalinya. Ia selalu memeriksakan kandungannya dengan ditemani Renata. Ya semua keluarga Adinata mencoba untuk percaya kalau Afikah tidak melakukan hal hina itu. Mereka juga mencoba percaya kalau benih yang Afikah kandung adalah benih Rayyan.Hanya Vika yang masih memperlakukan Afikah dengan buruk baik ucapannya maupun tindakannya. Vika juga berusaha menyuruh Rayyan untuk menceraikan Afikah. Berulang kali Vika membujuk Rayyan untuk menceraikan Afikah, namun Rayyan masih bimbang, Rayyan hanya ingin mencari bukti-bukti itu, tentunya den
Menjauh adalah pilihan yang tepat saat kita tidak dibutuhkan lagi. Karena ada saatnya untuk menjauh sejenak, dan ada saatnya juga untuk benar-benar menghilang.Mungkin inilah caraku. Caraku untuk menjauh. Perlahan-lahan ... Hilang dari duniamu. Memberi ruang untukku hingga aku sadar kamu memang benar-benar tak mengharapkanku lagi. (Afikah ~Takdir Cinta)***Afikah bertemu Bu Dita pemilik kosan yang saat ini dirinya berada."Permisi, Bu. Saya mau mencari tempat tinggal. Apa di kosan ibu masih ada yang kosong?" tanyanya sopan.Bu Dita melihat penampilan Afikah dari atas ke bawah."Apa Nak ... Sudah menikah?" tanyanya."Nama saya Afikah, ia saya sudah menikah, namun saat ini suami saya bekerja di tempat yang jauh," ucapnya terpaksa berbohong tentang Rayyan."Boleh lihat ktp dan buku nikahnya?" tanyanya."Oo, boleh, Bu. Silahkan!" ucap Afikah sambil menyerahkan ktp dan buku nikahnya."Baiklah saya percaya, maaf, asal Nak Afikah tau di kosan saya sangat ketat peraturannya, saya
Allah tiupkan kekuatan melalui ujian-ujian yang datang, Allah tangguhkan sesuatu untuk dididik sabar, Allah ambil sesuatu untuk dididik ridha, ikhlas dalam menjalankan semuanya, ikhlas dalam menerima takdir dari Allah.***Empat bulan berlalu ....Saat ini Afikah sudah bekerja di kafe depan kosan yang ia tempati. Memang kafe itu belum cukup ramai karena baru satu bulan buka. Perut Afikah sudah terlihat membesar, usia kandungannya saat ini sudah memasuki bulan keenam. Afikah selalu tegar dalam menghadapi masalahnya. Berjuang keras untuk menghidupi dirinya dan calon bayi yang ada di kandungannya. Meskipun mempunyai uang tabungan tapi Afikah tidak mau hanya mengandalkan tabungan itu.Di lain tempat. Rayyan, Kenzo, Abizar, Devan dan Amran sudah mengerahkan anak buahnya untuk mencari Afikah di seluruh Jakarta. Namun hingga sampai sekarang mereka belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Amirah masih kecewa dengan Rayyan, ini kali kedua Rayyan membuatnya kecewa. Amirah sudah tidak mau l
Dalam kehidupan, kamu tidak perlu menjadi luar biasa untuk memulai sesuatu, tapi kamu harus memulai untuk menjadi luar biasa, karena kebaikanmulah yang akan membawanya menuju kebahagiaan.(Afikah ~Takdir Cinta)âMau di kasih nama siapa, Fik? Tanya Ayu. Salah satu penghuni kost tempat Afikah tinggal.Afikah masih terdiam, dirinya bingung harus memberi nama siapa bayi mungilnya itu.âBelum tau aunty, mau dikasih nama siapa, nanti saja ya Aunty,â jawabnya ramah.âSudah-sudah kita biarkan Afikah istirahat bersama bayi tampannya ya,â ucap Nadira.âIya, kamu istirahat aja, Fik. Kalau butuh sesuatu bisa panggil kami,â ujar Rima.âMakasih ya, kalian semua sudah sangat baik padaku,â ucap Afikah dengan mata berbinar.âKita semua yang ada di sini âkan sudah seperti saudara, kamu jangan merasa sendiri ya, ada kami yang selalu ada buat kamu,â ucap Rania. Afikah tersenyum mengangguk. Afikah memang tidak pernah menceritakan masalah pribadinya pada mereka, namun mereka tau kalau Afikah menyimpan k