Nadya mengernyit, tidurnya terusik karena merasakan beban di bagian dada. Dia membuka matanya dan melihat sebuah lengan kekar melingkar di tubuhnya dengan posesif. Nadya menoleh, mendapati wajah Devan tepat berada di ceruk lehernya. Kedua mata Devan masih terpejam, pertanda pria itu masih berada di alam mimpinya. Dada Devan bergerak seirama dengan napasnya yang mengalun pelan. Wajah pria itu terlihat begitu damai dengan suara dengkuran halus yang mengiringi. Tubuh mereka masih sama-sama polos, hanya selimut yang kini menutupi tubuh polos mereka.Nadya menghela napas panjang. Pikirannya melayang, memutar kembali kegiatan panas yang mereka lakukan semalam. Dia mengingat jelas bagaimana mereka melakukannya dengan gairah yang begitu menggelora. Dia mengingat jelas bagaimana dirinya merintih, mengerang dan meneriakkan nama Devan berulang kali di setiap pergulatan panas yang mereka lakukan. Dia mengingat bagaimana tubuh mereka melebur menjadi satu. Lagi, lagi dan lagi.Mereka bahkan baru te
Devan dan Nadya tersenyum melihat pasangan suami-istri yang kini saling menggoda satu sama lain. Hal itu membuat Devan menoleh ke arah Nadya dan membisikkan sesuatu di telinga gadis itu.“Kita juga nanti harus seperti mereka ya, Sayang. Tetap mesra walaupun usia sudah tidak muda lagi,” bisik Devan di telinga Nadya. Seketika wajah Nadya merona dan dengan cepat gadis itu menganggukkan kepalanya.“Mas juga harus setia dong seperti Papa! Kalau Mas setia, maka segalanya akan menjadi lebih indah untuk kita menjalani kehidupan rumah tangga nantinya,” bisik Nadya di telinga Devan.“Selama ini aku sudah membuktikan kalau aku seorang kekasih yang setia,” balas Devan berbisik ke telinga Nadya. Dan ketika sedang berbisik, dia sempatkan untuk mengecup pipi Nadya sekilas.Interaksi antara Devan dan Nadya rupanya diperhatikan oleh kedua orang paruh baya, yang dari tadi merasa diabaikan oleh dua insan yang sedang kasmaran. Mereka tersenyum saat melihat Devan tanpa tahu malu mengecup pipi Nadya di had
Nadya memeluk Runi dengan erat. Dia merasa memiliki dua orang ibu saat ini. Dia dan Runi baru saja bertemu, tapi rasanya mereka sudah lama kenal dan baru hari ini bertemu kembali.Runi pun memiliki perasaan sama terhadap gadis yang kini ada di pelukannya. Dia merasa kalau sudah pernah mengenal Nadya sebelumnya. Dia berharap kalau Nadya dan anaknya dapat berjodoh dan membina kehidupan rumah tangga yang harmonis.“Terima kasih atas semua yang Tante berikan padaku. Bukan hanya cincin indah ini saja, tapi semenjak saya menginjakkan kaki di sini, Tante menerima saya dengan baik. Saya merasa bahagia.” Nadya menangis karena terharu. Runi menghapus air mata yang menetes di pipi mulus Nadya. Dan mencium pipi gadis itu lembut.“Mulai sekarang, kamu jangan panggil Tante lagi. Tapi, harus panggil Mama, ya.” Runi menatap wajah Nadya dengan senyum yang mengembang di bibirnya.“Baik, Ma.” Nadya kemudian mencium punggung tangan Runi.Mereka menghabiskan waktu di kamar. Bercerita tentang banyak hal, h
Nadya merapikan barang-barang pribadi yang ada di ruang kerjanya. Dia sebenarnya tidak tega meninggalkan ayahnya yang tengah berjuang, untuk menghadapi krisis keuangan yang dialami oleh perusahaannya. Dia biasanya selalu mendampingi ayahnya dan memberikan pendapatnya, apabila ayahnya meminta pertimbangan darinya untuk mengambil keputusan. Tetapi, kini hatinya sudah terluka karena ayahnya tetap saja membenci Devan. Ayahnya tidak mau mengenal Devan terlebih dahulu, tapi justru memaksakan kehendaknya agar dia menikah dengan David. Tak terasa air matanya menetes di pipinya yang mulus. Dia tidak menyangka kalau akan berakhir begini. Dia mencintai ayahnya, tapi dia juga mencintai Devan, laki-laki yang sudah dia berikan segalanya baik itu hati maupun tubuhnya.Tiba-tiba pintu ruangan Nadya terbuka. Menampilkan sosok Indra di ambang pintu sambil memegang sepucuk surat, yang tadi Nadya letakkan di meja kerjanya. Indra menghela napas panjang kala dia melihat anak yang dia cintai dan banggakan,
“Jadi setelah Papa cerita masalah yang sedang perusahaan kita hadapi, apa kamu masih ingin mengundurkan diri dan tidak mau membantu, Papa?” Indra melonggarkan pelukannya untuk melihat wajah Nadya.Nadya menggelengkan kepalanya. Dia kembali menangis dan memeluk tubuh ayahnya. “Aku akan membantu Papa. Tapi, dengan satu syarat. Restui hubungan aku dengan Devan. Aku hanya mau menikah dengan dia, Pa.”Indra membulatkan matanya dan mulutnya pun terbuka, karena dia tidak menyangka kalau anaknya akan mengajukan syarat seperti itu. Syarat yang membuat dirinya sulit untuk mengambil keputusan.“Papa sudah cerita tadi ke kamu kalau Papa terikat perjanjian dengan ayahnya David.” Indra menatap wajah anaknya dengan tatapan yang sedikit kesal, karena Nadya masih belum mengerti juga dengan kesulitan yang dia hadapi.“Iya, aku ngerti kesulitan Papa. Tapi, aku dan Devan...” Nadya tidak meneruskan ucapannya. Dia takut kalau ayahnya akan semakin marah padanya. Dia menunggu reaksi ayahnya setelah kata-kata
Indra menatap Nadya dan Devan bergantian. Perasaannya kini bercampur aduk. Perasaan cinta seorang ayah pada anak gadisnya, sehingga dia akan berbuat apa saja demi kebahagiaan anaknya. Di sisi lain, dia termasuk salah satu orang yang teguh pada janji yang sudah dia ucapkan. Indra menghela napas panjang lalu melangkah kembali ke arah meja kerjanya."Kalian duduk dulu di sofa! Saya akan tunjukkan sesuatu pada kalian," ucap Indra.Nadya dan Devan menurutinya. Mereka melihat ke arah Indra yang sedang mencari sesuatu di laci meja kerjanya.Indra berjalan ke arah sofa setelah dia menemukan sesuatu, yang akan dia tunjukkan kepada Nadya dan Devan."Ini isi perjanjian saya dengan ayahnya David. Di sana saya menyebutkan kalau perjanjian ini akan batal apabila David menyakiti Nadya." Indra meletakkan berkas di atas meja dan menatap anaknya lekat sebelum dia kembali melanjutkan kata-katanya. "Sekarang Papa mau tanya ke kamu, apa pernah David menyakiti kamu? Kalau memang pernah, Papa akan membatal
“Iya, aku rindu sama anak bungsuku. Aku rindu sama suaranya, aku rindu sama tawanya dan aku rindu semua yang ada pada diri Amelia. Aku ingin mengatakan permintaan maafku pada Amelia dan merestui pernikahannya dengan dokter itu.” Indra tersenyum dan menggenggam tangan istrinya. Laura kemudian membalas dengan menautkan jemarinya di jemari suaminya. Pemandangan itu menyentuh hati Nadya dan Devan. Hal itu membuat mereka ingin mengikuti langkah kedua orangtua paruh baya itu.“Kalian iri ya sama kita? Itu ikutan menautkan jemarinya,” ucap Laura menggoda anak dan calon menantunya. Sementara itu, Nadya dan Devan hanya tertawa geli mendengar ucapan Laura yang sarat godaan buat mereka.“Nad, habis makan kamu telepon Andi dan pengacara Papa! Suruh mereka kemari! Papa akan mengajak mereka berunding mengenai pembatalan perjanjian itu. Dan besok mereka berdua juga akan Papa ajak untuk mendampingi Papa ke kantor orangtua David.” Mata Indra menerawang. Dia sedang memikirkan langkah selanjutnya yang a
Indra dan Laura menyambut keluarga Herlambang di depan pintu rumahnya dengan senyum yang merekah di bibir mereka. Hari ini Rama beserta istri dan anak kembar mereka datang untuk melamar Nadya secara resmi.“Selamat datang, silakan masuk!” Indra mempersilakan masuk tamu kehormatan yang hari ini akan meminang anak mereka. Wajahnya ceria menerima Rama Herlambang yang terkenal dengan kerajaan bisnisnya yang sukses di segala bidang.“Terima kasih, Pak Indra.” Rama dan istrinya menyalami Indra dan Laura sebelum mereka masuk ke dalam rumah.“Wah, ternyata Nadya mewarisi kecantikan Mamanya ini,” puji Runi kepada Laura.“Terima kasih,” sahut Laura dengan senyum yang terbit dari bibirnya.“Ma, Nadya masih di kamar? Tolong dipanggil. Katakan padanya kalau keluarga Devan sudah datang,” ucap Indra tersenyum ke arah sang istri.“Iya, sebentar. Saya akan panggil Nadya di kamarnya. Biasa lagi dandan. Belum selesai juga dari tadi,” ucap Laura tersenyum. Dia kemudian beranjak dari sofa dan berjalan ke