Almera menjatuhkan tasnya dan tidak lama kemudian badannya ikut luruh ke lantai. Baru kali ini dia merasakan sesak di dada hanya karena ucapan seseorang dan orang itu adalah suaminya sendiri. Dia sudah berbaik hati ingin membuatkan Romeo makan malam, dia ingin menjadi istri yang baik. Namun, semua niat baiknya ditepis dengan ucapan Romeo yang begitu tajam. Meskipun rasa masakannya tidak seenak masakan bunda, tetapi setidaknya dia sudah berusaha untuk belajar memasak. Dia bisa menjamin kalau masakannya itu bersih, karena dia mengikuti langkah-langkah sesuai dengan yang ada di handphone. Sewaktu awal kenal, Romeo masih bisa diajak bercanda walaupun menggunakan nada datarnya, tetapi kenapa sekarang seperti ini?
"Haha bodoh lo Al. Nikah juga baru sehari, mungkin memang seperti ini sifat aslinya," ucap Almera terkekeh miris. Dia baru menikah kemarin dan bisa-bisanya dia membandingkan sifat Romeo sebelum dan sesudah nikah. Ya jelas dia belum tahu betul sifat asli Romeo, memangnya d
Almera terbengong dengan menatap punggung Romeo yang berjalan menjauh. Otak dia masih berputar, mencerna ucapan Romeo."Pak, tunggu!" teriak Almera berlari kecil menyusul Romeo yang sudah lumayan jauh di depan."Ini," ucap Romeo ketika sudah sampai di taman.Mata Almera berbinar kagum. Tamannya begitu luas dengan berbagai macam bunga, terlihat begitu cantik. Almera merasa senang dan tenang berada di taman ini, udaranya begitu sejuk.Ting!Deringan ponsel pertanda ada yang mengirim pesan membuat Almera menoleh ke arah Romeo. Terlihat Romeo yang sedang fokus membaca pesan, entah dari siapa. Almera mengangkat kedua bahunya acuh, tidak terlalu penting. Mungkin itu hanya dari rekan kerja atau sekertaris Romeo. Dia kembali menolehkan kepadanya menatap taman dengan bibir yang melengkung, membentuk senyuman."Pak, mau kemana?" tanya Almera saat melihat Romeo yang berjalan menjauhi taman. Jangankan menjawab pertanyaan Almera, menoleh saja tidak. Rome
Almera memejamkan matanya takut saat ada yang membuka selimutnya. Apa pun yang akan terjadi nanti, dia sudah pasrah."Tidur?"Dahi Almera mengernyit, suara ini begitu familiar di telinganya. Almera membuka matanya secara perlahan. Setelah terbuka sempurna, seketika emosi dan rasa kesal yang sedari tadi dia tahan langsung meluap, apalagi melihat wajah Romeo yang seakan tidak merasa bersalah. Ya, seseorang yang membuka pintu dan selimutnya adalah Romeo. Seorang suami yang tega meninggalkan istrinya di rumah sendirian."BAPAK, KEMANA AJA?" teriak Almera bangkit dari posisi tidurnya dan memukuli dada Romeo brutal. Meskipun dia tidak pandai silat atau semacamnya, tetapi jangan remehkan kekuatan memukulnya. Apalagi disaat emosi, tenaganya seakan bertambah dua kali lipat."Stop, sakit! Kamu kenapa?" tanya Romeo menggenggam kedua tangan Almera, menghalanginya supaya tidak terus memukul. Jujur saja, dadanya terasa
Sedari tadi Almera hanya berguling-guling di atas kasurnya. Setelah kabur dari Romeo, dia langsung mengunci pintu kamar dan tidak berani keluar. Entah Romeo sudah berangkat atau belum, dia tidak peduli."BOSAN!" teriak Almera dengan posisi telentang. Rambut dan pakaiannya sudah kusut seperti orang gila. Bahkan bantal dan teman-temannya sudah berserakan di lantai.Almera menatap langit-langit kamarnya, dia membayangkan segala hal. Mulai dari kejadian yang sudah berlalu hingga memikirkan kemungkinan yang akan terjadi kedepannya. Dia takut kalau pernikahan ini tidak bertahan lama. Cinta memang bisa datang karena terbiasa, tetapi melihat sikap Romeo membuat dia ragu. Apa dia bisa? Hingga tiba-tiba suara dering ponsel pertanda ada telepon masuk membuyarkan lamunan Almera."Siapa sih?" tanya Almera pada dirinya sendiri dengan menoleh ke arah handphonenya yang berada di atas nakas, sebelah tempat tidur. Merasa tidak kunjung berhenti, dengan malas Almera bangkit dan men
"Kampret lo, Al. Nyesel gue dan gue pastikan ini terakhir kalinya gue nerima ajakan lo," ucap Widya menatap Almera sengit, dengan tangan yang bersedekap dada. Setelah ke taman tadi, Almera mengajak dia berkeliling di lantai dua dan dengan teganya, Almera meninggalkan dia di lorong yang terdapat banyak ruangan. Almera bilang bahwa di ruangan yang paling ujung itu tempat aksesoris dan dengan semangat dia berjalan masuk. Namun ternyata dia ditipu, karena ruangan itu hanya sebuah kamar yang berisi ranjang dan lemari. Baru kali ini dia menyesali hobinya yang pengoleksi aksesoris, bahkan dia melupakan sifat jahil Almera yang sudah tingkat dewa."Haha yakin ini yang terakhir? Kalau gue ajak ke mall gimana?" tanya Almera menggoda Widya. Menurutnya, menjahili orang itu sangat seru apalagi sampai menangis. Seperti Widya tadi, padahal dia bersembunyi di salah satu kamar yang tidak jauh dari tempat Widya. Awalnya, dia memantau Widya dari lubang intip yang ada di pintu
Almera menghentikan pukulan tangannya di meja saat mendengar suara seseorang. Matanya mengerjap mencoba mengumpulkan kesadarannya, takut jika suara itu bukan suara manusia."Almera."Mata Almera langsung melotot sempurna, bulu kuduknya meremang. Kenapa dia bisa tahu namanya?"Ampun, Mbah. Saya minta maaf kalau ganggu, tetapi kalau mau marah ke Romeo aja ya, Mbah. Karena dia yang membuat saya kesal jadi saya mukul meja. Kalau mau dibawa juga enggak papa kok, Mbah," ucap Almera memejamkan mata dengan tangan yang ditadahkan."Buka mata kamu! Saya bukan mbah seperti yang kamu sebut tadi."Dahi Almera mengernyit, dia merasa familiar Dengan suara datar ini. Dengan cepat Almera menolehkan kepalanya ke belakang, seketika raut wajahnya berubah canggung. Ternyata yang berbicara adalah Romeo dan sekarang berdiri dengan menatap dia tajam."Hehe, Bapak. Ngapain berdiri disitu, Pak?" tanya Almera asal."Ngapain kamu disini?" tanya Romeo tanpa menja
"Kamu pikir saya mau? Tidak, meskipun kamu mau bersujud di kaki saya sekalipun, saya tidak akan pernah meninggalkan kekasih saya," tekan Romeo dengan suara yang semakin dingin. Memangnya Almera siapa? Sampai berani menyuruh dia untuk meninggalkan sang kekasih. Kalau mau belajar jadi istri yang baik, ya belajar saja sendiri. Kenapa mengajak dia?"Saya memang menyuruh Bapak untuk meninggalkan perempuan itu, tetapi jika untuk bersujud memohon di kaki Bapak, saya tidak sudi. Memangnya apa ada jaminan, kalau Bapak akan benar-benar meninggalkan perempuan itu?" tanya Almera dengan suara datar dan tangan yang mengusap air matanya kasar. Dikhianati seorang pacar memang sakit, tetapi dikhianati oleh suami jauh lebih sakit. Semua orang pasti menginginkan pernikahan satu kali seumur hidup, sama seperti dirinya. Namun, jika sudah seperti ini, apa pernikahannya akan bertahan lama? Sedangkan salah satunya ada yang memiliki kekasih. Dia pikir, Romeo cuek dan tidak mau mem
"Almera!" teriak Romeo dari atas tangga.Dengan cepat Almera berlari menuju asal suara, dia takut kalau Romeo keceplosan marah-marah dan pada akhirnya orang tua mereka tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Di dalam hati dia tidak berhenti menggerutu, padahal ada handphone kenapa harus berteriak?"Ayo!" ajak Almera ketika sudah sampai di depan Romeo dan menarik tangannya paksa, membawanya kembali ke lantai atas."Ada apa?" tanya Romeo datar, dia mengelap bekas tangan Almera di bajunya.Almera yang melihatnya hanya bisa tersenyum miris di dalam hati. Sampai segitunya Romeo tidak mau dia sentuh? Padahal dia cuma memegang tangannya, tetapi sudah dilap. Apalagi kalau dia peluk, mungkin bukan cuma dilap, tetapi langsung mandi."Bapak, kenapa teriak? Di bawah ada kedua orang tua kita," ucap Almera memberi tahu dengan suara yang begitu pelan, takut kalau orang tuanya mendengar.
Teriakan Romeo yang tiba-tiba, sukses membuat para orang tua terperanjat kaget. Bahkan, Almera yang berada di sebelahnya pun merasa jantungnya akan lepas."Kamu kenapa sih, Rom?" tanya Mama Lala jengkel."Almera gigit itunya Romeo, Ma," jawab Romeo jujur dengan wajah datarnya.Sedangkan Almera yang masih berada di dalam dekapan Romeo, sontak melebarkan matanya sempurna. Apa-apaan Romeo ini, kenapa terlalu jujur? Perlahan wajahnya memerah malu, pasti para orang tua berpikir yang tidak-tidak. Dia merutuki kelakuannya sendiri yang bisa-bisanya menggigit puting Romeo. Namun, dia juga merutuki mulut Romeo yang terlalu lemes, kenapa harus jujur sih?"Itu apa, Rom?" tanya Bunda Tina mengerutkan keningnya bingung, tetapi dengan cepat disenggol oleh Ayah Grisham. Memberi kode supaya tidak menanyakan hal itu."Apa sih, Pa?" tanya Bunda Tina menatap Ayah Grisham kesal, kemudian kembali mengalihkan pandangannya kepada dua sejoli pemilik rumah ini, siapa lagi k