Share

3. Bapak Menyebalkan

Mendengar ada yang menyapanya Almera menoleh. Wajahnya langsung cerah, senyumnya mengembang sempurna. Menambah kadar kecantikan yang dimiliki Almera. 

"Hai juga, Rel," sahut Almera dengan semangat. Siapa yang tidak senang jika didatangi oleh Farrel Abdillah, seorang mahasiswa yang terkenal akan ketampanan dan kecerdasannya.

"Gue gabung boleh?" tanya Farrel meminta izin kepada mereka bertiga.

Dengan cepat Almera mengangguk. "Boleh dong."

"Jangan terlalu antusias. Lo harus sok jual mahal gitu," bisik Widya kesal.

"Enggak bisa, dia idaman banget," sahut Almera yang juga berbisik, namun bisa didengar oleh kedua sahabatnya. Widya dan Amel kompak memutar bola matanya malas. Dasar Almera, ada yang tampan sedikit langsung seperti cacing kepanasan.

"Gimana kuliah hari ini, Al?" tanya Farrel tersenyum manis.

"Alhamdulillah, lancar," jawab Almera dengan nada yang sangat lembut.

Widya dan Amel pura-pura muntah. Lebay sekali sahabatnya yang satu itu. Jika berbicara dengan cowok tampan suaranya langsung lembek seperti yupi. Lah, sedangkan dengan sahabatnya sendiri suaranya langsung ngegas seperti becak motor.

"Gue pergi dulu ya, Al. Ada kelas sebentar lagi, nanti gue chat lo," ucap Farrel.

"Iya, Farrel." 

"Bye semua," pamit Farrel seraya mengusap pucuk kepala Almera.

"Bye, jangan kembali lagi," sahut Amel saat Farrel sudah lumayan jauh, jadi Farrel tidak akan mendengar.

"Gue seneng banget," ucap Almera dengan nada tertahan. Ingin berteriak, tetapi malu. Nanti dia disangka sudah gila lagi. Sudah lama Almera menyukai Farrel, begitu pun sebaliknya. Hanya saja mereka berdua terlalu gengsi untuk mengungkapkan.

"Gila, lo," sinis Widya.

"Kalian kenapa sih?" tanya Almera sewot.

"Nah 'kan keluar suara aslinya," sindir Amel dengan terkekeh.

"Kenapa suara lo bisa berubah ya, Al?" tanya Widya dengan raut penasaran.

Almera mendengkus kesal. Selalu seperti ini, kedua sahabatnya akan meledeknya habis-habisan jika dia selesai berbicara dengan Farrel. Apa salah kalau dia berbicara lembut kepada lelaki yang disukainya, masa iya dia harus ketus. Nanti yang ada mereka kabur semua dan dia tidak mau menjadi perawan tua.

**

Jam kampus telah usai, saat ini Almera sedang berdiri di pinggir jalan. Sedari tadi dia menunggu taxi tetapi tidak ada yang lewat. Andai saja mobilnya tidak dia tinggalkan, pasti sekarang dirinya sudah bersantai di rumahnya.

Kenapa tidak ada angkutan umum sama sekali sih! Apa mereka sudah kaya, hingga cuti berjamaah seperti ini? Mana handphone nya lowbat lagi, lengkap sudah penderitaan mu Almera. Rasanya dia ingin menangis saja, sebanyak kendaraan yang lewat apa tidak ada yang mengenal dirinya?

"STOP!" teriak Almera melambaikan tangannya pada mobil yang baru saja ingin berjalan setelah menurunkan seorang wanita.

"Pak, ke lampu merah yang ada di jalan anggrek ya," ucap Almera yang sudah duduk tenang di belakang.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. 

Almera menatap takjub pada mobil yang ditumpanginya saat ini. Ini mobil mahal, jarang sekali dirinya mendapati taxi sekeren ini. Wah, supirnya pun berpakaian mewah. Ya ampun, apakah ini yang dinamakan pelangi setelah hujan? Setelah mengalami beberapa kesialan akhirnya dia mendapat kebahagiaan dengan menaiki taxi semewah ini? Ini adalah pengalaman yang paling terindah baginya.

"Terima kasih, Pak. Ini uangnya," ucap Almera menyodorkan uang berwarna merah.

"Saya bukan bapak-bapak dan mobil saya bukan taxi." Kalimat dengan nada datar itu membuat Almera merinding. Kenapa menjadi horor seperti ini.

"Tetapi tadi ada yang turun dari mobil ini," ucap Almera menutupi rasa takutnya.

"Tadi karyawan saya." Lelaki itu menoleh ke arah Almera. Sejenak Almera terpana dengan wajah tampan dari lelaki yang berada di hadapannya saat ini. Terlihat sangat dewasa, dengan wajah tampan putih bersihnya. Sejak kapan ada lelaki setampan ini?

"Khem," dehamnya.

"Perkenalkan nama saya Leonvi Romeo Kinsey, jadi saya bukan supir taxi," ucap lelaki yang ternyata bernama Romeo.

Wajah Almera memerah malu. Dia bukan anak bodoh yang tidak tahu siapa itu Leonvi Romeo Kinsey. Lelaki di hadapannya ini merupakan CEO dari perusahaan ternama - Kinsey company dan dia baru saja menyebutnya supir taxi? Oh good apa lagi ini. Seharusnya dari awal dia sadar bahwa tidak ada taxi dengan mobil sekeren ini. 

"Ma - af, Pak. Saya tidak tahu," ucap Almera gugup. Jika kedua sahabatnya tahu bahwa dirinya gugup pasti mereka menertawakannya. Karena ini adalah pertama kalinya seorang Almera Shakayla Anindya gugup.

"Dengan gampangnya kamu minta maaf setelah mengira bahwa saya supir taxi? Saya juga mengantarkan kamu sampai tujuan," ucap Romeo datar.

"Loh, salah Bapak juga. Kenapa tidak bilang dari awal, kalau Bapak bukan supir taxi," tandas Almera dengan berani. Hilang sudah rasa takut yang sempat hinggap tadi, kini dia akan menunjukkan sifat aslinya. Dia tidak akan diam saja jika ada yang menyudutkannya, sekarang sudah tidak jaman wanita yang lemah. Semua wanita harus tangguh dan berani.

"Kamu memarahi saya?" tanya Romeo mengangkat sebelah alisnya.

"Iya lah, Bapak yang salah," ketus Almera.

"Kenapa saya? Kamu yang salah dan perlu kamu tahu, bahwa perjalanan tadi tidak gratis," ucap Romeo tersenyum miring.

Almera memundurkan posisi duduknya. Kenapa Bapak ini menjadi menyeramkan jika tersenyum seperti itu. 

"Bapak, mau saya bayar berapa?" tanya Almera dengan nada pelan.

"Saya tidak mau uang kamu," jawab Romeo yang masih mempertahankan senyum miringnya.

Pikiran Almera semakin kalut, apa maksud dari tidak mau uang? Apa Bapak ini mau menjual organ tubuhnya? Oh Tuhan, sampai kapan kesialan ini terjadi? Dia masih ingin menyelesaikan kuliahnya, menggapai cita-cita, dan dia belum bertemu dengan jodohnya.

"Bapak, mau menjual ginjal saya?" tanya Almera dengan tangan yang sudah berkeringat dingin. Sungguh, ini sangat menakutkan.

"Saya mau jasa kamu," jawab Romeo.

"SAYA BUKAN JALANG YA, PAK!" seru Almera marah. Dia tidak terima jika harga dirinya diinjak-injak seperti ini. Walau mau dibayar 2 triliun sekali pun dia tidak akan mau. Harga diri harga mati baginya, semua ini hanya untuk suaminya kelak.

"Siapa yang bilang kamu jalang? Lagian kamu tidak cocok, badan kamu saja datar seperti papan," jawab Romeo tersenyum meremehkan.

"Dasar Bapak mesum," gerutu Almera kesal.

"Saya mau kamu besok datang ke kantor saya," ucap Romeo menyodorkan kartu namanya.

"Tidak mau, saya sudah kaya, Pak. Uang ayah saya saja sudah banyak, maklum anak sultan," sahut Almera sombong.

Romeo semakin mendatarkan wajahnya. Dirinya pusing menghadapi menghadapi perempuan di hadapannya ini. Kenapa masih ada makhluk seperti ini? 

"Saya mau kamu mencuci mobil saya." Romeo mencodongkan badannya, hingga jarak keduanya semakin dekat. "Tidak menerima penolakan," tegasnya.

"Jangan lupa bernapas," lanjut Romeo menjauhkan badannya.

Almera mendengkus kesal, tetapi tak urung wajahnya memerah. Jantungnya pun berpacu lebih kencang dan itu semua karena si Bapak menyebalkan.

"Ya," jawab Almera singkat kemudian dengan cepat turun dari mobil. Dirinya tidak kuat jika harus berlama-lama dengan dia. 

"Ish, kenapa harus bertemu bapak itu sih," gerutu Almera berjalan mendekati mobilnya.

"Sepertinya gue harus minta do'a penolak kesialan deh sama bunda." Sebelum memasuki mobilnya Almera melirik sinis ke arah Romeo. Wajah itu, akan selalu dia ingat sebagai Bapak menyebalkan.

"Jangan lupa besok ya, Papan," ucap Romeo yang kemudian melesat pergi.

Almera melongo di tempatnya. Emosinya mendidih, kepalanya seakan berasap. Bapak itu bilang apa, papan? Almera menunduk guna melihat badannya sendiri. Badan seksi seperti ini dibilang papan, dasar bapak mesum.

Saat akan membuka pintu mobil, tatapan Almera terpaku pada kertas yang tertempel pada kaca bagian depan mobilnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status