Share

2. Dihukum

Widya melotot kaget kala mengingat sesuatu. Dengan panik dia berlari melewati Almera.

Melihat sahabatnya berlari dengan wajah panik, mau tidak mau Almera segera menyusul dengan wajah yang tidak kalah panik.

Mereka berdua berlari menuju lantai atas, tanpa menghiraukan mahasiswi lain yang menatap mereka aneh.

"Lo kenapa lari?" tanya Widya setelah sampai di depan kelas.

"Gue ngikutin lo," jawab Almera dengan raut wajah polos.

"Ya ampun, Al. Lo sebenarnya kenapa sih? Dari tadi bikin gue mau ketawa terus," ucap Widya yang tidak habis pikir dengan tingkah sahabatnya pagi ini.

"Lo gila kal-"

Tunggu, ini mereka sedang berada di depan kelas yang kondisi pintunya tertutup rapat. Yang berarti mereka sudah telat mengikuti mata pelajaran pagi ini. Duh, apakah tidak cukup kesialannya pagi ini?

"Wid," panggil Almera menatap lurus pada pintu yang tertutup itu.

"Kenapa?"

"Kita telat," ucap Almera lesu.

"Ini semua gara-gara lo ya.  Enggak mau tahu pokoknya lo yang ketuk pintu," ketus Widya bersedekap dada.

"Kenapa harus gue? Tangan lo sudah enggak berfungsi lagi ya?" Almera melirik sinis Widya. Sejak SMA mereka selalu seperti ini jika terlambat dan berakhir dengan hukuman karena ribut di depan pintu. Itu semua karena mereka memperdebatkan siapa yang mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Apa lo lihat-lihat," ketus Almera.

Dengan langkah pelan Almera mendekati pintu, selain takut dimarahi oleh dosen, dia juga malu kepada teman sekelasnya. Jika terlambat seperti ini pasti akan menjadi pusat perhatian, betapa malunya dia.

"Permisi, maaf, Bu saya terlambat," ucap Almera menunduk.

"Terlambat berdua?" tanya Bu Wati - dosen mata pelajaran sejarah tari.

Almera mengangguk pelan. Malu, itulah yang dirasakannya. Tolong berikan dia ilmu menghilang sekarang juga, dia ingin melebur menjadi satu dengan angin.

"Kenapa terlambat?"

Dengan semangat Widya berdiri di samping Almera. Dia ingin menjelaskan mengapa mereka berdua terlambat, siapa tahu mendapat keringanan.

Perasaan Almera tidak enak. Dia yakin sekali pasti sebentar lagi Widya akan semakin mempermalukannya. Kenapa dirinya bisa mempunyai sahabat seperti Widya? Mungkin saja waktu itu dia khilaf hingga menjadikan Widya sahabatnya. Bersama selama 4 tahun lebih membuat Almera tahu akan sifat dan segala tingkah Widya.

"Tadi Almera jatuh, Bu. Jadi, saya membantunya," ucap Widya.

"Bisa kamu jelaskan lebih detail?"

Almera menghela napas, tamatlah riwayatnya. Dirinya bisa malu hingga 7 hari 7 malam kalau begini ceritanya. Widya dengan mulut bebeknya itu sangat pas, sama-sama menjengkelkan.

Widya mengangguk semangat. "Tadi Almera naik ojek. Terus karena ojeknya lambat dia berinisiatif untuk menyetir. Sebenarnya Almera tidak bisa menaiki motor, Bu. Dan berakhir dengan menabrak pos satpam," jelas Widya secara rinci.

Seisi kelas tertawa. Bahkan ada yang menatap geli ke arah Almera.

Definisi sahabat harus di ruqyah, Batin Almera kesal.

"Almera, lain kali kalau tidak bisa jangan dipaksakan. Bukan hanya celaka tetapi kamu juga bisa malu," ucap Bu Wati terkekeh.

Almera tersenyum paksa. "Baik, Bu."

"Berhubung kamu terlambat, jadi tolong jelaskan sejarah tari."

Huft, dalam hati Almera tidak berhenti menggerutu. Sepertinya hari ini memang hari sial baginya. Apa mungkin karena dia tadi tidak sholat subuh? Oh sepertinya iya. Ingatkan dia untuk tidak menonton drakor sampai tengah malam, agar dia bisa sholat subuh. Sudah cukup sialnya hari ini saja, jangan sampai hari berikutnya juga sama. Bisa depresi di usia muda dia.

"Baik, Bu," jawab Almera kemudian berjalan menuju ke tengah.

"Seni tari merupakan suatu gerakan yang berirama, dilakukan di suatu tempat dan waktu tertentu untuk mengekspresikan suatu perasaan dan menyampaikan pesan dari seseorang atau kelompok," jelas Almera.

"Sudah?" tanya Bu Wati.

"Eh anjir, dikit banget," bisik Widya yang tidak dipedulikan oleh Almera. Dirinya sangat kesal dengan Widya. Sudah tidak ikut menjawab, protes lagi.

"Anak TK juga bisa kalau cuma segitu," sindir Bu Wati yang ditertawakan seisi kelas.

"Saya habis jatuh, Bu. Seharusnya Widya yang menjelaskan bukan saya. Ibu, tidak kasihan sama saya?" tanya Almera dengan muka memelas.

Urusan akting, Almera patut diacungi jempol. Beginilah kalau kuliah di jurusan seni tari. Selain mempelajari tentang tari, jurusan ini juga mempelajari tentang drama serta musik.

"Yasudah kamu duduk, Widya lanjutkan."

Almera bersorak dalam hati. Yes, akhirnya ini keberuntungan pertama dia. Ketika berjalan menuju kursinya, Almera tidak berhenti mengejek Widya dengan menggoyang-goyangkan bokongnya seperti bebek.

Sedangkan di depan kelas sana, Widya menggerutu sebal. Ingin rasanya dia menendang bokong Almera itu. Biarkan saja semakin tepos, dirinya tidak peduli.

"Al," panggil Amel - sahabat terakhir Almera.

"Apa?" tanya Almera menoleh. Karena tempat duduk Amel berada dibelakangnya.

"Coba lo lihat Widya," perintah Amel menunjuk ke depan kelas.

Almera menuruti.

"Jangan ketawa," tegur Amel saat Almera ingin menyemburkan tawanya.

"Pfft dia kenapa?" tanya Almera menahan tawa.

Rasanya dia ingin tertawa sekeras mungkin. Wajah Widya yang tadinya kuning langsat menjadi merah. Entah karena malu tidak bisa menjawab atau malu karena dilihat seisi kelas. Setelah kelas ini selesai dia akan meledek Widya habis-habisan. Dia akan balas dendam, enak saja tadi pagi dirinya ditertawakan karena nabrak. Kena karma 'kan? Haha.

"Dari dulu Widya enggak berubah ya?" tanya Amel menopang dagu.

Almera mengangguk. Ya, sedari masa SMA Widya tidak pernah berubah jika berurusan dengan presentasi dan semacamnya. Dia selalu blank dan berakhir dirinya lah yang menggantikan, tetapi untuk saat ini dia tidak akan membantu. Widya sudah menertawakan dan dia membantu? Hoho tidak semudah itu ferguso!

**

"Kenapa lo enggak bantu gue?" tanya Widya kesal.

"Bantu lo? Wani piro?" tanya Almera tersenyum tengil.

"Gue bunuh lo ya."

"Oh tidak bisa. Lo mau gue laporin? Gue anak sultan kalau lo lupa," ucap Almera mengangkat dagunya angkuh.

Amel yang sedang memperhatikan menyahut, "iya, Wid. Nanti lo jadi gelandangan. Gue enggak mau ya punya sahabat gelandangan."

"Haha siapa tadi yang enggak bisa jawab?" Almera mengejek dengan tertawa paksa.

"Kalau cuma berdiri, anak bayi juga bisa," lanjut Almera semakin menjadi.

"Lo enggak sopan banget sih sama gue, gue lebih tua dari lo ya," sahut Widya memberenggut kesal.

Tawa Almera langsung pecah. "Tua kok bangga," ejeknya.

"Kaya gue nih, paling muda diantara kalian. Jadi kalian harus hormat sama gue," ucap Almera mengkibaskan rambutnya.

Di persahabatan mereka, Almera memang yang paling muda. Persahabatan mereka terjalin semenjak Almera yang salah sasaran. Dulu, Almera ingin menjahili salah satu teman sekelasnya dengan katak mainan, tetapi yang terkena adalah Widya dan Amel, akhirnya mereka berdua pingsan. Karena merasa bersalah Almera meminta maaf dan berteman dengan mereka.

"Mana ada hormat sama yang muda," ketus Amel.

"Ada dong. Gue ini," jawab Almera santai.

"Sinting!"

"Terima kasih, gue memang cantik," sahut Almera tersenyum sendiri.

Di dalam hati Almera cekikikan karena berhasil membuat kedua sahabatnya kesal.

"Hai, Al."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
D. Ardhio Prantoko
Kek masa laluku pas dijodohin 😁. nanti aku baca lagii.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status